Soloensis

Mengumpulkan Serpihan Sejarah dari SOLOPOS

Sekali lagi, Solo itu unik dan menarik. Bukan karena saya terlahir dan hidup di kota ini, lantas memuji kota sendiri bak Sang Pangeran memuji Sang Dewi. Bagi saya, Solo itu masih nyaman dan tetap nyaman. Solo tetap ayem, tentrem, gawe kesengsem lan ati adem. Lengang, tenang, meski sekarang banyak orang meradang, mengeluhkan Solo yang semakin ‘garang’. Panas, macet, semakin rame, dan masih banyak keluhan lainnya. Solo itu kota sejuta kenangan. Kenangan masa lampau, kenangan sejarah, atau kenangan kehidupan yang masih tersusun rapi dalam ingatan? Ah, Solo memang selalu membuat bibir melebar senyum.

Dari Solo sejarah dimulai, dari Solo pula saya mulai menyukai sejarah. Meski tak mewarisi darah sejarahwan, seringnya mendengar cerita-cerita masa lalu dari Mbah dan Bapak, membuat saya penasaran dan mulai menyukai cerita-cerita yang didongengkan. Mbah dan Bapak sering bercerita tentang masa kecil, dan kejadian-kejadian unik yang pernah mereka alami. Terkadang, mereka juga bercerita mengenai tempat bersejarah dan bangunan-bangunan lama di Kota Solo. Saat itu, saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Minimnya informasi yang tersedia membuat saya kesulitan untuk mencari cerita-cerita sejarah Solo. Maklum, saat itu internet masih jarang, kalaupun ada tarifnya terlalu mahal untuk ukuran anak SD yang hanya diberi uang saku untuk jajan.

Suatu ketika, Bapak yang setiap hari Minggu membeli Koran SOLOPOS, mulai bercerita mengenai apa yang baru saja ia baca. Saya masih ingat, Bapak bercerita mengenai sejarah Tugu Ngejaman yang berada di depan Pasar Gedhe, kemudian bercerita pula mengenai sejarah pembangunan beberapa Gapura Batas Kota Solo. Menarik. Saya semakin penasaran, sampai akhirnya saya tahu bahwa Bapak mendapat cerita sejarah tersebut dari Rubrik ‘Asale’ dan ‘Doeloe-Sekarang’ di Koran SOLOPOS. Rubrik ‘Asale’ adalah salah satu rubrik di Koran SOLOPOS yang menyajikan cerita sejarah asal mula nama sebuah daerah atau tempat, sedangkan Rubrik ‘Doeloe-Sekarang’ menampilkan perbandingan foto sebuah tempat atau bangunan tempo doeloe dengan keadaannya yang sekarang. Sejak saat itu, setiap Minggu saya sisakan uang saku untuk membeli Koran SOLOPOS yang pada saat itu harga koran masih kisaran Rp.1500,-. Koran-koran itu saya kumpulkan. Setelah tidak dibaca, Rubrik ‘Asale’ dan ‘Doeloe-Sekarang’ tersebut saya potong, kemudian saya simpan rapi sebagai koleksi. Tiap seminggu sekali, potongan-potongan rubrik itu saya catat secara detail lengkap dengan keterangan gambar, hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan sampai pasaran Jawa saat rubrik itu terbit. Inilah hobi baru saya, mengkoleksi sejarah Solo dari secuil kertas.

Cukup lama saya mengkoleksi rubrik sejarah itu. Saya berencana membuat album dan membingkai semua koleksi saya itu sebagai pajangan di rumah. Tapi sayang, kesibukan saya yang mulai bertambah membuat hobi menarik itu agak tersendat dan mulai vakum. Pernah saya mencoba mengumpulkan kembali koleksi-koleksi itu, menempelkannya pada sebuah kertas karton lebar, kemudian membingkainya rapi. Sayangnya, belum selesai album itu dibuat, ‘proyek’ itu raib entah kemana. Sedih. Saya merasa kehilangan barang yang sangat berharga. Koleksi yang saya dapat dengan susah payah, hilang begitu saja. Kini hanya tertinggal sisa-sisanya saja.

Meskipun koleksi saya itu sudah hilang dan tak ditemukan jejaknya, tapi kenangan bersama Rubrik ‘Asale’ dan ‘Doeloe-Sekarang’ tak bisa terlupakan. Setidaknya, kedua rubrik di Koran SOLOPOS itu mampu menjadi penyalur hobi saya sebagai pecinta sejarah, terutama sejarah Solo. Jadi, menyenangkan itu ketika bisa menyalurkan hobi dengan mengumpulkan serpihan sejarah meski hanya dari secuil kertas, dan itu saya dapat dari Koran SOLOPOS.

#Soloensis #Solo

Apakah tulisan ini membantu ?

berhidayat

suka dolan dan menikmati segalanya

View all posts

Add comment