Soloensis

Menelisik Koleksi Pers di Monumen Pers Nasional

dqs 2024-04-06 94238.022 PM-min-min (1)

Ditulis bersama Bapak Muhammad Rohmadi, M.Hum.

            Pada 28 Maret 2024, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Universitas Sebelas Maret melakukan kunjungan ke Monumen Pers Nasional. Monumen ini terletak di Jl. Gajahmada No. 59, Timuran, Kecamatan Banjarsari, Surakarta. Kunjungan dilakukan dengan tujuan agar mahasiswa lebih mendalami sejarah pers.

            Monumen Pers Nasional merupakan monumen yang sekaligus menjadi museum di Kota Surakarta. Tempat ini menjadi salah satu destinasi mahasiswa PBSI untuk belajar mengenai pers. Selama kurang lebih 90 menit, mahasiswa berkeliling ditemani pemandu. Pemandu memberikan penjelasan dengan rinci tiap-tiap ruang dan bagian-bagian yang ada.

Monumen yang terletak di Surakarta ini menjadi tempat lahirnya sebuah organisasi pers, yaitu Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Dengan diprakarsai oleh KGPAA Sri Mangkunegara VII, Monumen Pers dibangun pada tahun 1918 sebagai balai pertemuan dengan nama Societeit Sasana Soeka. Selanjutnya Monumen Pers ini diresmikan oleh Ir. Soekarno dengan mengadakan upacara.

Terdapat banyak barang-barang koleksi mengenai sejarah pers yang dapat kita lihat di sini. Contohnya ada mesin ketik kuno yang dapat dilihat perkembangannya. Kemudian ada juga perangkat radio dan perangkat multimedia kuno. Alat-alat tersebut banyak didapatkan oleh tokoh-tokoh Indonesia yang belajar di luar negeri pada kala itu. Dengan adanya peralatan yang mereka bawa, penyebaran berita di Indonesia tidak lagi terbatas hanya lewat kertas.

Ada juga salah satu radio yang cukup menarik yang dapat kita lihat di Monumen Pers, yakni Radio Kambing. Kita bisa mengetahui mengapa radio tersebut bernama Radio Kambing dan bagaimana cara kerjanya. Selain itu, masih banyak sekali koleksi-koleksi dari pejuang-pejuang pers pada masa tersebut, seperti kamera, mesin ketik, dan sebagainya.

Dari sini, pengunjung, khususnya mahasiswa PBSI UNS, juga mendapatkan informasi terkait bagaimana pers pada masa penjajahan. Menurut informasi yang didapatkan, pada masa itu banyak sekali media-media yang dibungkam. Banyak pula koran-koran yang dibredel karena kekejaman rezim orde baru. Akibatnya adalah banyak media-media yang harus gulung tikar.

Dalam Monumen Pers ini pengunjung juga dapat melihat persebaran serta koleksi koran dan majalah cetak dari berbagai media di seluruh Indonesia. Bahkan, ada pula koran yang dikirim langsung dari media di Jakarta hingga Papua. Pengiriman dilakukan secara bertahap yakni setiap satu minggu sekali dengan jumlah sesuai edisi yang terbit dalam sebulan. Bukan hanya sebatas berbentuk cetak, Monumen Pers juga menyediakan koran dalam bentuk digital dari beberapa puluh tahun ke belakang. Pengunjung secara bebas dapat mengakses dan membaca koran-koran tersebut di sini.

Selain itu, pengunjung dapat juga melihat bagaimana proses digitalisasi koran. Terdapat ruangan khusus untuk digitalisasi koran dan tidak sembarangan orang dapat masuk ke ruangan tersebut. Namun, pengunjung dapat melihatnya dari luar ruangan yang hanya dibatasi kaca.

Jika sudah bosan berkeliling, maka pengunjung dapat memasuki ruang perpustakaan. Seperti perputakaan pada umumnya, terdapat banyak pilihan buku dan siapa saja dapat meminjam hanya dengan mendaftar menjadi anggota. Terdapat juga kursi-kursi yang membuat nyaman ketika kita membaca buku di sana. Untuk memasuki dan menikmati layanan yang ada di Monumen Pers ini, kami mahasiswa PBSI UNS tidak dipungut biaya sepeserpun karena tiket masuk ke museum ini gratis.

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Add comment