Soloensis

PERTARUHAN MENJADI MAHASISWA DI MIMBAR MAHASISWA

Oleh Ach. Fitri

Rubrik Mimbar Mahasiswa di Koran Solopos merupakan tempat pertaruhan gagasan mahasiswa di Solo Raya. Mereka bertaruh bacaan, ide dan kreatifitas menulis. Rubrik Mimbar Mahasiswa yang disediakan khusus untuk mahasiswa ini seakan menjadi tempat perjuangan mengasah keilmuan yang tidak didapat mahasiswa ketika di bangku kuliah, di kampus.

Sebab hanya di Mimbar Mahasiswa, mahasiswa dibiarkan berpikir dan menulis dengan bebas, tanpa tema yang disepakati untuk ditulis setiap minggunya, namun tetap pilihan utamanya peristiwa mutahir, baik yang terjadi di kampus dan di luar kampus. Mahasiswa diajak bertaruh dan harus “berdarah-darah” antara mahasiswa satu dengan lainnya dan antara kampus satu dengan yang lainnya.

Pada tiap Selasa rubrik ini terbit, dan setiap Selasa pulalah ada pergolakan dalam tubuh saya, yang melahirkan beberapa pertanyaan, mulai dari judul dan tema apa yang dimuat hari ini? dan mahasiswa dari kampus mana? Yang membuat tubuh ini semakin ingin bergerak ke bakul koran untuk membeli, membaca tulisan di Mimbar Mahasiswa dan kalau menarik dan perlu harus ditanggapi, atau menulis tema baru.

Kalau kebetulan tulisan saya yang dimuat, akan lahir kembali berbagai pertanyaan, apakah akan ada mahasiswa yang memberi tanggapan tulisan saya? Dan apakah tanggapanannya akan mendukung argumentasi saya atau membantainya? Hal itu sangat mendebarkan dan membahagiakan.

Namun, di balik itu semua ada kesadaran etos literasi yang dibentuk redaktur untuk mahasiswa di Solo Raya, toh walapun saya merasa hal itu hanya bisa dijalani oleh segelintir mahasiswa dan terbatas mahasiswa yang berdomisili di Solo Raya.

Masih dapat saya ingat, ketika awal belajar membaca dan menulis untuk Mimbar Mahasiswa. Ada beberapa judul tulisan yang tidak dimuat dan dimuat yang berhasil saya kirim ke email Mimbar Mahasiswa, Solopos. Judul tulisan yang tidak dimuat pertama adalah Mahasiswa dan Pergerakan dan tulisan pertama kali dimuat adalah Kuasa Televisi dan Politik (Solopos, 9 Juli 2013). Kalau dihitung sepertinya lebih banyak yang tidak dimuat.

Akan tetapi saya menyadari bahwa kebahagian menulis itu bukan pada titik dimana tulisan itu dimuat tapi keberhasilan mengirimkannya. Perkara dimuat atau tidak, itu urusan terakhir yang terpenting tetap ada gairah membaca, menulis dan tetap selalu berbagi tulisan dan bacaan.

Menulis di Mimbar Mahasiswa, selain pertaruhan gagasan antar mahasiswa ada juga yang bertaruh dengan birokrasi kampus, seperti yang pernah diakui oleh beberapa mahasiswa berpolemik di Mimbar Mahasiswa dari UNS, IAIN Surakarta dan UMS ketika kami berkumpul di Bilik Literasi Solo (18/10/2015), di antara kami ada yang di panggil dosen, petinggi BEM dan bahkan sampai keketua jurusan dan Dekan.

Terlepas dari pertaruhan menjadi mahasiswa di Mimbar Mahasiswa. Kita mesti tetap selalu mengingat dua mahasiswa ampuh di Indonesia, Ahmad Wahib yang kita kenal melalui buku Pergolakan Pemikiran Islam (2013) dan Soe Hok Gie dengan bukunya Catatan Seorang Demonstran (2012).

Dua mahasiswa waras tersebut menulis pada saat menjadi mahasiswa tidak hanya melulu makalah yang dipersentasikan untuk segelintir mahasiswa dan dosen, namun juga menulis untuk dikirim ke koran. Karena mereka merasa, ketika tulisannya yang dikirim dan dimuat di koran tersebut lebih banyak pembacanya dan banyak yang mengapresiasi.

Dari kesadaran Wahib dan Gie, kita menjadi mengerti bahwa pertaruhan menjadi mahasiswa ampuh tidak melulu ada dalam kelas, di kampus, di sebuah organisasi pelajar dan pergerakan, tapi pertaruhan menjadi mahasiswa ampuh bisa di berbagai media baik cetak dan online yang menyediakan ruang untuk ide dan gagasan mahasiswa seperti koran dan majalah. Begitu.

Apakah tulisan ini membantu ?

Ach.Fitri

Mahasiswa Akidah Filsafat IAIN Surakarta, Santri Bilik Literasi solo, Suka mengobrol buku di Serambi Masjid Imam Bukhori

View all posts

Add comment