Soloensis

Gara-gara Jon Koplo, aku jual motor

Aku mengenal Solopos sejak dia lahir di Jl. Slamet Riyadi, kalau akrabnya ketika Solo dibakar atau era Reformasi. Hampir setiap hari ketika itu aku menikmati sajian berita dari Solopos, meski membaca di rumah tetangga (Pak lurah).
Salah satu rubrik yang aku suka adalah Ah tenane, gambarnya dan ceritanya lucu dan menghibur.
Pengalaman menarik bersama Solopos adalah perjuangan panjang menulis Jon Koplo. Saat itu aku masih awan dengan yang namanya komputer, aku pertama menulis cerita Jon Koplo secara manual, jadi ketika salah tulis aku coret kemudian aku tulis lagi setelah jadi.
Setelah selesai aku kirim via pos. Bener kata pak Mulyanto Utomo, ketika tulisan dimuat, aku beli Solopos 2 exemplar ketika itu. Yang satu disimpan, satunya buat pamer ke tetangga dan teman-teman. Bangga karena tulisan dan nama dicetak di koran. Dua minggu kemudian wesel datang.
Ribet dan tersiksa dengan menulis secara manual, dan gak pede dengan tulisan tangan, aku memberanikan diri memasuki rental komputer. Dengan membawa naskah yang sudah jadi, aku ketik ulang di rentalan dengan sesekali minta petunjuk operator. Selesai diketik, aku print kemudian aku kirim, masih via pos.
Keluar masuk rental hanya bertahan beberapa naskah saja, akhirnya dengan banyak pertimbangan dan takut minta uang orang tua, aku jual motor bututku untuk aku beli seperangkat komputer pentium 3. Karena gak cukup, akhirnya minta tambah ortu juga.
Alhasil dengan komputer sendiri di rumah, aku bisa semakin merajalela menyalurkan minat menulisku dan sampai saat ini sudah banyak tulisan Ah tenane yang dimuat demikian juga dengan cerita anak, cerpen dan hikayat Jumat. Pernah sekali tulisan Opini dimuat dengan judul “menggugat Solo Spirit of java”.
Kini di era digital, cara pengirimannya lewat email dan terakhir via inbok facebook ke pak Mugi atau mas Is.
#Soloensis.. Solo..Solopos..George gandosss..

Apakah tulisan ini membantu ?

Add comment