Soloensis

Aku Juga Ingin di Perdulikan

family-background-design_23-2147662427
Gambar: Freepik

     Namaku Risa. Aku adalah seorang anak yang tidak pernah di perdulikan oleh kedua orang tuaku. Sejak kecil sampai aku besar, aku tidak pernah di perdulikan oleh kedua orang tuaku. Tepat pada hari ini Kamis(8-2-24) aku ulang tahun yang ke 13 th,tetapi kedua orang tuaku tidak ada yang mengucapkan Selamat Ulang Tahun ataupun memberi hadiah. Berikut kisahku secara lengkap.

     Kisahku di mulai dari aku TK. Aku TK di suatu sekolah di desa Manang. Pada waktu itu aku sekolah bersama dengan saudaraku yaitu mas Rasya atau yang lebih kerap aku panggil dengan mas Caca. Pada waktu itu aku masih ada yang menyayangku,yaitu ibuku. Setiap hari aku di antar, di ajak sarapan soto, di jemput saat pulang, dll. Pada suatu malam, saat ibuku pergi dan aku di rumah bersama ayahku. Aku mempersiapkan sragam sekolah untuk besok. Aku bertanya kepada ayahku “yah, besok pakek sragam apa”, tetapi ayahku menjawab”pikir sendiri,kan yang sekolah kamu kok tanya ayah”.

     Pada waktu siang sehabis pulang  sekolah, aku minta uang ke ayah. Tetapi ayah malah bilang”uang terus,orang og jajan aja”.Hal yang menyedihkan saat TK yaitu, saat pengambilan raport. Ayahku tidak pernah mengambil raportku,jadinya ortuku tidak tau perkembanganku saat TK. Hal itu terjadi lagi saat kelulusan TK, kedua orang tua teman-temanku pada hadir di acara perpisahan anaknya tetapi yang hadir di ssat perpisahanku yaitu hanya ibuku.

     Saat aku SD, aku sebelumnya di sekolahkan di SD Negeri di Gawok. Tetapi saat di sana aku malah bolos sekolah dan main di sawah karena aku ingin sekolah SD di Manang bersama saudaraku. Akhirnya aku pindah di SD yang ada saudaraku. Masalahpun tiba saat SD, biaya SPP bulanan tidak pernah di bayar oleh orang tuaku. Alhasil aku harus tinggal kelas. Pada kelas 1 aku mempunyai hal yang menyenangkan,yaitu aku mempunyai adek.Tetapi saat adekku umur hampir 2 th, ibukku sakit dan akhirnya meninggal.

     Aku sangat terpukul dan sedih saat ibuku meninggal. Aku bahkan sampai nangis sejadi-jadinya saat ibuku di antar ke pemakaman untuk di makamkan. Setelah ibuku meninggal aku tinggal bersama mbah buyutku dan ayahku.Tetapi ayahku tidak memperdulikanku. Pada saat itu sampai sekarang, yang memperdulikanku hanyalah mbah buyutku dan ibu dari Mas Caca yang aku lebih sering panggil dengan Mamah.

     Ayahku adalah ayah yang tidak baik. Setiap malam ia keluar untuk bermabuk-mabukan bersama temannya, dan pulang saat hampir  subuh. Pada saat kelas 2 pun juga sama seperti saat kelas 1. Bayaran SPP bulanan tidak pernah di di bayar, bahkan saat penerimaan raport bayaranku jauh lebih tinggi atau banyak dari pada teman temanku. Dan akhirnya aku tinggal kelas lagi.

     Saat kelas 3 itupun terjadi lagi. SPP tidak pernah di bayar, raport tidak pernah di ambil, buku-buku juga tidak pernah di belikan. Aku mempunyai buku, itu karena rasa kasihan dari pihak sekolahan. Di kelas 3 ini aku mulai mendapatkan bullyan dari teman-temanku. Ada yang bilang Dasar Orang Miskin, Anak piatu, dll. Aku tidak menggubris bullyan dari teman-temanku

     Pada kelas 4 hal itu terulang lagi. SPP bulanan tidak di bayar, buku-buku tidak dibayar, bayaran-bayaran lain seperti biaya outbond tidak di bayar. Mulai kelas ini banyak sekali teman-teman kelasku terutama yang cowok membully aku. Aku pun sudah mulai menggubris kata-kata bullying dari teman-temanku. Terkadang aku pun sampai nangis dan bilang ke guru dan mas Caca yang sudah kelas 6

     Pada saat kelas 4 ini, ayahku memutuskan untuk menikah lagi. Ibu sambungku juga mempunyai 2 orang anak. Pada saat awal-awal ibu sambungku itu seperti sangat sayang kepadaku. Dia memperhatikanku, memberi uang jajan, memberi makan dll. Tetapi sekarang ibu sambungku perhatiannya kepadaku berkurang. Hal itu di sebabkan karena ayahku tidak mau menyayangi anak dari ibu sambungku.

     Selanjutnya, pada saat pengambilan raport tengah semester 2 aku bersumpah jika raportku tidak di ambil lagi aku akan berhenti sekolah. Hari penerimaan raportpun tiba, sesuai dengan dugaanku ayahku tidak mengambil raportku. Alhasil esoknya setelah pernerimaan, aku tidak masuk karena pasti teman-teman akan mengejekku dan alhasil aku akan merasa malu. Di hati saya hanya ada kalimat “Dari pada di sekolah akan di ejek temen dan nangis, mending saya di rumah”.

     Saya tidak sekolah sampai kenaikan kelas. Selama 3 bulan ini saya hanya masuk saat pulang pagi atau kalau tidak jika sekolah ada acara. Saat hari pertama masuk sehabis kenaikan kelas, saya juga tidak masuk karena saya ragu saya naik kelas atau tinggal kelas. Sorenya, saya di telfon sama walikelas saya, beliau bertanya”mbak Risa kenapa hari ni ngak masuk”, kemudian saya pun menjawabnya”Saya malu pak, karena raport saya tidak di ambil oleh ayahku dan juga saya tidak tahu kalau saya naik kelas atau tinggal kelas”. Wali kelas saya pun bilang kepada saya bahwa saya naik ke keas 5.

     Hari berikutnya, saya pun masuk sekolah. Setelah di sekolah saya banyak dapat ejekan bullying dari teman-teman saya. Pertamanya saya tidak menghiraukannya. Tetapi setelah saya hiraukan, ejekan mereka malah semakin parah yang akhirnya membuat saya menangis dan saya pun melaporkannya ke wali kelas. Karena hati saya sudah terlanjur kesal sama mereka, akhirnya saya berhenti sekolah lagi. Tidak tau sampai kapan saya berhenti sekolah. Bahkan saya juga sering di datengin sama kepala sekolah saya.

     Setelah itu bapak kepala sekolah menelfon ayah saya. Beliau bertanya kepada ayah saya, “kenapa kok Risa gak masuk sekolah, barusan saya dari rumahnya bertanya kepada mbak Risanya langsung. Dia bilang bahwa saya gak masuk sekolah karena tidak ada yang mengantar dan menjemput saya dan juga saya tidak di kasih uang saku sama ayah saya”. Sorenya ayah saya memarahi saya, dia melontarkan kalimat yang membuat hati saya sakit, dia bilang begini”kamu i kenapa sih Sa, orang og gak sayang sama ayah. Di depan pak kepala sekolah og malah menjelek-jelekan nama ayah”

     Dalam hati saya hanya ada kalimat “Ayah lho emang gak pernah nganter sekolah dan menjemput aku. Aku minta uang Rp 5,000,00 aja ayah malah memarahiku. Kayak gitu og malah bilang anaknya gak sayang sama dia”. Ayah sekarang tinggal di kos bersama ibu sambungku di dekat rumah yang aku tinggali bersama mbah buyutku. Saat aku kangen sama ibu kandungku, aku hanya bisa melihat foto kenangan masa kecilku bersama ibu. Dan juga jika kangen aku pasti perg ke rumah Mas Caca untuk bisa dekat dengan Mamahnya yang aku anggap seperti ibu kandungku sendiri dan juga kebetulan rumahnya dekat dengan rumahku.

       Beliau adalah sosok yang aku anggap sebagai Ibu kandungku sendiri. Ia mengasih aku makan, dan juga jika aku di suruh olehnya aku pasti di kasih upah darinya. Kadang juga jika ia sakit butuh di keroki, aku yang di suruh untuk mengerokinya tetapi pasti ia akan mengasih upah untukku kadang 10.000 atau 15.000. Terkadang juga jika ia tahu kalau aku belum makan, ia pasti akan menawariku makan. Sungguh berbeda sekali dengan ayah kandungku.

      Ayahku sangat egois, bahkan sama istrinya ia juga sering bertengkar. Itu terjadi karena jika ayah punya uang, ia pergunakan hanya untuk bermabuk-mabukan tanpa di kasih ke ibu sambungku. Sedangkan jika ibu punya uang ia pasti memikirkan anak-anaknya. Tapi ayah jika tahu bahwa ibu punya uang, pasti ia meminta uangnya dan di gunakan untuk keperluannya sendiri tanpa memikirkan keluarganya.

     Saat lebaranpun ayahku tidak pernah membelikan baju baru untuk aku. Aku jika punya baju baru saat lebaran itu pun di belikan oleh pakdheku. Bahkan saat lebaranpun ayahku tidak pernah mengasih aku uang fitrah. Bahkan sampai setresnya aku, dalam hatiku pernah tersimpan gagasan”apa aku mati saja ya” dan juga aku juga pernah melakukan trend barcode karena saking stresnya. Tapi saya beruntung mempunyai Mamah (ibu dari mas Caca) yang masih sayang sama aku. Sampai sekarang yang masih sayang sama aku hanyalah mbah uti Gawok, mbah buyut Manang, sama Mamah (ibu dari Mas Caca).                                                         

SMP N 9 Surakarta

Rasya fadilian eka prasetyo

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Solopos Institute

    Add comment