Soloensis

LGBT

Akhir akhir ini kita familiar dengan istilah LGBT. Dalam banyak kesempatan di media cetak maupun elektronik, LGBT menjadi bahan diskusi yg menarik dan cenderung panas karena menimbulkan efek Pro dan Kontra.

Bagi saya pribadi Lesby, Gay, Biseksual dan Transgender bukan sebuah cerita yg baru. Di bangku sekolah saya pernah mendengar sebuah cerita di jaman Nabi Luth, ketika kaum sodom di adzab Allah dikarenakan perbuatannya tersebut (mencintai sesama jenis). Tentu kita sebagai umat beragama harus berusaha mencegah kejadian serupa terulang kembali.
Mengutip acara talkshow ILC di Tv One, dua tokoh Agama Islam dan Kristen ketika itu sudah sepakat berusaha menekan perkembangan LGBT. Kesepakatan itu didapat karena LGBT diyakini sebagai penyimpangan perilaku. Artinya dengan pendekatan Agama, perilaku LGBT tidak bisa diterima ataupaun dibenarkan.

Saya sepakat jika kondisi dewasa ini sangat memprihatinkan ketika kita melihat di beberapa Negara lain melegalkan perilaku LGBT. Bahkan, di Amerika sudah memfasilitasi pernikahan sejenis. Naudzubillah mindzalik

lantas apa solusi terbaik bagi kondisi ini?

Dalam akun media Facebook yg saya miliki, saya membaca banyak yg menghujat kaum LGBT sebagai sesuatu yg menjijikan dan harus dibasmi. saya menarik kesimpulan seakan-akan banyak orang berlomba untuk menghujat mereka ketika fenomena ini diangkat media. Sikap kita yg terkesan tiba-tiba menghakimi LGBT secara brutal saya takutkan akan menimbulkan efek yang lebih buruk.

Kenapa seperti itu?, berikut penjelasan dan pengalaman empiris saya.

Ketika saya kuliah di Jogja dan memasuki semester akhir, saya mendapat kesempatan magang kemudian kerja di perusahann yg bergerak di dunia kebugaran (Fitness Center) dan Spa. Barangkali sudah menjadi rahasia umum tempat Fitness apalagi yang berlokasi di Hotel adalah salah satu tempat berkumpulnya LGBT. Diakui atau tidak begitulah kesimpulan saya setelah kurang lebih tiga tahun bergelut di dunia tersebut. Singkat cerita setelah tiga tahun saya menjalani profesi saya dan berinteraksi langsung dengan beberapa LGBT khusunya kaum Homoseksual ada beberapa hal yang bisa saya simpulkan dari fenomena LGBT.

Berikut hal-hal yang bisa saya simpulkan.

1. LGBT adalah penyakit.
Akan tetapi mereka sulit menemukan orang lain yg membuat mereka sadar bahwa meraka sakit/menyimpang. Bahkan Psikiater pun akan kesulitan ketika secara personal mereka tidak nyaman.
kenapa?. Hal ini saya temukan ketika saya berusaha bersikap sama antara teman yg Homo Sexsual (LGBT) ataupun yg normal, artinya saya sama-sama menghargai dalam berteman. Bahkan ada seorang penderita Homo Sexual yg pernah jujur mengatakan bahwa dia sakit dan menyimpang setelah hampir dua tahun ber-interaksi dengan saya. Tentu dengan sejarah dan cerita yang tidak pendek. Yang pada intinya ada suatu hal yang membuat mereka rusak secara mental dan batiniah.

2. LGBT sangat sensitif dan reaktif.
kenapa?. Hal ini dibuktikan ada beberapa teman saya yang berprofesi sama ketika itu “kaget” berinteraksi dengan kaum Homo Sexual atau LGBT. Sehingga yang muncul adalah sikap tidak simpatik. Hal ini akan membuat kaum LGBT tersinggung dan marah yang terkadang bertindak diluar dugaan manusia normal.

3. Kaum Homo Sexual atau LGBT lambat laun akan menyadari bahwa dia sakit dan harus kembali ke keadaan yang seharusnya ketika ada orang yang sehat yang bisa menghargainya.
kenapa?, terbukti dari interaksi saya secara langsung, ada beberapa orang LGBT yang secara terbuka menyampaikan seperti itu.

Tiga hal tersebut adalah fakta yg saya temukan secara langsung.

Jika melihat apa yang saya alami dan sekarang melihat respon masyarakat di media sosial sekarang ini tentu saya kurang simpatik dengan hal-hal yg berbau hujatan, bahkan menyamakan mereka dengan binatang. Hal ini sangat kontradiktif jika kita ingin menghilangkan penyakit LGBT.

Bagi saya yang harus kita hilangkan adalah penyakitnya bukan orangnya. Mereka itu adalah manusia biasa yang sama dengan kita yang butuh kepedulian antar sesama. Sebaik apapun diri kita, bisakah kita hidup sendirian?. Tentu tidak.

Tetapi ingat, dalam beberapa pendekatan ilmu Psikologi LGBT adalah penyakit yang bisa menular. Jadi jangan sembarangan ber- interaksi dengan mereka. Pastikan punya tameng yang kuat. Dan menurut saya tameng terbaik adalah aqidah dan niat yang kuat dalam bertindak. Jika kita tidak bisa membantu mereka, alangkah baiknya kita tidak ikut-ikutan menghujat dan menghakimi.

Tulisan ini dan pengalaman saya tidak bertujuan untuk menggiring pembaca kenal apalagi berinteraksi dengan LGBT. Tetapi mengajak kita untuk menggunakan pendekatan saling menghargai dalam memberantas penyakit masyarakat.

Logikanya,
kenapa korupsi sulit di basmi?, jangan-jangan kita dikeluarga hanya di ajarkan hidup utk kaya.
kenapa anak remaja kita mudah tersulut emosi? jangan-jangan kita sebagai orangtua terlalu kasar pada anak.
kenapa banyak orang miskin dan kelaparan? jangan jangan kita sebagai manusia terlalu egois dan hedonis.
Dan kenapa LGBT bisa marak di akhir zaman ini? jangan jangan mereka semakin menjauh dari jalan yg benar karena membaca postingan hujatan kita terhadap mereka, yg membuat mereka semakin tidak mau kembali ke jalan yang benar?. Silahkan jawab sendiri.

Wallahu A’lam Bishawab….

Apakah tulisan ini membantu ?

Add comment