Soloensis

“Istiqomah” – Jangan Anggap Remeh Pedagang Pasar

            Bagi sebagian orang, pekerjaan di pasar tradisional dipandang remeh dan kerap kali disebut “hanya”. Orang-orang akan lebih memandang “wah” dengan para pemakai dasi dan jas yang berada di ruangan ber-AC. Namun kedua perbedaan fisik tersebut tidak dapat menjamin kehidupan seseorang di masa depan.

Belum tentu para pedagang di pasar tradisional yang identik dengan tempat “kumuh” tidak dapat menjamin kehidupan keluarga mereka dengan pasti. Seperti cerita hidup salah seorang pedagang buah di pasar Kota Boyolali, yang mampu menyekolahkan ke-4 anaknya hingga ke Perguruan Tinggi. Bahkan membiayai anak pertamanya hingga menjadi seperti saat ini, yang mengabdi sebagai TNI AD Kostrad di Tanah Kusir, Jakarta.

            Mukhlasin (54th) begitu panggilan akrabnya. Pria asli Salatiga ini sangat dikenal di wilayah pasar Kota Boyolali karena perjuangannya selama menjalani usahanya. Memang berdagang buah ini tidak murni ia dirikan sendiri, tetapi melanjutkan usaha dari istrinya, Istiqomah (54th).

            Istiqomah dulunya adalah anak dari orangtua sederhana. Karena dia tak sanggup untuk menyelesaikan pendidikan di bangku sekolah dasar, ia memutuskan untuk membantu orangtuanya bekerja. Istiqomah telah menjalani profesinya sebagai pedagang buah sejak berusia 12 tahun. Dulu usahanya belum memiliki toko buah sebesar sekarang, namun masih secara candak kulak atau membeli langsung dari petani lantas menjualnya kepada para bakul di pasar Jatinom, Klaten. Karena memang sebelumnya Istiqomah tinggal di Jatinom, Klaten bersama dengan orangtuanya.

Hingga akhirnya Skenario Tuhan yang telah mempertemukan mereka. Berawal saat Istiqomah menjualkan buah mulai dari Salatiga hingga ke Semarang, pertemuan dan perkenalan bermula dari sebuah perbincangan mengenai jual beli yang dilakukan. Menurut Mukhlasin, dulu istrinya memang pandai dalam melakukan jual beli, tetapi kurang dalam memanajemen keuangan. Hal itulah yang membuat Mukhlasin tergerak untuk membantu sang istri dalam menjalankan usahanya. Wajar saja karena dulu Istiqomah hanya lulusan SD, itupun hanya sampai kelas 3 saja, sedangkan Mukhlasin adalah lulusan STM Pertanian di Salatiga.

Dari pertemuan ini, mereka mulai merintis usaha bersama. Mereka memberanikan diri untuk berjualan di kota, tepatnya di pasar Kota Boyolali. Selama di kota itulah mereka mendapatkan banyak pengalaman. Akhirnya usahanya berkembang dengan menambah jualan roti dan membuka toko elektronik. Bahkan kala itu menjadi usaha elektronik terbesar di Boyolali, namun beberapa waktu kemudian usaha tersebut jatuh karena kurangnya manajemen. Karena kerugian yang ditaksir cukup besar, 4 toko yang dimiliki terpaksa harus ditutup.

Kemudian mereka kembali hanya berjualan buah saja, kembali dengan modal yang seadanya. Bahkan menjual barang-barang yang tak terpakai, hingga mobil gundul satu-satunya dilakukan guna menambah modal yang harus dikeluarkan. Semua itu rela dilakukan karena keberanian dan tekad untuk berwirausaha sendiri.

Belum genap mereka merasakan kejayaan,cobaan kembali datang. Di tahun 2007, pasar Kota Boyolali mengalami kebakaran. Karena kebetulan saat itu harus membiayai sekolah 3 orang anak dan bertepatan dengan anak pertamanya yang sedang pendidikan sebelum menjadi TNI AD di Jakarta, Mukhlasin nekat berjualan di pinggir jalan depan pasar yang sedang direnovasi. Meskipun sebenarnya dilarang oleh Bupati setempat saat itu, Drs. Sri Moeljanto. (lihat :  https://www.liputan6.com/news/read/141732/pasar-induk-boyolali-terbakar )

Karena proses perbaikan berlangsung lebih dari satu tahun, itu dirasa sangat lama. Jika tidak berjualan selama itu, dia tidak akan mampu membiayai sekolah dan pendidikan anak-anaknya. Hal tersebut yang membuat Mukhlasin nekat berjualan dengan banyak resiko.

Dimasa jatuh itu, membuat Mukhlasin harus hutang di beberapa bank hingga mencapai 600 juta rupiah, yang saat ini masih berkisar 10 juta rupiah. Bahkan untuk biaya sewa kontrakan pun ia pinjam dari adiknya. Meski hutang yang ditanggung cukup banyak, justru hal tersebut yang membuat Mukhlasin berusaha lebih rajin lagi dalam membangun usahanya dengan semangat pantang menyerah.

Benar saja, kini usahanya kembali berjalan dengan lancar. Mukhlasin telah memiliki toko yang bisa dibilang cukup besar. Tidak hanya buah saja, ia juga menjual roti, snack dan oleh-oleh makanan ringan. Mulai dari penghasilan penjualan yang sedikit, hingga sekarang yang tak main-main, menjadikan Mukhlasin boleh dikatakan sebagai pengusaha yang sukses.

Kini Mukhlasin memiliki 3 karyawan, dengan total gaji yang dikeluarkan sebesar 4,5 juta rupiah setiap bulannya. Belum dengan bonus dan makan siang yang diberikan. Bahkan ia sudah memiliki tabungan yang rencananya untuk membeli kios. Hanya tinggal menunggu kios tersebut benar-benar dijual, untuk kemudian dijadikannya toko sembako dan membuka warung makan kecil-kecilan.

Kesuksesan Mukhlasin tidak hanya sampai di situ saja, dia pun telah sukses dalam mendidik ke empat anaknya. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, mungkin kita tak percaya jika salah satu dari keempat anaknya adalah seorang anggota TNI AD Kostrad di Jakarta, namun benar adanya demikian, ia adalah Mukhlis Istanto (31th), dan sudah memiliki 2 orang anak.

Anak ke duanya Devi Fitriana (28th), lulusan Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris di UMS yang kini menjadi guru di SD Mojosongo. Masih di universitas yang sama dengan anak ke tiganya Nurista Fitriana (21th), saat ini semester 5 di jurusan manajemen. Yang terakhir Kholifah Khoiriyah (17th), masih berada di bangku kelas 3 SMA 2 Boyolali.

Menurut Mukhlasin sebagai orang tua, “pendidikan itu sangat penting karena zaman itu semakin lama juga semakin berkembang, jadi manusia juga harus begitu agar nantinya tidak ketinggalan zaman. Ya kalau bisa lanjut S2 atau S3 saya juga siap membiayai, asalkan mereka nanti harus bener-bener jadi ‘orang’ melalui pendidikannya”, ujarnya saat dijumpai di Kiosnya (16/11), satu tahun silam.

Sesuai dengan namanya “Toko Buah Istiqomah”, tidak hanya semata-mata diambil dari nama istrinya, tetapi juga memiliki arti yang luar biasa yang mana merupakan do’a. Istiqomah memiliki arti konsisten dalam melakukan kebaikan. Menurut Utsman bin Affan R.A, Istiqomah artinya ikhlas. Dengan harapan, agar mental usaha yang dimilikinya dapat tetap ikhlas dan bersabar meski harus jatuh bangun. Tetap berusaha berdagang dengan cara yang tidak curang dan tanpa melupakan do’a. Serta selalu ingat bahwa usahanya tidak lepas dari campur tangan Tuhan. (lihat : https://santrigaul.net/arti-istiqomah/ )

Dari cerita ini, kita dapat mengambil pelajaran. Bahwa setiap usaha apapun, jangan dipandang remeh. Apapun usaha yang kita jalani, jika dilaksanakan dengan keyakinan, tidak takut gagal dan keberanian pantang menyerah, serta diniatkan dengan tujuan yang baik, maka rezeki akan datang dengan sendirinya atas se-izin Tuhan. Bahkan hasilnya pun akan membawa berkah dan banyak kebaikan. Seperti ungkapan pepatah bahwa, “usaha tidak akan menghianati hasil”. Namun, usaha tanpa do’a pun itu akan percuma.

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Dina Puspitaningrum

    Belajar untuk Menulis - Menulis untuk Belajar

    View all posts

    Add comment