Soloensis

Lama Tak Sama, Sekali Bersama Tak Terpisahkan

IMG_20240320_150100

“Kini kita berjalan berjauh-jauhan

Kau jauhi diriku karna sesuatu

Mungkin ku terlalu bertindak kejauhan

Namun itu karna ku sayang

Persahabatan bagai kepompong

Hal yang tak mudah berubah jadi indah

Persahabatan bagai kepompong

Maklumi teman hadapi perbedaan”

     Beberapa lirik dari lagu berjudul Kepompong, ciptaan Jalu Hikmat Fitriadi yang kemudian dipopulerkan oleh Sindemtosca. Mengingatkan Saya pada sahabat Saya yang bernama Nur dan Isma. Nur adalah sahabat saya yang berdarah Sunda, kedua orang tuanya berasal dari Bandung, Jawa Barat. Setelah menikah kedua orang tuanya pindah dari Bandung, Jawa Barat ke Gondangrejo, Jawa Tengah tepatnya di desa saya dan kemudian lahirlah Nur. Nur tumbuh menjadi anak jawa berdarah sunda.

     Saya dan Nur sudah berteman sejak kita masih kecil, mungkin juga sejak kita baru lahir sudah berteman. Kami juga menempuh pendidikan taman kanak kanak (TK ) bersama. Saat memasuki Sekolah Dasar (SD) kita terpisah namun tetap dilingkungan yang sama, Nur berada di Sekolah Dasar (SD )Negeri 1 sedangkan Saya di Sekolah Dasar (SD) Negeri 2. Kami selalu jalan kaki bersama ketika pulang sekolah, kebetulan jarak rumah ke sekolah cukup dekat. Kami juga saling berbagi informasi pembelajaran disekolah, mengingat guru kita beda pasti materi yang diberikan juga terdapat perbedaan.

     Saat pulang sekolah kita berjalan sambil mengobrol, biasanya membicarakan materi pembelajaran atau pun teman yang menyebalkan di kelas. Terkadang Nur suka mengomel tentang temannya yang menyebalkan itu, dengan menggunakan bahasa Sunda yang saya tidak tahu artinya. Kalau sudah begitu Saya hanya mendengarkannya tanpa berkomentar apapun, karena Saya tidak tau apa yang ia bicarakan. Dalam percakapan sehari-hari Nur menggunakan 3 bahasa, yaitu bahasa Sunda, bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Saat berbicara dirumah dengan orang tuanya Nur sepenuhnya menggunakan bahasa Sunda.Namun jika berbicara dengan guru atau teman ia menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia yang terkadang sedikit tercampur bahasa Sunda.

     Kalo Saya sendiri menggunakan 2 bahasa, bahasa jawa dan bahasa Indonesia. Namun paling sering saya gunakan adalah bahasa jawa, karena sejak mulai bisa berbicara bahasa yang diajarkan adalah bahasa jawa (Bahasa Ibu). Saya menggunakan bahasa Indonesia bila lawan bicara saya tidak bisa berbahasa jawa atau saat saya tidak lancar berbahasa jawa krama halus kepada orang tua. Isma juga sama dengan saya, ia juga menggunakan bahasa jawa di kesehariannya. Selain sebagai sahabat Isma juga masih saudara dekat dengan saya.

     Usia isma berbeda 2 tahun dari Saya dan Nur. Jadi interaksi antara Saya dan Isma tidak terlalu akrab karena kami beda tingkatan disekolah sehingga jarang bertemu di sekolahan, perbedaan usia dan hobi juga membuat kita tidak terlalu dekat. Ayah Saya terkadang memarahi Saya karena main dengan Isma. Isma suka menjelajah entah itu di desa tetangga, di sawah atau bahkan di sungai, hal ini membuat khawatir Ayah Saya hingga terkadang melarang Saya bermain dengan isma. Namun dengan Nur Isma sangat dekat. Walau isma sehari hari menggunakan bahasa Jawa, ia juga fasih berbahasa Sunda, mungkin karena faktor ia dekat dengan Nur dan juga sering berkomunikasi dengan para pendatang dari Bandung, Jawa Barat.

     Desa kami memang 30% penduduknya adalah pendatang dari luar Gondangrejo, Jawa Tengah dan terbanyak adalah dari Bandung, Jawa Barat. Sampai sampai ada satu daerah berisi para pendatang dari Bandung sehingga mendapatkan julukan Bandungan. Di bandungan semua penduduknya menggunakan bahasa Sunda. Saya suka mendengar logat mereka saat berbicara menggunakan bahasa sunda, walau saya tidak tahu artinya.

     Saya sangat senang bisa bersahabat dengan mereka, dengan mereka saya mendapatkan pengalaman baru. Seperti setiap Nur pulang kampung Saya jadi bisa mencicipi makanan khas Bandung, Jawa Barat. Karena ia pasti akan membawa buah tangan cemilan khas bandung, tidak hanya cemilan terkadang Nur juga membawa buah hasil panen di kebun neneknya bila memang sedang musim buah tersebut. Buah tangan tersebut dibagikan kepada tetangga, tentunya saya juga dapat. Saya sangat suka dengan buah tangan yang dibawa Nur. Saya tidak tau apa saja nama cemilannya, tapi dari beberapa cemilan itu ada satu cemilan yang paling saya suka bentuk nya bulat kecil, rasanya gurih, teksturnya renyah, kalo tidak salah namanya Endog lewo. Namum ada juga cemilan yang saya kurang suka yaitu Dodol Garut, menurut saya rasanya aneh dilidah.

     Hampir setiap hari kami bermain bersama di rumah Isma. Ibu isma sangat jago dalam hal memasak, ketika kita sedang main dirumah isma ibu nya sering memasak makanan khas Jawa seperti brambang asem, gudeg, lauk deso, peyek dan juga ada sambal goreng. Tentu saja saya sangat suka dengan semua masakan itu, namun tidak dengan Nur. Walaupun Nur sudah lama tinggal di Gondangrejo, Jawa Tengah lidahnya belum bisa menerima beberapa makanan khas Jawa seperti brambang asem. Dalam brambang asem biasanya terdapat tempe gembus Nur tidak suka dengan tempe gembus, terkadang kita memaksanya untuk mencoba tapi dia selalu menolak dan kabur dari kami, tentunya nanti ia kembali lagi ia tau kalau kita hanya bercanda walau terasa seperti ancaman baginya.

     Tidak menjadi masalah kalo Nur tidak suka tempe gembus dia tetap bisa makan brambang asem tanpa tempe gembus dan kami tidak akan memaksanya lagi untuk mencoba tempe gembus. Soal makanan kita mungkin saling melengkapi kalo membeli makanan dari salah satu kita ada yang tidak suka atau ternyata kurang cocok dengan makanan tersebut kita akan saling bertukar makanan. Namun dalam bahasa terkadang terjadi problem. Saat kita ingin pergi bermain atau jajan kita menyimpan beberapa pilihan tempat, namun terkadang masing masing dari kita memiliki pilihan yang berbeda sehingga terjadi cekcok. Saat saat seperti inilah yang terkadang membuat saya kesal, ketika berdebat Nur dan Isma saling berdialog menggunakan bahasa sunda, sedangkan saya yang tidak mengetahui artinya hanya diam sambil menunggu waktu yang tepat untuk menghentikan perdebatan mereka, jika saya sangat kesal saya bisa berteriak sambil berkata “ mbok gawak basa jowo to “  (Gunakan bahasa jawa saja ).

      Setelah itu mereka baru akan berganti bahasa namum masih tetap cekcok. Pada akhirnya kita akan main di rumah Isma sambil menonton TV atau mungkin bermain masak masakan di kebun belakang rumah isma. Walau Nur dan Isma sering menggunakan bahasa sunda tetapi mereka tidak pernah memaksa saya untuk bisa berbahasa sunda. Mereka biasanya akan memberitahu saya beberapa arti dari kata yang sering mereka ucapkan seperti, hoo dih ? ( apa bener ?) , enyak ( benar ) ka bumi (ke rumah), hoyong (mau) meser (beli). Kata kata tersebut sering saya dengar, walau sering diucapkan kata kata tersebut terkadang terasa aneh dan juga lucu namun saya suka ketika logat sunda sudah terdengar.

     Bertahun tahun berteman dengan Nur dan Isma membuat saya sedih ketika Nur harus pergi dan tak kembali lagi ke desa kami disini. Nur memilih melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kampung halaman kedua orang tuanya. Namun walaupun kita berpisah jarak, kita masih sering berkomunikasi lewat handphone. Saat berkomunikasi lewat handphone saya terkadang bingung harus menggunakan bahasa apa kepada nur, rasanya canggung jika menggunakan bahasa sunda saya tidak fasih, jika menggunakan bahasa Indonesia saya kurang nyaman karena di keseharian terbiasa menggunakan bahasa jawa, jika menggunakan bahasa jawa saya takut Nur sudah lupa dengan bahasa jawa dan akhirnya ia tidak paham dengan apa yang saya katakan, kalo sudah seperti itu kami akan mengobrol menggunakan bahasa campuran.

     Nur akan mengunjungi orang tuanya ke Gondangrejo, Jawa Tengah, ketika libur sekolah. Seperti pada saat itu, saya dikejutkan saat melihat Nur berapa di depan rumahnya. Saya tidak tahu sejak kapan dia datang, bahkan dia juga tidak pernah membicarakan tentang kedatanganya kesini. Ketika itu saya langsung menghampirinya, bersalaman sambil menanyakan kabar dan ia menjawabnya menggunakan bahasa jawa. Tidak seperti ketika di telepon ia terdengar lebih fasih ketika berbicara didepan saya langsung.

     Lama tak jumpa membuat kami tak ingin menyia nyiakan waktu. Saya, Nur, Isma menghabiskan waktu mengobrol dan menjelajahi kuliner yang ada di daerah Gondangrejo, Jawa Tengah. Menghabiskan cemilan dari Bandung yang dibawa oleh Nur. Mengenalkan cita rasa masakan Seblak yang dimasak orang Jawa langsung. Banyak hal yang nur tanyakan mulai dari kata dalam bahasa Jawa ini artinya apa, ini makanan apa karena dulu belum ada, ini bangunan apa bahkan sampai orang lewat pun dia tanyakan itu siapa.

     Kami bahkan saling menghampiri sebelum ke masjid, seperti apa yang kita lakukan semasa kecil selalu saling menghampiri agar dapat berangkat ke masjid bersama. Sayangnya Nur tidak bisa berlama lama disini, tentunya libur sekolah tidak selama itu sehingga rindu ini belum terobati. Rasanya sudah lama tak bersama, sekali bersama tak ingin ada perpisahan. Walau banyak perbedaan tapi kita tidak pernah mempermasalahkan, maklumi teman hadapi perbedaan. Sedikit problem tidak masalah kita tetap bisa menghadapinya dan menjadikan itu cerita sejarah yang kita ungkit ketika sedang bersama tentunya dengan gelak tawa dan tanpa kegusaran. Jika sudah bercerita bersama rasanya tak ingin terpisahkan. Inginnya selalu bersama mengukir kenangan dalam indahnya perbedaan.

Identitas Penulis 

 Nama = Bela Tiara Anastasya

Sekolah = SMA Negeri Gondangrejo

No Handphone = 089527642600

Email = belatiara46@gmail.com

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Add comment