Soloensis

PERSAHABATAN BATU GUNTING KERTAS

Polish_20240319_185923706

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Namaku Muhammad Brilliant Aulia Maliki, aku lahir pada tanggal 19 Maret 2011 di Karangasem RT 02 RW 03 Laweyan, Surakarta.

Aku mempunyai seorang sahabat yang sangat berharga bagi ku. Wayan Bagas Prawira namanya. Ia berasal dari Bali, sudah lama keluarganya pindah dan bermualaf di agama Islam.

Aku sering memanggilnya dengan sebutan “Bagong” karena plesetan dari nama nya yaitu Bagas. Begitu pula dia memanggilku dengan sebutan “Goyan” karena aku memiliki nama Brilliant.

Bagas sudah lebih dulu lahir dibandingkan aku. Ia lebih tua 2 tahun dariku, dan Bagas adalah anak terakhir. Kami berdua memiliki perbedaan yang agak mencolok yaitu aku memiliki kulit coklat, mata yang tajam dan bulat, dan hidung mancung. Sedangkan bagas memiliki kulit kuning cerah, mata agak sipit, hidung pesek dan rambut yang sedikit keriting.

Awal mula bertemu dengan Bagas, adalah di TPA. Aku yang saat itu berusia 5 tahun pertama kali pergi ke TPA. Rasa gugup dan malu sudah kurasakan “Mama mau puulangg” kalimat yang sering ku ucapkan waktu itu. Mendengar hal itu Bagas yang berumur 7 tahun menghampiriku sambil tersenyum. Dia menjulurkan tangannya dan berkata “kamu siapa?”. Mamah tersenyum manis menepuk pundakku agar aku menjawabnya. “Namaku Ian” jawabku dengan gugup.

Bertahun-tahun aku, Bagas dan teman teman yang lain mengaji. Kita semua sering kali bermain bersama saat TPA belum dimulai.Saat kami mulai menginjak kelas 4 atau 5 SD, aku Bagas dan teman teman bermain permainan yang bernama “pak epong”, entah siapa yang membuat nya tapi kami tak menghiraukan nya, kami asyik bermain.

Teman teman ku memiliki sifat, karakter dan asal yang berbeda beda dan berlawanan seperti permainan batu gunting kertas. Bagas memiliki sifat yang berani, suka penasaran, dan gegabah. Karena itulah aku merasa bermanfaat karena aku memiliki sifat cermat, ingin tahu, dan teliti.

Di tempat TPA ku, terdapat banyak perbedaan. Tapi kami selalu diajarkan untuk selalu menghargai setiap perbedaan. Sering kali TPA ku ikut acara lomba, pentas seni, dan olahraga.

( acara camping dan lomba pencak silat)

Saat aku berusia 10 tahun, Masjid kami sedang ada proyek untuk membangun sebuah aula di sebelah depan, kiri Masjid. Kami anak-anak TPA antusias membantu pembangunan, meski hanya membantu mengaduk pasir dengan semen. Lucunya lagi kami anak-anak TPA di izinkan untuk bermain bersama, tapi tidak di area pembangunan karena berbahaya. 

Pak Teguh Wibawa selaku pemimpin Masjid meminta kami naik gerobak pengangkutan, kami langsung lari menuju gerobak dan berharap mendapat tempat yang paling depan. Kami dibawa berkeliling mengunakan gerobak sambil bercanda ria dengan Pak Teguh yang sangat ramah.

( keliling komplek naik gerobak oleh pak Teguh)

Waktu berlalu, kami yang dulunya anak anak sekarang telah menjadi remaja. Makin hari banyak teman teman ku yang pergi, dan menghilang dari Masjid, mungkin saja mereka telah disibukkan oleh urusan mereka.

Begitu pula Bagas, dia akan melanjutkan pendidikan agama di pondok, tapi dia berangkat bulan akhir. Pada saat saat terakhir nya Bagas, aku pergi ke rumah nya dan memberikan salam perpisahan.

Agar suasana tidak menyedihkan aku berinisiatif untuk mengajak teman teman mengikuti acara bazar serta lomba, aku sudah menentukan jadwal yang pasti mereka longgar. Aku mengikuti lomba cerdas cermat bersama Bagas, dan Erik temanku. Luar biasanya kita dapat lolos ke babak final, di babak final kita benar benar deg deg an (gugup) untungnya Erik dapat melelehkan suasana dengan canda ria.

Babak final di ikuti oleh 4 kelompok yaitu kelompok Jajar Jambu, kelompok Jetis, kelompok Kampung Baru, dan kelompokku Karangasem. Perlombaan sangat sengit, masing-masing kelompok saling memberi jawaban dengan cepat, “Teeet” bunyi bel pertanda ada yang menekan tombol menjawab.

“Teet, Teeeet Teeet”. Kami berebut untuk memencat bel. Akhirnya dengan perjuangan yang berat kami dapat mengumpulkan juara 3.

( kemenangan Lomba Cerdas Cermat) 

Berdasarkan acara bazar dan lomba, kita yang dulunya sibuk dengan urusan masing-masing, sekarang dapat bertemu dan berkumpul, sekaligus memberikan salam perpisahan untuk teman kami yaitu Bagas.

( senyum bahagia teman teman di acara Bazar and Competition SOLBAR)

Senyum bahagia dari kami mengenang masa-masa dulu saat kami bermain, mengaji, dan bercanda bersama terasa terulang lagi. Semoga pertemanan kita akan awet sampai tutup usia.

======================================

Dari cerita pertemanan ku tadi kita dapat belajar bahwa perbedaan yang ada pada lingkungan kita, bukan penghalang untuk bertemu dan tolong menolong. Sikap menghargai perbedaan membuat kita mengenang masa indah bersama perbedaan.

======================================

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Add comment