Soloensis

Minoritas, Siapa Takut?

multiracial-group-people-background_23-2148208454
Sumber: Freepik

Keberagaman adalah kondisi masyarakat yang memiliki banyak perbedaan dalam berbagai bidang. Keberagaman yang ada di masyarakat diantaranya keragaman ras, suku, bahasa, agama, dan kebudayaan. Agama merupakan salah satu bentuk keragaman yang ada di Indonesia. Beragama merupakan salah satu hak warga negara Indonesia. Apa pun agama yang dianut merupakan kebebasan masing-masing individu, yang terpenting beragama sesuai dengan keyakinan masing-masing.

Istilah War yang sedang fenomenal tahun 2024 yang sering dihubungkan dengan War Takji. Takjil biasanya diberikan oleh individu atau kelompok kepada orang yang berpuasa di agama islam. Makanan yang biasa disertakan dalam takjil adalah makanan ringan yang mudah dicerna dan tidak membuat mudah lapar, seperti kurma, roti, dan air. Takjil atau makanan yang menjadi pembuka dari ritual sekali setahun bagi umat islam yaitu Puasa Ramadhan. Setiap sorenya di Bulan Ramadhan sekitar pukul 16.00 banyak titik – titik yang menjadi tempat para pedagang berjejer menjajakan beragam kudapan untuk buka puasa. Kini tidak hanya umat islam yang berburu takjil di Bulan Ramadhan, namun beberapa masyarakat non muslim juga turut bergabung memeriahkan suasana ini. Meskipun tidak ikut melaksanakan puasa, tetapi ternyata masyarakat non muslim turut berkontribusi dalam menyukseskan UMKM kecil dengan memborong dagangannya. Banyak pedagang takjil yang senang karena dagangannya habis terjual setiap sorenya. War Takjil menjadi penggerak ekonomi di tahun 2024. Bayangkan saja kalau semua daerah di Indonesia ada War Takjil pasti ekonomi akan berkembang pesat dan nilai toleransi akan lebih terlihat. Penggiat War Takjil tidak hanya orang yang beragama Islam sehingga nilai toleransi sangat kentara.

Pernahkah kalian merasa menjadi minoritas? Kalau di Surakarta tidak masalah ya, semua agama telah diterima baik di Kota Surakarta bahkan setiap kali ada perayaan agama tertentu sekitar Balaikota Surakarta pasti sudah dihiasi ornamen agama tertentu sebagai bentuk toleransi. Berbeda halnya dengan Kota Biak salah satu kota yang berada di Papua. Kota karang nan panas yang pernahku singgahi. Biak berkarang yang tanahnya tidak bisa ditumbuhi aneka tanaman karena tekstur tanah yang berkarang/berbatu. Kota dengan pantai yang begitu indah, air laut yang bisa digunakan untuk berkaca karena bersihnya, hasil laut yang berlimpah, hawa udara yang sangat bersih, serta rumah-rumah warga yang masih sepi meninggalkan jejak kenangan yang begitu mendalam.

Kota Biak yang konon memiliki singkatan Bila Ingat Akan Kembali kurang bertoleran dengan kami yang beragam Islam. Beberapa tahun yang lalu ketika aku berada di sana betapa kagetnya ketika kami tidak diperbolehkan melantunkan adzan menggunakan toa. Selain itu kami juga tidak diperbolehkan takbir keliling sebagai pertanda hari kemenangan telah tiba. Kebijakan ini konon sudah lama dilaksanakan, jadi untuk saya yang baru di Biak rumayan kaget dengan keadaan ini yg berbeda jauh dengan kota-kota yang pernah saya singgahi, yang menjunjung tinggi toleransi. War Takjil belum ada di Biak. Semoga suatu saat Biak menjadi salah satu kota yang toleran.

Sebelum merantau ke Biak, sebelumnya selalu tinggal di Jawa. Ternyata menjadi kaum minoritas ibarat dua mata pisau, ada hal positif dan ada hal negatifnya. Hal negatif yang dirasa seperti gegap gempita Ramadhan dan Idul Fitri tidak terasa. Namun, positifnya kami sebagai minoritas sangat menjunjung erat tali persaudaraan di antara kami. Ketika ada teman seagama yang sakit, kami langsung berkunjung untuk menguatkan. Kami juga sering mengadakan kegiatan kajian-kajian keagamaan agar keimanan kami di daerah minoritas semakin kuat. Sehingga menjadi minoritas semakin mendekatkan hubungan dengan Allah.

Tidak perlu risau menjadi kaum minoritas di mana pun kau kita berada, dunia yang fana ini memang tempat kita bekerja. Menjadi kaum minoritas siapa takut, justru semakin mendekatkan diri pada Allah. Bukankah kelak kita di akhirat juga sendiri, tidak ada salahnya belajar mulai sekarang.

 

Nama              : Linda Dewi Wulandari

Sekolah           : Guru SMPN 9 Surakarta

 

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Solopos Institute

    Add comment