Soloensis

SOLOPOS DAN ANUGERAH

SOLOPOS DAN ANUGERAH
Disuatu pagi yang panas, hari itu Kuliah diundur menjadi minggu depan dan jadilah ke kampus hanya untuk mengisi presensi. Entah harus senang dengan semua itu, atau menyesali karena berangkat ke kampus tapi tak mendapatkan manfaat. Saat berjalan pulang saya dan seorang teman saya melewati sebuah motor yang ternyata milik seorang loper koran. Awalnya kami hanya melewatinya saja tanpa bermaksud membeli, namun belum sempat berjalan 100 meter kami berubah pikiran, berbalik arah kemudian membeli 2 buah koran SOLOPOS. Kami kantongi plastik dan kami bawa ke kosan yang tidak jauh dari tempat kami membelinya tadi.
Entah, saya merasa bau koran yang baru saja terbit dari percetakan itu harum harum mengesankan. Seperti ada rasa ketertarikan untuk memegang dan menjelajah isi koran tersebut. Saya langsung bergegas duduk di kursi ruang makan setelah saya sampai kos, saya baca satu per satu judul berita yang ada di koran SOLOPOS, kemudian saya menjadi teringat akan mimpi saya yang terasa mulai menjauh karena jalan yang saya tempuh sekarang menjadi lebih jauh, karena jalan yang pendek telah gagal saya lewati. Saya bercita cita menjadi penulus sejak kecil. Saya gemar jika ada materi mengarang bebas sewaktu SD. Namun ketika beranjak SMP saya mulai menambahkan level cita cita saya menjadi jurnalis, menulis apa apa peristiwa yang bisa mwnjadi berita dan dibaca oleh banyak orang. Simpel dan bermanfaat, pikir saya. Sempat mengikuti pelatihan jurnalistik yang diadakan oleh koran lokal ditempat saya tinggal. Beranjak SMA, saya semakin mantap menjadi jurnalis, saya membaca baca buku buku jurnalistik, namun ketika itu, saya lebih disibukkan dengan organisasi di sekolah, jadi sejenak saya kesampingkan mimpi saya tersebut. Menjelang UN, dan SNMPTN, saya mantap memilih Ilmu komunikasi di sebuah universitas di solo, yaitu, UNS. Namun beberapa kali saya coba memasuki prodi tersebut dengan berbagai jalur, tetap saja gagal. Dan akhirnya saya diterima di UNS prodi Pendidikan Bahasa Indonesia. Saya berpikir ini dapat menyelesaikan masalah karena saya merasa prodi ini masih bisa membawa saya menjadi seorang jurnalis. Iya, memang masih bisa, namun setelah beberapa bulan menjalani kuliah, bukan hanya untuk saya sendiri materi yang saya terima, saya menyadari, ini Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Saya dituntut menjadi tenaga pengajar, saya merasa sangat bodoh disitu. Berhenti kemudian merasa “Ah malangnya aku” seakan memang saya menolak menjadi seorang guru Bahasa Indonesia karena memang bukan kata hati saya.
Terlepas dari itu semua, saya menemukan sebuah berita berjudul “Dua Kandidat Ketua Bersaing melalui Debat”. Isi dari berita tersebut yaitu dua siswa SMPIT Nur Hidayah Solo yang sedang berdebat dalam pemilihan ketua OSIS. Saya baca berita itu dengan seksama, sebelumnya mereka telah melakukan serangkain seleksi sampai akhirnya melaju ke babak ini. Mereka masing masing bernama Ayungga Azka Hafid, dan Hans Zinskind, siswa kelas VIII. Masing masing dari mereka memaparkan visi misi, tentunya dengan tetap mencantumkan keislaman sebagai landasan kepimipinan mereka. Debat dibagi menjadi empat sesi. Sesi pertama kedua kandidat ditanya oleh tim panelis yang terdiri dari 3 guru. Sesi kedua giliran pertanyaan oleh para guru lain yang bukan panelis. Sesi ketiga dan keempat pertanyaan dari para siswa dan aktivis OSIS.
Setelah membaca berita itu, saya pun tersadar sesuatu. Saya memang tidak berkeinginan menjadi guru, meski saya sekarang sedang menjalani kuliah di FKIP Universitas Sebelas Maret Pendidikan. Saya menolak meski sedang menjalaninya. Namun setelah membaca berita tadi, saya menjadi tahu, bahwa sekolah, tempat saya akan bekerja nantinya, merupakan tempat yang penuh pembelajaran dalam berbagai hal, dan menjadi guru bukan pilihan terburuk yang saya punya. Bukan juga hal yang rendah didunia pekerjaan. Menjadi guru, bukan hanya sekedar mencari rupiah, tapi menjadikan manusia-manusia Indonesia sebagai pribadi baru dengan kemampuan baru yang terasah dan mampu diandalkan. Sungguh guru bukan sesuatu yang rendahan. Semoga saya bisa seterusnya percaya pada keyakinan saya saat ini. Guru adalah masa depan saya yang saat ini sedang saya lakukan prosesnya. Terimakasih SOLOPOS telah menjadi penarang bagi jalan saya saat ini. SOLOPOS telah menyadarkan saya betapa harusnya saya bersyukur atas rezeki yang dititipkan kepada saya. Terimakasih SOLOPOS.

Apakah tulisan ini membantu ?

Desyana

Mahasiswi FKIP-Pendidikan Bahasa Indonesia UNS. Bercita-cita ingin memjadi penulis tahun 2016.

View all posts

Add comment