Soloensis

Indonesia dalam Pusaran “Middle Income Trap”

Setiap negara memiliki sebuah parameter untuk mengukur seberapa besar pendapatan nasional yang dimiliki dalam kurun waktu tertentu. Metode yang digunakan juga beragam, namun yang paling banyak digunakan dan dinilai efektif adalah mengukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB). Secara garis besar PDB adalah nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi oleh negara itu sendiri dalam jangka waktu tertentu. Dengan menghitung besaran PDB maka negara dapat menentukan besarnya PDB per kapita atau yang lebih dikenal dengan istilah pendapatan per kapita.

Pendapatan per kapita merupakan pendapatan rata-rata dari penduduk dalam sebuah negara yang didapatkan dengan cara membagi besaran PDB dengan jumlah penduduknya. Tujuan dihitungnya pendapatan per kapita adalah untuk mengukur tingkat kemakmuran, tingkat kesejahteraan, dan tingkat pembangunan sebuah negara. Semakin besar pendapatan per kapita penduduk dari sebuah negara maka hal tersebut juga merefleksikan semakin tinggi tingkat kesejahteraan penduduknya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tingkat pertumbuhan PDB Indonesia 3 tahun terakhir mengalami kenaikan namun secara keseluruhan bisa dikatakan stagnan di angka 5%. Dimulai dari tahun 2016 sebesar 5,03%, tahun 2017 sebesar 5,07%, dan tahun 2018 sebesar 5,17%. Diketahui juga bahwa PDB 2018 mencapai Rp 14.837,4 Triliun atau sebesar US $ 3.927 PDB per kapita atau jika dirupiahkan sebesar 56 juta per kapita dengan total kontribusi tertinggi di wilayah Pulau Jawa yaitu mencapai 58,48%. Hal tersebut menunujukkan bahwa kontribusi perekonomian Indonesia masih tersentral di Pulau Jawa.

Akhir-akhir ini dunia perekonomian global sedang diterpa isu terkait middle income trap. Indonesia menjadi salah satu negara yang termasuk didalamnya. Pengertian middle income trap adalah suatu keadaan suatu negara yang berhasil mencapai tingkat pendapatan menengah, tetapi tidak dapat keluar dari tingkatan tersebut untuk menjadi negara maju dalam kurun waktu tertentu. Negara dalam kategori ini akan kehilangan keunggulan kompetitif dalam hal ekspor barang jadi karena upah pekerja di negara tersebut meningkat. Selain itu, negara tersebut juga akan kehilangan daya saing secara ekonomi dengan negara maju di pasar global yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi. Efeknya negara tersebut akan stagnan di pendapatan menengah serta menghadapi permasalahan pertumbuhan industri sekunder yang lambat dikarenakan investasi yang rendah dan kondisi lapangan pekerjaan yang kurang baik.

Indonesia dapat dikatakan termasuk dalam kategori negara middle income trap dikarenakan kecenderungan naiknya pendapatan per kapita secara stagnan dan belum juga mampu menjadi negara maju. Indonesia dapat dikatakan masih jauh dari kategori negara maju yang memiliki parameter yang dikeluarkan oleh World Bank yaitu untuk pendapatan per kapita sebesar US $ 12.056 atau berkisar Rp 171 juta. Dengan kata lain, Indonesia bisa dikatakan masih jauh untuk menjadi negara maju meskipun pendapatan per kapita terus meningkat. Disisi lain, Indonesia harus bekerja ekstra keras untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi hingga level 7% agar memenuhi kategori sebagai negara maju.

Tidak ada sebuah permasalahan yang tidak memiliki solusi. Begitu juga dengan permasalahan terkait middle income trap. Berikut 7 strategi yang dapat dipergunakan oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan pendapatan per kapita dengan tujuan utama yaitu mampu keluar dari kategori negara berpenghasilan menegah atau yang dikenal dengan middle income trap.

1.    Bonus Demografi

Seperti yang telah diketahui bahwa Indonesia sedang mengalami pelonjakan jumlah penduduk usia produktif atau yang dikenal dengan bonus demografi. Hal ini berdampak pada meningkatnya angkatan kerja di Indonesia. Pemerintah Indonesia diharapkan mampu merespon positif terkait hal ini serta mampu memanfaatkan momen ini. Hal tersebut karena dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja , potensi meningkatnya kualitas sumber daya manusia usia produktif yang dimiliki sekarang akan meningkat. Dengan kata lain semakin banyak generasi muda yang memiliki skill dan kreativitas serta ide atau gagasan untuk memacu peningkatan produktivitas. Selaras dengan sebuah teori yang diungkapkan oleh seorang ekonom (Kremer, 1993) yang menyatakan bahwa meningkatnya populasi di suatu negara akan menimbulkan semakin banyak para ilmuwan yang menemukan teknologi baru guna membantu pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

 

2.    Regulasi Terkait Harga Komoditas Global

Harga komoditas sangat dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan pasar. Dengan memanfaatkan keanekaragaman komoditas yang dimiliki Indonesia serta peranan Indonesia sebagai negara pemroduksi dan pengekspor komoditas, maka perlu adanya sebuah kebijakan atau regulasi dalam menangani permasalahan yang menyebabkan harga komoditas di pasar fluktuatif. Harga komoditas global yang melemah akan memberikan kesempatan Indonesia untuk memacu diversifikasi ekonomi. Disinilah peran dari regulasi pemerintah, dengan sebuah regulasi yang tepat sasaran beberapa faktor penyebab harga komoditas di pasar yang anjlok mampu teratasi.

 

3.    Padat Karya

Padat karya merupakan sebuah kegiatan dengan memanfaatkan tenaga manusia dengan sebanyak-banyaknya. Hal ini akan mendorong semakin luasnya lapangan pekerjaan. Dengan begitu kualitas serta keahlian dari tenaga kerja dapat tersalurkan. Disisi lain juga berimbas pada meningkatkan kualitas dan relevansi lulusan sekolah kejuruan yang notabene dipersiapkan untuk langsung terjun ke dunia kerja ataupun lulusan universitas lainnya dengan keahlian akademiknya. Semakin gencar padat karya diterapkan, semakin banyak tenaga kerja terserap. Imbasnya semakin merata pendapatan penduduk dan semakin meningkat kesejahteraan yang dirasakan oleh penduduk.

 

4.    Urbanisasi

Perpindahan penduduk dari desa ke kota memang sangat signifikan. Terbukti dengan semakin padatnya perkotaan yang ada di Indonesia. Tercatat pertumbuhan perkotaan di Indonesia merupakan yang tercepat di dunia dengan presentase 4% per tahun. Hal tersebut sangat mungkin bertambah bahkan dalam kurun waktu 6 tahun mendatang dapat diprediksi 68% penduduk Indonesia akan menghuni wilayah perkotaan. Dampak dari hal tersebut adalah meningkatnya permintaan perumahan dan konsumsi rumah tangga. Solusi yang tepat adalah meningkatkan infrastruktur di perkotaan secara tepat dan merata tanpa menghilangkan faktor efektif dan efisiensi sumber daya. Disisi lain, perlu adanya koordinasi antar lembaga pemerintahan melalui program tertentu untuk mengatur arus urbanisasi dengan menyesuaikan kondisi infrastruktur yang ada di kota yang akan dituju oleh para urban.

 

5.    Meningkatkan Permintaan Domestik

Peningkatan permintaan domestik merupakan sebuah strategi yang penting untuk meningkatkan perekonomian. Permintaan domestik sejalan dengan meningkatnya konsumsi rumah tangga dan konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT). Semakin besar permintaan domestik sejalan dengan daya beli untuk membeli produk inovatif dengan kualitas tinggi yang akan berdampak juga pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi.

 

6.    Meningkatan Ekspor

Ekspor dinilai sebagai komponen utama yang mendorong perekonomian negara semakin maju. Perlunya sebuah kreativitas dari generasi milenial untuk mencari ide dan peluang guna memproduksi barang untuk di ekspor ke mancanegara. Disisi lain, barang ekspor yang telah berjalan perlu dipertahankan dan ditingkatkan pangsa pasarnya. Sejauh ini ekspor Indonesia masih ditopang wilayah Jawa dan Kalimantan sejalan dengan ekspor di sektor pertanian, jasa dan pertambangan.

 

7.    Realisasi Investasi

Investasi merupakan faktor yang juga dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian sekaligus pendapatan per kapita suatu negara. Indonesia perlu menaikkan level investasi hingga angka 43% apabila ingin mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 7%. Realisasi investasi yang lambat akan berdampak melambatnya pertumbuhan ekonomi. Salah satu cara untuk menarik investor agar berkenan berinvestasi di Indonesia adalah dengan cara mengadakan proyek semisal proyek kerjasama infrastruktur.

Dari 7 hal tersebut ada satu hal lagi yang paling mendasar yang harus dimiliki oleh pemerintah Indonesia. Hal tersebut adalah kemampuan pemerintah Indonesia untuk menjaga momentum kenaikan pertumbuhan ekonomi yang telah terjadi. Dengan begitu maka Indonesia perlahan mampu mengantisipasi jebakan kategori negara berpenghasilan menengah (middle income trap). Disinilah peran pemerintah Indonesia secara dominan, karena pada dasarnya mempertahankan laju perekonomian justru lebih sulit dibandingkan dengan meningkatkan perekonomian yang telah tercapai.

 

Rizky Bayu Putranto, mahasiswa Politeknik Keuangan Negara Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN)

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Add comment