Soloensis

Semoga kemeriahan Final Piala Presiden tidak mubadzir

Masih teringat jelas betapa meriah dan hebohnya gelaran Final Turnamen Piala Presiden yang mempertemukan tim Persib Bandung dengan tim Sriwijaya FC. Pertandingan yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno Jakarta tersebut banyak menyedot perhatian publik. Betapa tidak, untuk pertandingan Sepak Bola selevel turnamen, keamanan Ibu Kota Jakarta harus siaga satu menghadapi duel tersebut. Hal ini dilakukan karena sejarah kelam antara kedua pendukung Persib Bandung (Bobotoh) dengan pendukung tim tuan rumah Persija Jakarta (The Jakmania). Hal itulah yang diprediksi akan terjadi jika Persib Bandung bermain di GBK. Sehingga pihak Polda Metro Jaya harus menetapkan status siaga satu. Bahkan menurut salah satu sumber biaya keamana untuk pertandingan tersebut lebih dari 5 Milyar dan melibatkan personil hampir 10.000 anggota. Sesuatu yang luar biasa untuk ukuran Sepak Bola Nasional.

Tidak sia-sia pertandingan yang disaksikan sekitar 80.000 penonton tersebut berjalan aman. Setidaknya tidak ada keributan besar yang terjadi, meskipun gesekan kecil terjadi sebelum pertandingan antara oknum suporter dengan pihak keamanan. Apresiasi juga patut diberikan kepada pimpinan daerah masing-masing peserta Final dan tuan rumah yang menjalin koordinasi sebelum pertandingan. Bahkan Ridwan Kamil selaku Walikota Bandung mengunjungi dan memberi hadiah akik berwarna oranje kepada pimpinan The Jakmania sebagai simbul persaudaraan dan perdamaian. Tentu hal semacam ini memberikan kenyamanan batin bagi kedua belah pihak yang selalu bertikai, sehingga The Jakmania bisa menerima kehadiran Bobotoh di wilayah “kekuasaan” mereka. Bahkan dibeberapa sudut Ibu Kota terpampang ucapan selamat datang bagi Bobotoh dari The Jakmania.

Partai final yang dimenangkan Persib Bandung dengan skor 2-0 tersebut juga menjadi pelepas dahaga bagi pecinta sepak bola Nasional yang kini belum bisa menonton dan menikmati Liga Indonesia yang tengah vakum aktifitas dikarenakan dibekukannya federasi (PSSI) oleh Pemerintah (Kemenpora). Sehingga banyak pihak yang mempertanyakan arah persepak bolaan Nasional setelah partai final ini. Sebagai penikmat dan pecinta Sepak Bola tanah Air, tentu dengan melihat apa yang terjadi di Final Piala Presiden kemarin kita menjadi optimis. Setidaknya secara pribadi saya menila penyelenggaran Final kemarin Sukses dari segala ancaman dan salut untuk Bobotoh dan The Jakmania yang mampu memperlihatkan sikap yang dewasa dengan menahan diri dari tindakan anarkis.

Tanpa melihat kebelakang perseteruan antara Kemenpora dengan PSSI, semestinya keberhasilan ini bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Pemerintah (Kemenpora). Ini adalah momentum yang pas untuk menemukan solusi setelah Kemenpora membekukan PSSI. Apakah harus membentuk federasi baru atau mengganti para pengurusnya tentu kita masih menantikan. Penyelenggaraan turnamen semacam ini memang bukan solusi jika patokan kita prestasi Tim Nasional. Pemerintah melalui Kemenpora harus segera merancang sistem kompetisi yang akan memaksa para pemain kita untuk bertanding dalam jangka waktu yang lama dan tensi yang tinggi. Karena dalam proses kompetisi lah empat komponen dasar seorang atlit yang berupa kemampuan fisik, strategi, teknik, dan mental akan terbentuk.

Selain itu masalah klasik bentrok antar suporter yang sudah menjadi langganan, saya yakin kita mampu menjadi penonton yang baik. Ini terbukti dari rivalitas antara Bobotoh dan The Jakmania yang bisa diminimalisir. Meskipun dengan upaya yang tidak mudah dan butuh dana keamanan yang cukup besar. Melihat Final kemarin dana sebesar apapun tidak lebih berarti dibanding makna Sepak Bola sebagai alat pemersatu bangsa. Jika kedepan Kemenpora berhasil menciptakan kompetisi yang kondusif dengan meminimalisir gesekan antar suporter tentu bisnis atau industri Sepak Bola secara otomatis akan berjalan dengan sehat. Para sponsor akan belomba-lomba untuk menjadi sponsor utama. Dan ujungnya kesejahteraan pemain akan meningkat. Dan akhir semuanya dalam jangka menengah hingga panjang Prestasi secara otomatis akan mengikuti. Dan poin itulah yang selama ini kita rindukan, yakni Prestasi Tim Nasional. Dengan kondisi seperti ini kita tidak perlu terburu-buru bermain di kancah Internasional. Kita beri waktu Kemenpora untuk membenahi dan mengobati “penyakit” Sepak Bola kita. Jangan sampai kemeriahan Final Piala Presiden kemarin mubadzir.

Semoga saja…

Apakah tulisan ini membantu ?

Add comment