Soloensis

Hidup Bersama Perbedaan

_b9865ec2-e966-4459-8258-05026b72a34a

Pernahkah kalian berpikir, bahwa kita hidup di Tengah perbedaan. Bukan perbedaan suku, agama, ras tetapi juga dengan perbedaan fisik, kemampuan, dan lain sebagai. Mungkin sebagian orang tidak menyadari hal itu. Namun itu terjadi pada diri saya, yang Dimana dari kecil sudah hidup Bersama perbedaan itu. Yang dari awal tidak suka dengan perbedaan hingga peduli dengan perbedaan.

                Berawal dari aku kecil, yang Dimana bersekolah di salah satu sekolah yang memiliki siswa berkebutuhan. Bisa di bilang semenjak masuk di sekolah itu aku mulai mengenal istilah autisme. Sebetulnya saat masuk disana tidak peduli dengan orang orang yang berkebutuhan khusus. Layaknya anak kecil biasa, pastinya mencari teman yang dapat di  ajak bermain. Sehingga orang yang berkebutuhan di anggap aneh dan tidak memiliki teman. Emang seperti diskriminasi terhadap orang penyandang autisme.

                Karna aku termasuk orang yang tidak suka hal baru, dan menggap aneh apa yang belum aku lihat. Pada awalnya menurut saya autisme adalah orang yang aneh saat saya pertama kali lihat. Jadi saya mulai menjauh teman teman yang memiliki kemampuan khusus tersebut. Akan tetapi saya pun juga masih bermain Bersama teman yang mirip denganku. Sangat sulit sekali Bagi anak kecil untuk menerima perbedaan fisik dan mental.

                Setalah naik ke kelas dua, pemikiran perbedaan itu sudah mulai kurang. Karna Guru guru juga salalu mengingatkan bahwa kita itu sama, dan jangan saling memilih milih teman. Meski begitu ada teman yang tidak suka dengan anak autisme. Meski mereka mulai paham dengan keadaan autisme. Tatapi masih banyak juga teman saya waktu itu yang peduli tentang autisme. Mereka juga masih bermain Bersama mereka. Hingga ada yang penasaran atau ingin lebih mengenal mereka.

                Saya banyak cerita tentang autisme, waktu saya berada di sekolah dasar. Ada beberapa mereka memiliki  kekurangan tetapi di anugerahi dengan kemampuan khusus. Seperti kakak kelas saya, memiliki fisik yang kurang tetapi ia memiliki keterbatasan mental. Setiap kali bertemu dan berpapasan dengan dia, sungguh sangat mengerikan. Ia memukul bagian leher dengan tangannya berkali kali, dan juga mengeluarkan suara yang aneh. Umurnya sangat berbeda jauh dengan teman sebaya. Ia ke mana mana juga di temani dengan guru pendampingnya. Tetapi ia memiliki kemampuan spesial dengan hafal banyak surat surat dalam alquran.

                Selain itu teman kakak saya yang kebetulan kakak kelas saya juga penyandang disabilitas. Ia sangat kesulitan dalam berbicara dan juga mendengar. Tetapi ia memiliki kemampuan yang tidak di miliki orang lain, yaitu seni pantomim. Ia sangat ahli dalam pantomim hingga masuk ke perlombaan yang berskala besar. Ia juga di liput oleh banyak media hingga masuk ke dalam sebuah koran. Membuat sekolah terkenal dengan pantomim dan membuat ekskul pantomim. Orang tua ku pernah bicara dengannya tetapi aku tidak paham apa iya katakana. Tetapi banyak orang yang ingin berteman dengannya. Hingga mereka dengan suka rela belajar Bahasa isyarat dengan guru yang mendampingnya, demi bisa berkomunikasi dengan lancar. Hingga saat ini ia menjadi orang yang berhasil pada bidangnya.

                Di kelasku sendiri saat sekolah dasar, terdapat beberapa anak yang memilik keterbatasan mental. Ia suka sekali dengan alat transportasi. Banyak teman temanku yang berteman denganya. Sering sekali bermain seolah olah ia menjadi transportasi kerta, dengan diikuti teman yang lain menjadi gerbongnya membulynya. Memutari lapangan seolah olah itu jalur keretanya. Tidak ada yang karna mereka tau itu adalah keterbatasannya. Selain menjadi kereta ia juga pernah seolah olah menjadi bis. Teman teman yang lain hanya melihat di sampingnya, sambil menertawakan perilakunya. Mereka tertawa karna tingkah lakunya yang sangat lucu. Pada saat se6elah Idul Adha, yang Dimana umat muslim menyembelih hewan kurban. Kami sering sekali berpura pura bermain menyembelih hewan kurban bersamanya. Ia berpura pura memotong leher seseorang yang Dimana ia anggap hewan kurban. Dan melantunkan takbir pada saat menyembelih maupun tidak.

                Selain itu di sekolah dasar saya juga ada anak anak normal yang membutuhkan bimbingan lebih lanjut. Mereka di fasilitasi oleh sekolah dengan tambahan guru pendamping. Beda dengan anak anak berkebutuhan, mereka hanya seperti lama saat berpikir. Maka dari mereka membutuhkan bimbingan lebih lanjut. Mereka saat Pelajaran juga harus di damping, tidak seperti siswa biasa yang langsung paham dengan pelajarannya, mereka harus di jelaskan secara pelan dan perlahan. Saat di luar jam Pelajaran atau sepulang sekolah, ada beberapa anak yang suka membuly atau mengejek mereka karna keterbatasan mereka. Meski begitu masih bayak orang menggap hal itu hanya candaan, di karena kan mereka masih kecil dan belum tau apa yang benar atau pun salah.

                Meski begitu di sekolah dasar tersebut di lengkapi dengan fasilitas yang mendukung untung orang yang memiliki kemampuan khusus dan kekurangan. Seperti setiap yang sudah disebutkan d atas, bahwa setiap orang yang berkebutuhan di dampingi oleh satu guru pendamping. Setiap guru pendamping juga disesuaikan per siswanya. hampir setiap bagian dan juga di fasilitasi jalan untuk kursi roda. Terlebih lagi di sekolah tersebut adab ruang khusus yang ditunjukkan untuk terapi dan melatih siswa berkebutuhan. Tidak semua siswa tau apa di dalamnya. Tetapi yang saya pernah lihat berisi alat terapi motorik, seperti mainan.

                Atas kekurangan dan kelebihan sekolah tersebut, menurut saya sekolah tersebut sudah sangat mendukung untuk anak berkebutuhan. Dengan fasilitas yang ada di dalamnya. Seperti untuk membantu berkomunikasi dan juga mobilitas sosial mereka. Dan saya mulai berpikir, bahwa ruang publik dan Masyarakat harusnya menerapkan hal yang sama seperti sekolah tersebut. Seperti fasilitas untuk kursi roda, yang Dimana masih sedikit yang ada. juga banyak Masyarakat yang masih belum tau apa itu berkebutuhan khusus, hingga berpikir macam macam tentang mereka.

                Setlah saya lulus dari sekolah tersebut, saya berlanjut masuk ke sekolah mengah pertama, disana saya hanya melihat beberapa perbedaan. Meski begitu perbedaan di sinilah yang paling biasa namun juga mengerikan  menurut saya sendiri. Karena hanya perbedaan suku dan ras. Yang Dimana saya sudah dapat di sekolah sebelumnya. Tetapi di sekolah inilah yang menghargai antara perbedaan suku dan ras. Jarang sekali ada kasus perundungan karna perbedaan suku dan ras. Mereka bermain Bersama tanpa memandang ras dan suku.

                Tetapi disinilah masalahnya, ada beberapa dari mereka yang memandang kelas sosial dan juga fisik. Banyak yang bermain secara kelompok disana. Biasanya kelompok tersebut berisikan kelas sosial yang sama. Selain kelas sosial kelompok kelompok tersebut terkadang terbentuk karna keahlian dari mereka masing masing. Jika kita tidak bergaul maka kita juga tidak dapat teman disini. Banyak sekali teman saya yang hanya mendapatkan satu hingga 2 orang teman saja. Dan ada beberapa orang yang menjauhinya juga.

                Setalah lulus dari sekolah menengah pertama, aku lanjut ke sekolah menengah akhir. Di sinilah aku merasa sangat ada perbedaan. Di karena kan dari tk hingga sekolah menengah pertama. Di  sekolah menengah akhir ini aku merasakan cukup banyak perbedaan, di karena kan di sekolah sebelumnya yang berisi agama yang sama. Di sekolah ini cukup banyak sekali perbedaan seperti; agama, ras, budaya, bahasa, etnis, dan lain sebagainya. Tetapi ini bukan pengalaman ku yang pertama, karna dahulu aku juga memiliki teman yang memiliki etnis, budaya, hingga agama yang berbeda.

Meski begitu ini pengalaman pertama bagi ku untuk bersekolah bersama perbedaan yang sangat beragam. Tetapi saat aku kelas sepuluh, aku memasuki kelas yang beragama Islam saja. Tetapi disana masih banyak perbedaan yang dapat di ceritakan. Dan perbedaan inilah yang memulai cerita di sekolah ini.

Pada saat kelas sepuluh, ada teman yang berasal dari Papua. Dia orang Jawa hanya saja tinggal di Papua dan balik ke Jawa. Ia sangat pendiam sekali, dan jarang berbincang dengan teman teman lainya. Dan juga ada beberapa teman yang kadang mengejeknya terlebih lagi yang cowok. Mengejek yang di sini yaitu membuat candaan dari seseorang. Meski tidak terlalu kasar, tetapi menurut saya itu sangat tidak baik untuk di lakukan.

Dalam bersekolah pun ia juga memiliki kendala di dalam bahasa. Di karena kan banyak guru guru di beberapa mata pelajaran yang menggunakan bahasa Jawa. Di karena kan itu ia tidak bisa bahasa Jawa maka ia kesulitan dalam bahasa Jawa. Tetapi banyak guru yang mewajarkan, dan juga guru tersebut berusaha menjelaskan dengan bahasa Indonesia. Meskipun itu pelajaran bahasa Jawa pun, guru tetap mencoba menjelaskan dengan bahasa Indonesia. Menurutku itulah perwujudan toleransi dalam guru dan siswanya.

Selain itu juga, siswa di kelasnya juga berusaha komunikasi di kelas menggunakan bahasa Indonesia. Ia pun juga tak segan belajar bahasa Jawa. Dan juga beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Meski ia dari lahir dari Jawa, ia di besarkan di Papua. Sehingga perlu adaptasi termasuk budaya dan bahasanya. Seiring berjalan nya dengan waktu kini ia mempunyai teman, tidak seperti dulu yang jarang sekali orang yang mau berteman.

Selain teman, saat kelas sepuluh baru pertama kalunya dapat guru yang berbeda agama. Di karena kan dari dulu bersekolah Islam, guru guru mengajar dengan disertai ilmu agama. Berbanding terbalik saat di sekolah mengah atas ini yang jarang menyinggung soal ilmu agama, kecuali pelajaran agama. Meski saat itu kelas ku seluruhnya beragama Islam, tetap guru menanyai agama kepada seluruh siswa jika menyelipkan ilmu agama di dalamnya. Menurutku itu cukup baik sekali dalam toleransi, sehingga tidak adanya saling tersinggung.

Tetapi banyak juga guru yang fokus ke pendidikan moral yang relevan dengan semua agama. Seperti saling toleransi dan menghormati agama lain. Soal menghormati kelasku dulu hampir terkena kasus tersebut. Kelas  yang berlokasi di dekat mesjid. Yang Dimana saat waktu Shalat, lebih tepatnya waktu ishoma (istirahat Shalat makan) kelas saya berisik dan menggagu orang Shalat. Sehingga banyak guru yang menugur. Hingga lama kelamaan teman teman kelas saya sudah mulai bisa tahu kondisi dan keadaan. Sehingga dapat saling toleransi.

Selain itu saat masuk sekolah mengah akhir, aku juga masuk ke organisasi bernama mpk (majelis perwakilan kelas). Disana aku pertama berteman dengan beda agama di lingkungan sekolah. Di dalam organisasi tersebut banyak sekali perbedaan yang ada. Dan disana juga aku belajar menguatkan toleransi.

Salah satu contoh toleransi di organisasi tersebut yaitu dalam mengadakan rapat maupun Event. Dalam mengadakan sapat maupun Event kita semua berdiskusi salah satunya waktu pelaksanaan. Di karena kan hampir anggota organisasi memiliki kesibukan masing masing salah satunya yaitu ibadah mereka. Ketua organisasi atau pun ketua pelaksana Event selalu bertanya, apakah pada tanggal sekian ada Event atau acara dari agama atau pun perorangan. Jika ada acara yang penting maka kita mendiskusikan ulang hingga menemukan tanggal ya cocok. Sehingga di dalam organisasi tidak ada perpecahan atau masalah internal yang melibatkan perbedaan agama. Kita salalu menerapkan toleransi dalam organisasi. Dan juga menerapkan sikap solidaritas yang tinggi.

Saat saya naik ke kalas 11, saya menemukan teman teman baru. Dikarenakan adanya pengacakan siswa pada setiap kelas. Pada saat itu ternyata pada pertengahan semester terdapat anak baru. Kita semua di kelas tidak berakseptasi apa pun terhadap dia saat belum masuk. Ternyata dia seorang penyandang disabilitas. Ia memiliki tubuh yang kecil, tidak seperti teman temanya yang bertubuh tinggi. Dikarenakan kelainan maka tubuhnya pendek seperti kurcaci.

Pada hari pertama masuk, ia sama sekali tidak ada perundungan terhadap ia. Orang orang di kelas semua peduli terhadapnya, karna mereka tahu bahwa jika kita di posisinya maka akan kesusahan juga. Terlebih lagi semua orang di kelas berusaha akrab denganya dan bermain bersama. Memang pada awalnya semua canggung, tetapi lama kelamaan semua mulai akrab dengan. Tanpa mempedulikan fisiknya.

Meski teman teman di kelas bisa menerimanya. Tetapi orang orang di sekolah banyak yang membicarakannya. Tak semua membicarakan yang baik, namun banyak juga yang membicarakan hal negatif. Sempat terdengar di telingaku ada yang ingin membullynya. Tidak tahu itu bercanda atau tidak, tetapi menurutku itu hal yang tidak baik untuk di buat bahan bercanda.

Dia juga kesulitan dalam berbahasa daerah. Meski ia terlahir di Semarang, tapi ia di besarkan di daerah Jawa barat. Sehingga kesulitan dalam komunikasi dengan berbahasa Jawa. Terlebih lagi dalam pelajaran bahasa Jawa. Meski begitu banyak guru yang peduli denganya. Guru gu8ru juga menghargai perbedaan yang ada, tanpa memedulikan fisiknya. Guru menganggap bahwa semua murid itu sama. Memperlakukan semua dengan adil.

Memang masa SMA sangat banyak toleransi di banding masa masa sebelumnya. Tetapi selain berada di sekolah saja. Toleransi juga berada di di keluarga ku. Aku memiliki sorang saudara beragama non Islam. Waktu saudara ku ke solo, dan waktu itu perayaan natal. Pamanku pernah menanyakan lokasi geraja untuk ia ibadah. Selain itu saat makan makanan haram pun kamu saling toleransi. Misalnya mereka tidak menggoda atau menawariku, dan juga aku tidak tertarik dengan itu.

Bisa di bilang lingkungan keluarga juga cukup tinggi toleransinya. Banyak hal hal yang mencakup toleransi selain yang sudah aku ceritakan.  Walaupun kami berbeda secara agama di karena kan ada beberapa yang berbeda agamanya. Dan juga bahasa, yang Dimana perbedaan bahasa di Jawa tengah dan juga Jakarta sungguh sangat berbeda. Meski begitu di keluarga saya sangat tinggi toleransinya. Dan juga setiap perayaan hari raya kami salalu saling mengucapkan selamat pada hari raya tertentu. Juga waktu ziarah makam, yang Dimana disana berisi perbedaan dalam doa. Dan disana pula terjadi toleransi. Meski berbeda kami tidak saling singgung menyinggung agama orang lain. Dan saling peduli satu sama lain.

Selain dari sekolah dan lingkungan keluarga. Aku juga mendapatkan toleransi dari lingkungan masyarakat, lebih tepatnya di tempat tinggalku. Di Komplek ku sendiri terdapat berbagai macam etnis, budaya, agama, dan bahasa. Meskipun beraga, kami di menerapkan nilai nila Pancasila didalam-Nya. Banyak sekali cerita yang menggambarkan toleransi di dalam lingkungan sekitarku ini. Dan kami juga sangat jarang sekali berkonflik di dalamnya, malah tidak pernah sama sekali terkena konflik perbedaan ini. Maka dari itu lingkungan di sekitar rumah bisa di bilang aman, rukun, dan tenteram

Salah satu cerita dari toleransi di lingkungan Komplek tempat tinggal ku, yaitu saat lomba  tujuh belas Agustus. Waktu dahulu tujuh belas Agustus pernah di laksanakan pada waktu bulan puasa. Seluruh warga di Komplek ku termasuk yang muslim mengikuti acara tersebut. Di salah satu lomba terdapat lomba  makan kerupuk. Panitia pun berpikir bagaimana lomba tersebut dapat di lakukan oleh semua agama yang mengikut. sehingga lomba tersebut di undur hingga azan magrib, tepat saat waktu umat muslim berbuka puasa. Sehingga yang beragama muslim dapat mengikut lomba tanpa membatalkan puasa.

Terdapat cerita pula di lingkungan Komplek saya juga akan di dirikan mesjid bagi masyarakat umat muslim. Resi yang terjadi pun umat non Islam juga meminta didirikan tempat ibadahnya di lingkungan sekitar. Sehingga tempat ibadah pun tidak jadi didirikan. Bukan karna reaksi umat non muslim juga. Karna saat mendirikan tempat ibadah tersebut butuh pengurus, dan juga membutuhkan orang yang memimpin saat ibadah. Non muslim pun juga membutuhkan hal yang sama sehingga tidak jadi di bangun keduanya.

Selain itu pula saat terjadi acara besar perayaan di semua acara. Contoh saja saat terjadi perayaan hari raya Idul fitri atau Ramadhan. Biasanya orang tua saya membagi beberapa hempers atau makanan lebaran seperti kue kering ke tetangga sekitar yang akrab dengan saya. Saat hari raya natal misalnya, tetangga ku juga  memberikan hempers natal kepada orang tuaku. Pernah terjadi pula saat di rumahku kelebihan banyak daging kurban saat perayaan Idul Adha. Orang tua ku pernah memberi kan daging tersebut ke tetanggaku yang beragama non Islam. Saling memberi antar sesama saat perayaan hari raya pada masing masing acara besar sudah seperti tradisi sendiri. Juga mempererat hubungan antar masyarakat beragama, sehingga tidak menyebabkan masalah intoleran di sekitarnya.

Selain berbagai antar tetangga. Kami juga membagi bingkisan acara keagamaan kami kepada satpam yang menjaga lingkungan sekitar Komplek kami. Setiap acara besar seperti, hari raya natal, Idulfitri, dan sebagainya. Pos satpam yang menjaga lingkungan sekitarku penuh dengan bingkisan dan hempers. Selain itu juga tetangga juga sering membagi makanan kepada satpam yang menjaga lingkungan kami. Meskipun mereka berbeda agamanya dengan mereka yang memberi. Tetapi mereka saat ikhlas membaginya. Selain itu juga satpam kami, dengan sukarela membantu warga yang kesulitan tanpa melihat suku, agama, maupun rasnya. Sikap tolong menolong dan saling berbagi di Komplek ku sangat kental sekali. Sehingga jarang menyebabkan konflik sosial di dalamnya.

Selain itu dari kecil aku juga suka bermain dengan teman teman kami di Komplek. Kita memiliki sangat banyak perbedaan, termasuk yang paling mencolok yaitu perbedaan agama. Meski kami berbeda kami sangat menjunjung nilai nilai toleransi. Kami bermain tanpa saling mengejek sara. Dahulu waktu saya bermain pada jam sore, ada teman saya bermain sambil memakan daging babi. Kami pun sangat toleransi denganya, dan ia juga toleransi pada kami. Kami tidak ingin makanan tersebut. Dan mereka juga tidak membuat kami mau makanan tersebut. Sungguh sangat toleransi sesama umat agama.

Selain itu waktu kami puasa pula, kami juga sering bermain bersama. Kami bermain bersama seperti biasanya, meskipun kami bermain dalam keadaan puasa. Waktu jajan pun kami juga memilik8 toleransi yang tinggi. Mereka tidak mengajak kami untuk membatalkan ibadah puasa kami. Dan kami yang berpuasa juga memiliki iman yang kuat agar tidak tergoda. Sehingga dapat bermain bersama dengan toleransi. Menjadikan tanpa ada permusuhan di antara kami dan juga perpecahan yang ada.

Kami juga pernah kedatangan teman teman baru dari luar solo, meskipun sekerang mereka sudah pindah. Salah satunya dari Papua. Saat di Komplek kami, kami kehadiran dari teman berasal dari timur. Kami waktu itu bermain denganya dengan rukun. Meskipun awal awal kami sempat berpikir buruk padanya. Kami bermain bersama dan menjadi temanya selama di Komplek kami. Kami tidak mempermasalahkan etniknya maupun agamanya. Hingga waktunya tiba, ia pergi dari Komplek kami.

Selain dari daerah timur, kami juga kedatangan dari Jawa barat. Teman ki8ta yang satu ini cukup unik. Ia terkadang tinggal sendirian karna orang tuanya yang lanjut berkuliah di uns. Jadi kami sangat sering main bersamanya. Kami juga mengajar budaya seperti bahasa kepadanya. Dan kami juga belajar budayanya. Sehingga kami mendengar istilah istilah baru yang baru kami dengar.

Selain itu aku juga pernah bermain bersamanya, dari pagi hingga sore saat bulan Ramadhan. Setelah sahur kami berangkat ke mesjid bersamanya, setelah Shalat kami pulang ke rumah masing masing sebentar dan keluar pada pagi hari untuk bermain. Kami biasanya main pada pagi hari, mutar mutar kampung, hingga kehausan. Meski kami kehausan kami saling menguatkan untuk tidak membatalkan puasa kami. Setelah dhuhur kami pun juga lanjut main, meski kepanasan kami tidak membatalkan puasa kami. Meskipun ada teman kami yang makan atau jajan kami juga tidak ada niatan untuk membatalkan puasa kami.

Begitulah kehidupan ku, penuh toleran dan keberagaman yang ada. Semakin beriringan waktu pula aku pun belajar toleransi. Dari yang awal tidak terlalu peduli dengan toleransi, menjadi peduli dengan toleransi. Dan juga belajar menghargai perbedaan. Dahulu aku tidak begitu peduli dengan difabel. Hingga sekarang aku peduli dengan difabel. Memang pelajaran terbaik yaitu pengalaman hidup. Dan semoga saja masyarakat kita bisa menjalani hidup bertoleransi dan menghargai perbedaan. Tanpa adanya perpecahan. Terlebih lagi di Indonesia penuh dengan perbedaan. Jika tidak ada toleransi maka bisa hancur negeri kita ini. Selain toleransi dan menghargai perbedaan di harapkan juga kita selalu menerapkan Pancasila di kehidupan kita. Karena Pancasila merupakan ideologi pendiri bangsa yang harus kita amalkan dan kita lestarikan kepada anak cucu kita.

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Add comment