Soloensis

UNIK, HIDUP BERDAMPINGAN MERAJUT TOLERANSI DALAM KEBERAGAMAN

“Woow, luar biasa “ itulah komentar yang spontan muncul ketika masyarakat umum melintas di jalan Gatot Subroto tepatnya di komplek GKJ Joyodingratan Solo, pada saat menjelang Idul Adha pada setiap tahun.Disepanjang  trotoar depan gedung  gereja tampak  beberapa sapi  dan kambing milik jemaah Masjid Al-Hikmah Solo , hewan yang akan disembelih pada  hari raya Idul Adha ditempatkan sementara dan yang pasti  moment ini menjadi hiburan  masyarakat sekitar. Pemandangan unik ini rutin terjadi setiap tahun menjelang hari Raya Idul Adha dan tentunya menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat sekitar.

Dengan   dipagari bambu  dan diberi tali melingkar sekitar 30m2 dan  di  alasi terpal,   sekitar 10 ekor sapi dan 10 ekor kambing milik jemaah masjid Al Hikmah   diparkir sekitar 1 hari  di trotoar depan komplek gereja GKJ Joyodiningratan  , sebelum disembelih atau dikorbankan pada hari raya Idul Adha. Kebetulan gedung gereja GKJ Joyodiningratan bersebelahan dengan gedung masjid Al –Hikmah Surakarta.

‘Amazing !!!’ dan “ lho kok bisa ? “atau “Lho, kok gerejanya  dipakai sebagai kandang sapi untuk hewan qurban?” dan “ Kok gerejanya tidak komplain, ya?” itu pertanyaan yang sering muncul  dari setiap orang yang melintas di depan gereja tersebut.Ada rasa heran yang mendominasi pikiran bagaimana awal dari fenomena ini bisa terjadi dan berlangsung pada setiap tahunnya. Fakta di lapangan ternyata kejadian unik terkait toleransi yang indah antara GKJ Joyodiningratan dan Masjid Al –Hikmah Solo yang hidup berdampingan sudah lama terjadi. Kebersamaan dan kejasama keduan nya  dari waktu ke waktu terus dibangun dan bertahan, terlebih ke 2 rumah ibadah itu dibangun bersebelahan dalam 1 alamat yang sama yaitu jalan Gatot Subroto No.222 Solo.

Sebagai bagian dari jemaat GKJ Joyodiningratan, saya  sedikit banyak paham sejarah keberadaan Masjid Al-Hikmah dan GKJ Joyodingratan Surakarta yang bersebelahan dan berada pada alamat yang sama. Sejarah mencatat bahwa GKJ Joyodiningaratan awalnya  pada tahun 1929 berlokasi di Daerah Danukusuman Solo tepatnya di gedung SD Kristen Danusuman Solo. Oleh karena perkembangan jemaat, maka mencari lokasi baru yang lebih luas. Kemudian membeli tanah di daerah Joyodiningratan yang konon adalah milik orang muslim dan  dibangun pada tahun 1939 yang merupakan lokasi saat ini. Tanah itu dibeli oleh gereja dan oleh pemilik memang disisakan sekitar seperempat bagian   untuk dibangun  mushola yang sekarang menjadi masjid Al Hikmah  dan pembangunannya terjadi pada tahun 1947. Jadi bisa dikatakan, keberadaan dua tempat ibadah ini memang dibangun secara sengaja dan kerukunan itu diwariskan turun menurun kepada generasi selanjutnya.

Dalam wawancara singkat dengan Pendeta GKJ Joyodiningratan, Nunung Istininghyang pada Jumat 8 Maret 2024, banyak disampaikan hal hal yang mendasari dan melatar belakangi terjadinya hubungan yang baik dan harmonis antara GKJ Joyodiningratan dan Masjid Alhikmah Solo, diawal wawancara beliau menyampaikan “ Saya ingat bahwa sebagai pendeta baru waktu itu, saya mendapat pesan dari pendeta sebelumnya untuk menjaga kerukunan dengan masjid. Hal yang sama juga dilakukan di masjid, dimana pengurus baru pun selalu diberi tahu atau pesan untuk menjaga kerukunan dengan gereja”.   Menurut baliau selama kurun tahun hubungan GKJ Joyodiningratan dengan Masjid Al Hikmah berjalan baik, artinya tidak ada konflik di antara keduanya. Kebetulan tempat ibadah berdampingan, “ Hidup dengan rukun dan kunci dalam menjaga hubungan yang baik adalah kesadaran akan kebutuhan bersama untuk bisa melaksanakan ibadah sesuai keyakinan dan komunikasi yang baik, dan menata agar jadwal acara besar masing masing  tidak dilaksanakan dalam waktu bersama an’.

Pendeta Nunung menambahkan bahwa sejauh ini tidak ada kendala dalam hubungan antara gereja dengan masjid. Pengurus masjid dan majelis gereja dapat berkomunikasi dengan lancar, baik bertemu secara langsung atau via telepon.Komunikasi selama ini lebih informal. misalnya ketika ada acara di masjid, maka pihak masjid akan memberi tahu ke gereja dan sebaliknya. Jadi acara besar tidak diadakan bersama agar bisa dilakukan dengan khusuk dan juga karena lahan parkir yang terbatas” imbuh Pendeta Nunung dalam penjelasannya.

Keharmonisan antara gereja Joyodingratan dan masjid Al Hikmah  Solo  ternyata terjadi pada setiap perayaan hari besar, misal pada saat hari raya Idul Fitri yang kebetulan jatuh pada hari minggu, pihak gereja dengan penuh kesadaran meniadakan kebaktian pagi jam 06.30 dan jam 09.00 dan memindahkan jam ibadah pada minggu sore dan malam untuk memberi kesempatan jemaah masjid supaya bisa melaksanakan sholat Ied didepan masjid dan di jalan depan gereja.Begitu juga ketika ada kegiatan perayaan hari besar Kristiani misal hari Paskah, Jumat Agung dan perayaan Natal, masjid Al Hikmah dengan penuh kesadaran tidak menggunakan  pengeras luar tapi digantikan dengan loudspeaker dalam supaya keduanya bisa berjalan dengan harmonis.

Apa yang melatarbelakangi terjadinya kerjasama diantara 2 tempat ibadah itu? Ada kerjasama yang dibangun untuk menjaga toleransi yaitu komunikasi dan saling menghargai hingga nampak harmonis dan selaras sampai saat ini.Ternyata kuncinya ada pada kerjasama , komunikasi dan saling menghargai.Jika ke tiga hal tersebut terus dijaga maka hubungan yang baik akan semakin baik dan toleransi antar umat beragama dalam lingkup GKJ Joyodingratan dan umat muslim Masjid Al Hikmah Surakarta akan terus tumbuh dan makin tebal. Uniknya selama ini kerjasama secara  tertulis tidak ada, tetapi ada warisan  berupa bangunan berbentuk “tugu lilin” diantara gereja dengan masjid. Tugu lilin tersebut konon dibangun untuk terus mengingatkan komitmen supaya tetap hidup rukun dan damai.

Karena keunikannya ada banyak tamu baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang mengagumi dan menjadikan kerukunan GKJ Joyodiningratan dengan Masjid Al-hikmah sebagai berita, bahan penelitian , sekedar berkunjung atau hal lainnya. Mereka yang pernah datang antara lain dari sekolah baik sekolah Negeri dan sekolah berlatar belakang agama, anggota DPRD kota, Wali kota , perwakilan mahasiswa dari beberapa kampus di Indonesia dan Luar Negeri, Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB), dan wartawan baik lokal , Nasional ataupun Internasional. Para tamu yang datang banyak bertanya tentang rahasia apa yang dipakai hingga toleransi yang indah bisa terwujud dan terawat sampai sekarang.

Dari pengamatan penulis, ternyata ada 2 faktor yang mempengaruhi terjalinnya kerukunan dan toleransi antara jemaah Masjid Al-Hikmah dan Jemaat GKJ Joyodiningratan , yaitu Faktor internal adanya kesadaran dari dalam  jemaat gereja dan jemaah masjid untuk menjaga kerukunan. Hal ini dilakukan dengan terus menceritakan soal komitmen dari leluhur ke generasi berikutnya untuk terus menjaga dan merawat toleransi dan kerjasama yang sudah ada . Faktor eksternal yaitu dukungan dari pemerintah kota. Dimana hubungan rukun antara gereja dan masjid dihargai dengan menjadikan gereja dan masjid sebagai cagar budaya dalam hal kerukunan dan hal itu yang mendasari sampai saat ini tidak pernah ada gesekan antara gereja dengan masjid.

Banyak warga Gereja bangga menjadi bagian dari GKJ Joyodiningratan karena memiliki kehidupan yang rukun dengan jemaah Masjid Al-Hikmah dan tentunya kerukunan ini bisa menjadi bukti nyata akan kasih kepada semua orang, sekalipun kita berbeda. Penulis sebagai jemaat GKJ Joyodiningratan  merasa bangga karena gereja Joyodiningratan menjadi ikon kerukunan yang dikenal bukan hanya di dalam negeri, bahkan sampai ke luar negeri, bahkan dinobatkan sebagai cagar budaya dalam hal kerukunan beragama.

Sebagai bagian dari masyarakat Solo , penulis merasa bangga dan senang dengan adanya  kerjasama dan kerukunan yang terus dibangun diantara 2 tempat ibadah di kota Solo. Nuansa kedamaian dan ketenteraman makin dapat  dirasakan .Ada harapan dalam hati penulis,  biarlah ikon kerjasama dalam keberagamanagama  ini dapat memotivasi tempat ibadah di tempat lain untuk merajut toleransi sehingga kedamaian dan keharmonisan akan menyebar dan bisa dirasakan oleh semua masyarakat di Indonesia. Semoga dan semoga  fenomena ini akan terus berlanjut sampai pada anak cucu kita kelak karena sikap dan perilaku toleransi terhadap keberagaman masyarakat merupakan kunci untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Karena sebenarnya toleransi itu Indah, dan harus terus dibangun, dijaga, dirawat menuju Indonesia yang damai.

 

            Penulis : Kinkin Kirana Dewi

Guru SMPN 11 Surakarta

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Binti Arifah Mardiastuti

    Add comment