Soloensis

Berkunjung ke Monumen Pers Surakarta: Nuansa Bersejarah yang Kental

3

 

Kamis, 28 Maret 2024

Kunjungan di Monumen Pers Surakarta menjadi sebuah pengalaman yang tak terlupakan bagi setiap pengunjung. Saat melangkah di antara pepohonan yang rindang dan galeri foto yang memukau, pengunjung tidak hanya menyaksikan sejarah yang hidup, tetapi juga merasakan getaran semangat pers yang mengalir dalam setiap sudut. Dari penjelasan pemandu yang mendalam hingga diskusi yang memicu pertanyaan-pertanyaan yang menantang, kunjungan ini membuka mata dan hati para pengunjung tentang peran penting media dalam membentuk dan membimbing suatu masyarakat.

Kunjungan Monumen Pers Nasional ini, selain menjadi luaran mata kuliah juga mengajak mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan menambah pemahaman dari sejarah monumen pers itu sendiri. Kunjungan ke monumen pers tersebut, pada saat itu iarahkan oleh kak Rangga. Akan tetapi di sana menyebutnya Kak momon Rangga. Momon sendiri di sana berartikan sebagai pemandu atau tourgate. Kak momon mengenalkan berbagai peninggalan dan sejarahnya di tiap sudutnya. Mulai dari lantai pertama hingga lantai ke 2.

Monumen Pers Nasional, terletak di Kota Surakarta (Solo), Jawa Tengah, Indonesia, berfungsi sebagai monumen dan museum yang menyoroti sejarah perkembangan pers nasional. Di dalamnya, tersimpan beragam artefak bersejarah terkait dunia pers, mulai dari koleksi koran dan majalah kuno hingga peralatan seperti mesin ketik, pemancar radio, dan kamera. Tak hanya itu, monumen ini juga memamerkan berbagai memorabilia yang berkaitan dengan tokoh-tokoh wartawan ternama di Indonesia. Selain sebagai tempat penyimpanan dan pameran, Monumen Pers Nasional juga menawarkan berbagai layanan lain yang dapat dinikmati oleh pengunjung.


Pada tahun 1918, Monumen Pers Nasional mulai berdiri atas prakarsa dari KGPAA Mangkunegara VII, yang juga dikenal sebagai Pangeran Adipati Aryo Prangwedana. Awalnya, tujuan pembangunan monumen ini adalah sebagai tempat berkumpul dan ruang pertemuan. Meskipun konstruksinya dimulai pada tahun tersebut, desain bangunan telah disusun sejak tahun sebelumnya, tepatnya pada tahun 1917, oleh Mas Aboekasan Atmodirono, seorang arsitek yang berasal dari Wonosobo.

 Dokumen Pribadi

Sebelum menjadi Monumen Pers Nasional, bangunan tersebut dikenal sebagai Societeit Sasana Soeka. Monumen Pers Nasional juga dikenal sebagai tempat di mana Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) lahir pada tanggal 9 Februari 1946, memberikan makna yang sangat penting bagi dunia pers di Indonesia. Tahun 1956, 10 tahun setelah didirikannya PWI, sejumlah wartawan terkemuka Indonesia mengusulkan pendirian yayasan yang akan bertanggung jawab atas pers nasional. Yayasan ini kemudian secara resmi didirikan pada tanggal 22 Mei 1956, dan sebagian besar koleksi museum berasal dari sumbangan Soedarjo Tjokrosisworo.

Pada tahun 1973, nama Monumen Pers Nasional diadopsi setelah sebelumnya dikenal sebagai Museum Pers Nasional, sebuah keputusan yang diambil dalam kongres di Tretes. Usulan perubahan ini berasal dari PWI cabang Surakarta. Selanjutnya, pada tahun 1977, lahan dan bangunan gedung Monumen Pers Nasional disumbangkan kepada pemerintah, sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah nomor HK.128/1977 tertanggal 31 Desember 1977, di mana tanah dan gedung “Societeit” tersebut dialihkan kepada Panitia Pembangunan Monumen Pers Nasional di bawah Departemen Penerangan RI.

         Presiden Soeharto kemudian meresmikan Monumen Pers Nasional pada tanggal 9 Februari 1978, dengan penandatanganan prasasti, yang juga menandai dibukanya monumen ini untuk umum. Sejak tahun 2005 hingga saat ini, Monumen Pers Nasional dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo).

Akhirnya pada tanggal 9 Februari 1978, Presiden Soeharto secara resmi meresmikan Monumen Pers Nasional dan membukanya untuk umum dengan penandatanganan prasasti. Sejak tahun 2005 hingga sekarang, pengelolaan Monumen Pers Nasional telah menjadi tanggung jawab Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo). Dalam monumen pers tiap ruangan terdapat filosofinya tersendiri tiap sekat ruangan yang terpisahkan sehingga tiap ruangan terdapat plakat nama ruangan untuk memudahkan pengunjung mengetahui ruangan tersebut termasuk ruangan apa saja. Ruangan tersebut diantaranya ada ruang peresmian monumen pers, ruang sejarah pers Surakarta, ruang pamer sejarah pers, ruang e-paper dan layanan arsip, ruang cetak koran, dan terakhir ruang perpustakaan.

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Add comment