Soloensis

Jerite Atiku;Ah Tenane?

Jerite Atiku;Ah Tenane?

Dipertengahan tahun 2012 setelah lulus kuliah, aku mencari info kerja sampingan. Melalui internet aku membuka berbagai blog tentang peluang dan kesempatan. Ternyata usaha yang tidak memakai modal salah satunya adalah dengan menulis.
Suatu kali aku menemukan blog yang mengatakan bahwa semua orang itu berhak untuk menulis. Aku ingin menulis, namun ingin menulis apa masih bingung.

Setelah beberapa hari mencari berita kepenulisan, aku mendapat info tentang permulaan menulis cerita dengan mudah. Cerita itu adalah “Ah Tenane”, salah satu rubrik Solopos yang menceritakan pengalaman lucu. Spesialnya, setiap hari senin sampai sabtu rubrik ini selalu ditampilkan di halaman depan koran, bagian pojok kiri bawah. Berawal dari situ, saya mulai membaca dan mempelajari cerita “Ah Tenane”. Bukan hanya membaca melalui internet, namun selalu update dengan koran cetaknya.

Berminggu-minggu lamanya aku selalu merampungkan cerita pengalaman konyol yang diperankan oleh John Koplo, Tom Gembus, Lady Cempluk dan Gendhuk Nikole itu. Entah cerita baru maupun cerita yang telah lalu. Sampai-sampai, pernah kejadian sehari aku membaca sampai 45 cerita. Sebenarnya hanya kuat sampai 30 cerita, namun karena ingin menggenapi menjadi 45, jadi aku kuat-kuatkan sampai selesai. Biar semangatnya juga ikut semangat 45. He..

Kala itu aku bekerja sebagai editor disalah satu percetakan di Indonesia.(Nama percetakan tidak perlu aku sebut). Aku diuntungkan oleh Keadaan karena seperangkat komputer saban harinya selalu menemaniku bekerja. Diwaktu senggang dan sedikit mencuri waktu, aku menyempatkan diri untuk mulai menulis cerita. Ternyata menghidupkan ide, tidak semudah menghidupkan lampu yang hanya dengan memencet saklar. Meski kepala sudah dipencet-pencet namun tetap saja ide tidak menyala. Semua ide yang ada dalam imajinasiku tidak masuk akal dan sulit untuk diterjemahkan. Ahh.. Sebel.

Namun entah kekuatan dari mana yang masuk dalam tubuh dan pikiranku, saat itu keinginanku sangat menggebu-nggebu untuk menghasilkan tulisan. Aku membatin, “Jika orang lain bisa, kenapa kita tidak bisa?” Kan itu semua terjadi karena mereka selalu melatih ketrampilannya setiap hari? Dengan berfikir seperti itu aku niatkan menulis semua pengalaman yang aku anggap lucu dan mengirimkannya melalui email. Tidak peduli apa jadinya setelah tulisanku sampai ke tangan redaksi. Jika tidak dimuat, setidaknya aku pernah berjuang. (kaya lagu saja).

Satu persatu cerita yang sudah selesai aku tulis, mulai aku kirimkan ke redaksi@solopos.co.id. Berbagai judul aku tawarkan, mulai cerita yang berjudul Huruf tekek gratisan, rumus palsu, kolak rasa lodeh, teh yang tertukar, konangan njaplak, prahara kelengkeng Bandungan, kapusan tenaga dalam, kentut penyegar, kakean tengkleng, dan masih banyak lagi.

Cerita tersebut aku ambil dari pengalaman pribadi maupun kejadian yang aku lihat atau dengar. Semisal cerita “Prahara kelengkeng Bandungan”, kisah nyata yang aku alami bersama teman-teman. Sewaktu itu kami berlibur ke Bandungan. Sebelum pulang kami menyempatkan diri untuk membeli kelengkeng di pasar terdekat. Saat kami mencicipi kelengkeng yang dihidangkan, kami tidak sedikitpun merasa dibohongi. Namun saat kami membeli dan membawanya pulang, ternyata banyak kelengkeng yang busuk. Kami sadar, waktu itu penjual mengambil kelengkeng dari belakang, bukan di depan yang dihidangkan. Kami merasa tertipu. Oohh..

Walau cerita ini tidak dimuat, namun aku bersyukur bisa menyelesaikan kisah tersebut termasuk cerita lainnya yang mungkin belum takdirnya untuk dimuat. Setelah sebelas kali mengirimkan cerita tidak dimuat, maka pada tanggal 22 November 2012 menjadi saksi bisu, ceritaku yang keduabelas kalinya berjudul “Hantu Tangga” akhirnya dimuat. Aku sempat shok dan tratapan. Hatiku seakan menjerit banter. “Aaaaaaaaa….”. Tidak mengira Solopos memuat ceritaku dan menyantumkan nama serta alamatku diujung cerita.

Dengan modal itu, Aku lebih percaya diri menulis cerita lagi dan mengirimkannya lagi ke redaksi. Entah untuk yang keberapa kali karyaku tertolak, namun tidak aku hiraukan. Aku menganggap tulisan yang tidak dimuat akan menjadi pengiring tapak-tapak sejarah di kehidupanku kelak. Halah.. Untuk hari-hari berikutnya, aku selalu mengisi waktu dengan membaca dan sesaat menulis cerita untuk dikirim ke rubrik Ah Tenane. Aku pernah mewajibkan diriku bahwa “tiada hari tanpa membaca Ah Tenane”. Maka aku selalu nongkrong diwarung koran, tempat kerja atau rumah menikmati cerita yang disajikan hingga sampai saat ini.

Tanggal 2 November 2015 lalu, ceritaku berjudul “Untung ada CCTV” dimuat. Dan kini aku sudah menyiapkan cerita berjudul “Tragedi Semut Jepang” untuk dikirim lagi. Jika cerita ini dimuat, berarti 29 kali tulisanku sudah dimuat di rubrik Ah tenane. Alqamdulillah. Untuk tulisan yang tidak dimuat ada 38 cerita. Angka yang sangat kecil jika dibandingkan dengan waktu yang dihabiskan.

Berbagai tulisan cerita tersebut tidak aku hapus, kini aku abadikan melalui blog “kumpulan cerita ah tenane-ku solopos.blogspot.com. Sampai hari ini, aku menyadari bahwa tulisanku masih jauh dari ampuh, dan memang harus banyak berlatih serta berproses. Aku juga menyadari bahwa Solopos telah banyak membantu para calon penulis, termasuk aku, dengan menyediakan berbagai rubrik termasuk rubrik Ah tenane. Dan tanpa aku sadari, kini hatiku selalu menjerit dalam doa, “Tuhan, berikanlah aku satu ide. Maka akan aku tulis cerita Ah Tenane.” #Soloensis#Dirgahayu.

Apakah tulisan ini membantu ?

Bisri Nuryadi

ora owah ora mamah

View all posts

Add comment