Soloensis

‘WACANA’ LITERASI MEDIA

Literasi media seringkali menjadi pembahasan dikalangan Dosen, Mahasiswa maupun Media. Maraknya kasus anak-anak yang terpengaruh oleh media hingga mengakibatkan tindak kriminal membuat kaum terpelajar memutar otak agar menemukan cara supaya masyarakat mengkonsumsi media secara sehat. Benar saja, dalam Lomba Debat di kampus saya, IAIN Surakarta (12/04/2016) ada tema tentang Literasi Media. Semua dibahas tuntas tentang bagaimana menggalakkan Literasi Media. Dalam pembahasan tersebut pelaku Literasi Media bukan hanya konsumen dari media ataupun KPI saja, sebab tanpa ada usaha dari media-pun Lierasi tidak akan berjalan. Membicarakan media pada bulan April lalu, ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia) mengadakan seminar di Graha Saba UGM. Ditengah acara tersebut banyak pembahasan dan komentar oleh audien kepada media. Pihak Media mengutarakan tentang cara media menjalankan Literasi salah satunya membuat video lagu kebangsaan. Selain itu, audien-pun memberi masukan agar televisi menyajikan program yang bermanfaat, bukan film-film yang tidak ada maknanya. Mendapatkan komentar tersebut, pihak ATVSI berterimakasih atas komentar salah satu audien seminar itu, dan akan memperbaikinya. Kenyataannya sampai bulan Mei ini, belum ada pembenahan dari program yang dikritik itu.
Literasi media sudah lama dikenal dari telinga ke telinga, bahkan Literasi media sudah dimulai sejak tahun 1900-an, namun di Indonesia sendiri realisasinya belum terlihat dan nyaris tak terlihat. Malah saling lempar kesalahan. Masyarakat hanya mengkritik media tanpa membatasi diri dan menyaring perihal program yang dikonsumsinya, media tidak sedikitpun merasa bersalah karena alasan program-program yang ditayangkan sesuai dengan selera masyarakat, KPI tak mau kalah karena ia sudah membuat peraturan-peratura yang ada di 3P dan SPS. Lalu siapa peran bersalah disini?. Pada debat Komunikasi yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan KPI IAIN Surakarta untuk memperingati Hari KPI tersebut mendiskusikan mengapa selama ini Literasi Media kurang berhasil. Sebenarnya keberhasilan untuk mewujudkan sesuatu tidak bisa instan, semua membutuhkan proses. Dan bukan hanya satu pihak saja yang menjalankan, seperti dalam pembuatan film semua butuh kerja sama. Sebab tidak akan ada cerita tanpa penulis, tidak akan ada tokoh tanpa pemeran, tidak ada film yang tertata tanpa editor. Begitupun dalam Literasi Media, Mayarakat mulai sadar dan merubah darii Konsumen pasif menjadi konsumen aktif, Media sebagai Penyaji tidak serta merta 100% menjadikan selera masyarakat sebagai patokan penyajian program, karena sebuah program yang digemari masyrakat tentu saja program yang terlebih dulu dirancang oleh media, oleh karena itu masyarakat bisa memilih antara suka atau tidak suka terhadap program. Perumpamaan disebuah restoran, konsumen akan makan di restoran tersebut karena restoran tersebut sudah memasang menu-menu makanan karena itu konsumen berdatangan hingga berlangganan. begitupun KPI harus lebih tegas dalam pengawasannya. Selain masyarakat, media dan KPI ada satu bagian penting dalam suksesnya Literasi Media, yaitu Lembaga Pendidikan, anak-anak sebagai tunas bangsa memerlukan Pendidikan Media di sekolah. Semua akan lengkap jika dunia pendidikan ikut andil didalamnya. Ketika Literasi Media ditanamkan sejak dini baik lingkup keluarga maupun lingkup sekolah, akan menumnbuhkan jiwa yang melek media. jiwa yang melek media menjadi harapan agar masyarakat bisa dengan bijak menggunakan dan mengkonsumsi isi dari program-program yang disediakan.

Apakah tulisan ini membantu ?

Sitio Ahiria Ocha

Mahasiswa KPI IAIN Surakarta

View all posts

Add comment