Soloensis

Toleransi : Kisah Klasik Namun Penuh Intrik

240B3185-0933-4C6C-82CB-3958468B8333

Bercerita mengenai toleransi, tentu beberapa kata sudah terlintas di pikiran mulai dari menghormati, menghargai, dan kata kata lain yang menjerumus pada kesetaraan dan keadilan. Namun, apakah memang toleransi sudah menjadi kenyataan atau hanya tetap menjadi kisah klasik yang kadang penuh dengan intrik.

Kisah ini mungkin bisa menegaskan bahwa toleransi di masyarakat masih kurang dan perlu dipupuk untuk menjaga rasa persatuan dalam sebuah perbedaan. Kisah ini terjadi pada Kamis malam pukul 22.00 di tahun 2020 di Desa Banaran tercinta, Aku pergi membeli es teh karena rasa haus yang tidak terbendung setelah mengikuti kegiatan yasinan disalah satu rumah kerabatku sekitar lima meter dari tempat tinggalku. Aku membeli es teh seperti pembeli pada umumnya namun aku merasa ada yang berbeda dari pelayanan penjual yang diberikan kepadaku, penjual seperti sedang sakit diare karena lemas dan malas untuk melayani pembelinya.

Setelah menunggu sekitar 5 menit dengan rasa penasaran kenapa penjual yang juga tetanggaku itu seperti sedang sakit akhirnya pesanan es tehku jadi juga. Tidak ada kata terima kasih darinya dan ucapan basa-basi yang dilontarkan seperti biasa antara penjual dan pembeli. 

Tanpa aku dengar secara jelas, penjual memanggilku setelah aku mengenakan sendal kaki kananku. Aku kira kembalian yang diberikan terlalu banyak atau kurang namun, perkiraanku salah ternyata penjual itu memberikan sindiran yang berujung bullyan terhadap apa yang baru saja aku lakukan, penjual itu merasa bahwa yasinan adalah kegiatan yang menyalahi aturan yang dia pelajari tentang islam. Tidak hanya itu penjual juga merasa bahwa hal itu menganggu dirinya karena dia menganggap orang yang sudah meninggal tidak perlu ada yasinan dan tahlilan.

Aku diam saja tidak tahu apakah aku atau dia yang salah, namun aku kaget ternyata intoleransi bisa terjadi dengan agama atau keyakinan yang sama. Aku hanya menjawab bahwa iya aku melakukan itu karena hal itu adalah keyakinanku. 

Kisah klasik penuh intrik ini membawaku pada sebuah pelajaran kehidupan bertoleransi bahwa keberagaman itu ada untuk menghargai, karena beragam bukan tak sama. Hak dan kewajiban yang kita miliki sama walaupun kita berbeda.

Namun, keyakinan bahwa toleransi itu masih ada dan akan tetap ada masih tertanam di jiwa jiwa masyarakat yang mau, mampu, dan terus memupuk toleransi.

Karena aku, kamu, dan kita semua itu sama walaupun berbeda.

Salam Toleransi

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Add comment