Soloensis

Berkulit Gelap Itu Salah Ya?

Toleransi

2013, Terjadi di salah satu SD (Sekolah Dasar) yang ada di daerah Ngringo, Jaten, Karanganyar. Peristiwa ini menimpa salah satu siswi disana berinisial AB. Siswi AB di kenal teman-temannya sebagai anak yang pendiam dan tidak pandai berinteraksi. Karena hal tersebut banyak anak-anak di kelas yang tidak mendekatinya. Bukan karena ia pendiam melainkan warna kulit dia lebih gelap dari yang lain.

Hal tersebut menarik perhatian salah satu siswi berinisial SV. Siswi tersebut bertanya pada salah satu teman berinisial JV, Siswi SV bertanya “Kenapa dia tidak di ajak bermain?” siswi JV memnjawab “Karna ia berkulit gelap, kulit gelap, orang berkulit gelap pantasnya di kucilkan” Mendengar hal tersebut siswi berinisial SV terkejut akan hal tersebut.

Peristiwa tersebut berlanjut hingga hari kedua, di saat jam istirahat. Siswi AB yang sedang duduk di kursinya dan memakan bekalnya, Siswi AB di ganggu oleh siswi JV dan teman-temannya. Dengan makanan AB yang di ambil, kepala siswi AB yang di jitak oleh salah satu teman JV, teman-teman di kelas tersebut hanya terdiam karena takut dengan perilaku siswi JV. Bahkan, laki-laki yang ada di kelas tidak ingin ikut campur akan hal tersebut.

Berlangsung selama satu bulan, siswi AB masih di rundung oleh siswi JV bersama teman-temannya. Karena hal tersebut sering terjadi, maka salah satu siswi berinisial SA berani untuk mengutarakan pendapatnya saat JV berulah kembali. Siswi SA berkata “heh, kok aku lihat-lihat dari kemarin kamu gituin AB terus sih? maksud kamu apa?” dengan lontaran tersebut JV ikut mengebu-ngebu “ya kamu ngga usah ikut campur! ini tuh urusan aku sama dia!”, siswi SA menjawab “Kamu ganggu dia tuh sama aja kamu ganggu anak-anak kelas ini, risih tau!”. Karena pedebatan yang cukup panjang, perdebatan tersebut di relai oleh ketua kelas berinisial RP. “JV jangan seperti itu ya, aku dengar alasan kamu merundungnya karena ia berkulit gelap, jangan mentang-mentang kamu berkulit terang seenaknya dengan dia, dia juga anak-anak seumuran kita harusnya menghargai perbedaan tersebut”.

Siswi JV tidak memperdulikaan perkataan ketua kelas tersebut, semakin hari ia semakin merundung siswi AB serta siswi lainnya, bahkan ia memperbudak anak-anak yang pendiam untuk kesenangan ia semata. Karena hal tersebut terus terjadi, akhirnya ketua kelas melapor ke guru untuk di tindak lanjuti. Siswa JV bukannya takut, tetapi ia malah datang ke kantor dan meminjam telepon disana untuk menghubungi orang tuanya terlebih ibunya. Hari esoknya ibu siswi JV datang dengan menantang ibu siswi RP, selaku ketua kelas tersebut. Masalah tersebut semakin meluas, siswi JV mengatakan bahwa ia di rundung oleh siswi RP, sebaliknya siswi RP menceritakan bahwa ia melihat siswi JV yang merundung teman sekelasnya, hilang siswi AB dan yang lainnya datang sebagai saksi. 

Dalam waktu seminggu, peristiwa ini di selesaikan secara keluargaan dan di pandu oleh ibu kepala sekolah serta wali kelas. Dengan guru-guru di sekolah ikut turun tangan, sisiwi JV dan orang tuanya di beri pengertian lebih lanjut serta orang tua siswi JV yang meminta maaf pada orang tua siswi AB serta orang tua yang lainnya. Dengan hal tersebut, masalah terselesaikan dan siswi JV juga berhenti merundung teman-temannya di kelas, serta ia menjadi lebih mudah berteman dengan seluruh anak kelas. 

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Syifa Virda Sandita

    Add comment