Soloensis

Bahagia dengan Berbagi

Pengalaman ini dimulai ketika saya memasuki bangku perkuliahan. Senang sekali rasanya saya bisa diterima di universitas yang saat itu mendapat peringkat ke tujuh se-Indonesia. Disini, saya bisa mengenal banyak teman dari berbagai daerah dan bisa mendapatkan pengalaman baru.
Singkat cerita, ide ini berawal ketika saya di jalan melihat seorang sopir becak membawakan nasi sebungkus untuk istri dan anak-anaknya. Mereka menyambutnya dengan ekspresi yang sangat senang. Iba sekali melihatnya. Bayangkan, untuk makan saja mereka kesusahan harus makan satu bungkus bersama-sama. Lalu bagaimana dengan kita ? Apakah masih tega membuang-buang makanan ?
Ide selanjutnya adalah ketika otak saya dan teman-teman ‘dicuci’ oleh seorang dosen. Memang sih sekarang saya dengan teman-teman berteman baik, tetapi apakah besok ketika sudah lulus dan mencari pekerjaan kami tetap menjadi ‘teman’ ? Ketika ada lowongan pekerjaan dan membutuhkan satu orang saja, apakah kami saling mengalah atau justru malah bersaing untuk mendapatkan pekerjaan tersebut ?
Alhasil, saya dan teman-teman harus melakukan sesuatu. Di satu sisi, kami iba dengan rakyat-rakyat kecil Solo, dan sisi lain kami harus menyatukan mahasiswa-mahasiswa yang akan dimulai dari fakultas sendiri dulu. Yak, kami mengadakan acara “Makan Bersama Bayar Seikhlasnya” yang dilaksanakan seminggu sekali. Kenapa makan bersama ? Karena makan bersama di fakultas (bukan kantin) merupakan hal yang jarang dilakukan, dan ini menarik minat banyak mahasiswa.
Pertanyaannya adalah dari mana makanan itu ? Acara kami ini bekerja sama dengan dosen, dan dosen tersebut menyisihkan sebagian gajinya untuk hal itu. Makanan untuk makan bersama ini kami pesan dari orang-orang rakyat kecil yang mempunyai keahlian memasak, seperti visi misi kami yang memang ingin membantu rakyat kecil Solo.
Jadi, setiap hari baik pagi, siang, sore, ataupun malam, tidak tentu kami mencari warung-warung kecil yang sepertinya jarang dikunjungi banyak orang. Kami bertanya apakah sanggup membuatkan makanan lebih dari 100 porsi ini. Selain mencari warung-warung kecil, kami juga main ke perkampungan-perkampungan miskin. Kami mencari-cari dan bertanya-tanya pada warga yang sekiranya bisa memasak.
Lalu, bagaimana jika makanan ini bersisa ? Kami akan keliling Kota Solo membagi-bagikan makanan ini kepada bapak-bapak becak, pengamen, anak jalanan, tukang parkir, pemulung, pengemis, dan lain sebagainya yang sekiranya membutuhkan. Dan bagaimana reaksi mereka ? Mereka terharu dan senang sekali. Kami pun ikut terharu dan juga bahagia melihat wajah haru mereka. Karena bahagia itu bisa diciptakan, salah satunya dengan berbagi. Percayalah, dengan berbagi, hidupmu akan menjadi lebih bahagia.

Apakah tulisan ini membantu ?

afaninpanama

Mahasiswa Universitas Sebelas Maret

View all posts

Add comment