Soloensis

Gemerlap Festival Lampion

Picsart_24-03-20_06-49-20-561-min_11zon (1)

Chantika Niken Saraswati, Siswi SMAN 1 Mojolaban

————————————————–

Berita terpercaya tentang Solo pastinya Solopos. Solopos menyampaikan berita terbaru tentang Solo Raya dengan sepenuh hatinya. Berita terhangat dan menyentuh hati saat ini adalah adanya Festival lampion depan Balaikota Solo memanjang hingga Pasar Gedhe menjadi ajang budaya yang menarik dan unik di kota Surakarta. Sejak beberapa tahun lalu, acara ini telah menjadi ikon budaya kota Surakarta. Kota Solo atau secara admistrasi disebut Surakarta memang terkenal dengan keberagaman budaya dan seni serta toleransi multilintas.

Keberagaman budaya, agama, suku, ras, bahkan juga bahasa sudah menjadi suatu hal yang lumrah bagi kita warga Indonesia. Itu pula yang menjadi salah satu ciri khas Bangsa Indonesia, sehingga Kota Surakarta secara natural mengilhami keragaman di setiap hal, baik tempat, waktu, bahkan alam pikiran wong Solo.

Baru-baru ini tampil dengan bentuk festival lampion yang ada di Solo Raya. Kegiatan ini melekat untuk merayakan hari raya Imlek atau Tahun Baru Cina. Lampion yang mengacu pada pola bentuk struktur kertas yang membalut lampu adalah identitas yang melekat satu ras bangsa, yaitu warga keturunan Cina.

Seiring perkembangan zaman, lampion menjadi bagian akulturasi. Buktinya, lampion dapat digunakan untuk menjadi hiasan ornamen bagi agama dan juga ras manapun, tergantung bentuk, pola, ornamen, dan warna yang terkandung pada pola lampion. Seperti yang digunakan oleh PEMKOT Surakarta pada festival lampion, festival lampion bukan hanya diadakan ketika Tahun Baru Cina saja. Namun ketika hari raya keagamaan lainnya PEMKOT Surakarta juga mengadakan festival lampion untuk ikut merayakan. Selama saya tinggal dan hidup di Kota Surakarta ini, saya melihat berbagai ragam pemandangan setiap melewati center point kota Solo ini.

Seperti untuk menghormati bulan Ramadhan yang istimewa bagi umat muslim, PEMKOT Surakarta menyiapkan berbagai hiasan bernuansa islami. Nampak beragam hiasan berornamen ketupat juga bulan bintang yang menjadi ciri khas dari bulan Ramadhan turut terpasang di antara batas jalan dari bundaran Jalan Jenderal Sudirman hingga Balaikota Solo. Begitupun bedug hingga miniatur masjid Zayed yang terpasang meriah nan cantik di depan Balaikota Solo. Lampion-lampion itu begitu riuh dari satu gedung ke gedung lainnya, dari jembatan Pasar Gede hingga depan Pasar Gede itu sendiri.

Saat bulan Desember kemarin saat umat Kristiani merayakan hari raya Natal. Terdapat pula kelap-kelip cahaya lampu ornamen berbentuk pohon natal. Yang unik pada perayaan kali ini terdapat pohon natal yang terbuat dari barang-barang bekas. Orang-orangan salju atau yang lebih akrab disebut dengan snowman yang berada di depan Balaikota Solo begitu meriah berpadu dengan berbagai ornamen lainnya.

Mulai dari yang berbentuk sinterklas beserta kotak-kotak hadiah yang berterbaran dari bundaran Jendral Sudirman hingga jembatan Pasar Gede. Bebarengan juga dengan adanya Gereja tepat di sebelah Balaikota Solo yang mengadakan ibadah Natal kala itu. Sungguh memeriahkan suasana Malam Natal kala itu.

Ketika hari raya Nyepi yang dirayakan oleh umat beragama Hindu juga terdapat oramen-orrnamen yang identik dengan hari raya Nyepi. Pohon-pohon di sepanjang jalan Jendral Sudirman hingga depan Balaikota Solo di selimuti dengan “kain poleng” dengan “penjor Bali” di sisi kanan maupun kiri jalan. Payung Pajeng atau Payung Tedung juga ikut serta menghiasi sekitaran Balaikota Solo. Berbagai simbolik dari Agama Hindu-pun yang lainnya turut terpasang. Mulai dari Tri Murti, Dewi Saraswati, Candi Prambanan, Pura Danau Bratan yang menghiasi depan Balaikota Solo dengan indah.

Perihal tentang hari raya umat beragama Hindu, saya juga punya pengalaman pribadi soal itu. Pada saat itu kebetulan kakak saya yang memeluk agama Hindu, merayakan hari raya Nyepi bersama keluarga nya. Kami sekeluarga yang memeluk agama yang berbeda-beda pula, turut ikut merayakannya dengan cara menghargai mereka yang merayakan hari raya keagamaannya.

Yang menarik dari hari raya ini adalah ketika mereka harus “Amati Geni”, yaitu tidak menyalakan lampu dan melawan hawa nafsunya. Juga “Amati Karya” tidak melakukan kegiatan apapun, hanya bermeditasi dan melakukan penyucian rohani.Dan pada hari itu, kami sekeluarga besar menghargai dengan tidak menghubungi mereka. Ataupun mengganggu mereka menjalankan kegiatan keagamaannya.

 Setelah hari raya Nyepi berlalu pastilah ada kegiatan “Ngambak Geni”. Kegiatan itu mirip sekali dengan kegiatan Idul Fitri pada hari raya umat beragama Islam. Merayakannya dengan melakukan kunjungan ke rumah saudara, kerabat, dan tetangga untuk bersilaturahmi dan saling memaafkan segala kesalahan yang terjadi sebelumnya.

Pada perayaan festival lampion untuk memperingati hari raya Waisak, banyak lampion terpasang. Didominasi warna kuning dan penjor juga dipasang di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman. Sebagian lampion juga dipasang di atas Jembatan Pasar Gede menjadikan itu sebagai spot cantik untuk berfoto. Sebuah gerbang dengan ornamen stupa candi Waisak turut terpasang. Pohon-pohon besar yang berada di sekitaran Plaza Balaikota Surakarta juga terpasang lampion-lampion membuat suasana semakin indah.

Festival lampion di Solo menjadi bagian dari agenda budaya untuk mengadakan penampilan seni lampion yang sangat beragam. PEMKOT Surakarta menjadi fasilitator dan motivator dalam melestarikan keberagaman budaya dan toleransi. Dengan memasang berbagai macam lampion untuk menghiasi depan Balaikota Surakarta, bukan hanya sebatas festival untuk ikut memeriahkan hari raya sesama umat beragama, tetapi juga mengajarkan kita untuk menghargai dan berbagi pesan perdamaian dan persaudaraan.

 Saya lihat dan rasakan dari setiap festival lampion yang ada di Kota Surakarta adalah antusias warga Surakarta yang ikut memeriahkan acara. Dengan saling menghargai umat yang sedang merayakan hari keagamaannya. Warga Surakarta juga ikut dalam merayakan hari raya sesama umat beragama tanpa adanya pikiran maupun isu negative di masyarakat aksi-aksi ricuh yang menyebabkan kekacauan apalagi kepanikan.

Dengan hal itu kita juga dapat melihat rasa toleransi yang tinggi antar umat beragama di Kota Surakarta. Yang hidup seperti dalam satu harmoni yang melangkah bersama. Dan saya harap kedamaian, rasa toleransi,dan juga antusiasme warga Surakarta akan tetap terjaga dari masa ke masa.

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Add comment