Soloensis

Seamin Tapi Tak Seiman

young-people-waving-hand-collection_23-2148375162
Gambar: Freepik

       Fasa, Asa, dan Rara kakak beradik yang hidup dikeluarga yang agamanya berbeda-beda. Keluarga besar neneknya mayoritas beragama katolik, sedangkan keluarga besar kakeknya mayoritas beragama muslim. Tetapi kakak beradik itu menganut agama Islam, sama seperti orang tuanya. Keluarga asa hidup bahagia di kota solo, meskipun mereka berbeda agama dengan neneknya mereka selalu bersama dan menghargai perbedaan. Dan selalu menjunjung nilai toleransi yang tinggi. Suatu hari nenek mengajak fasa untuk menemaninya ke gereja untuk beribadah, fasa pun dengan senang hati menemani neneknya yang sedang beribadah.

       Di dalam gereja fasa tidak ikut beribadah karena dia menganut agama islam. dia ke gereja hanya sekedar menemani nenek, saat jemaat memulai ibadah dia hanya duduk disamping tetangga dan nenek nya. Setelah ibadah selesai mereka pun kembali ke rumah dengan berjalan kaki. Sangat seru sekali kehidupan keluarga mereka, selalu menerapkan toleransi dimanapun. Jika sedang hari raya idul Fitri mereka selalu bersama, dan mengunjungi keluarga besar yang berbeda kota atau disebut juga halal bihalal. Meskipun saat halal bihalal ada sebagian keluarga yang non islam tetapi merekapun turut menghadirinya dan mereka pun berbagi cerita bersama dan makan-makan bersama!

       Nenek & kakek sangat sayang sekali dengan cucunya. Fasa, Asa, dan Rara pun sama, mereka saling menyayangi satu sama lain. Ya meskipun kakak beradik ini sering sekali bertengkar seperti kakak beradik pada umumnya. Hal itu tidak masalah, mereka tetap saling menyayangi walau gengsi.

      Kebahagiaan mereka berubah menjadi tangisan ketika nenek meninggal. Nenek meninggal karena sakit. Perlahan tetangga, keluarga, teman nenek, pendeta berdatangan untuk mengikuti acara pemakaman seperti upacara pemakaman, kebaktian akhir. fasa sangat sedih karena pada halnya fasa sudah lebih lama mengenal & dekat dengan nenek daripada 2 adiknya yang masih batita pada saat itu. Fasa, Asa, Rara, bapak, ibu, dan kakek berdoa menurut agama Islam, mereka mengikuti serangkaian prosesi pemakaman tetapi tidak mengikuti cara berdoa Katholik. Keluarga fasa mengadakan ibadat 3 harian dan 40 harian yang dipimpin oleh pendeta untuk mengenang nenek tercinta. Keluarga fasa menyiapkan keperluan ibadat dengan sebaik mungkin untuk menghargai arwah nenek.

       Pada saat ibadat dilakukan fasa dan adik-adiknya di teras belakang rumah Bersama kerabatnya yang beragama Islam juga. Oh iya pada saat acara ibadat keluarga dari ibu fasa yang keseluruhan beragama Islam pun turut hadir di acara tersebut dan berdoa menurut agama islam bersama kerabat yang beragama Islam. Bapak, ibu, dan kakek di dalam ruangan untuk menghargai,menyambut, dan berbincang dengan tamu yang datang untuk beribadat. Waktu demi waktu berlalu, hingga pada hari ke-1000 kepergian nenek.

       Keluarga fasa pun mengadakan Ibadat 1000 harian atau bestonan meninggalkannya nenek, keluarga fasa mengundang kerabat, tetangga, teman-teman atau sahabat nenek, dan keluarga besar. Ibadat dipimpin oleh pendeta. Bestonan diawali dengan menyanyikan lagu pujian, pidato dari pendeta, bacaan kitab suci, renungan singkat, doa umat, dan diakhiri doa penutup.

       Pada saat ibadat berlangsung Fasa, Asa, Rara, dan ibunya berkumpul di teras belakang rumah untuk menyiapkan makanan para tamu yang datang. Keluarga mereka memang berbeda agama, tetapi mereka tidak pernah melakukan paksaan ke anak/cucu untuk pindah ke agama Katolik atau pun memaksa pindah ke agama Islam. Sangat indah ya perbedaan antara mereka.

 

Nama              : Anindya Savina Antariza

Sekolah           : SMPN 9 Surakarta

 

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Solopos Institute

    Add comment