Soloensis

Peran Lembaga Bahasa dalam Istilah Unik Ditengah-tengah Hiruk Pikuk Covid-19

Baru-baru ini masyarakat Indonesia digemparkan dengan adanya wabah yang melanda bumi pertiwi. Wabah tersebut merupakan virus mematikan yang diberi nama Covid-19. Konon kabarnya virus ini menyebar di Kota Wuhan, Tiongkok. Seketika kota Wuhan telah melakukan lockdown untuk mengantisipasi menyebarnya virus tersebut. Tak lama kemudian, beberapa Negara yang terpapar virus tersebut ikut serta melakukan lockdown. Imbasnya masyarakat pun memiliki inisiatif untuk membeli barang-barang pokok dalam skala besar yang biasa disebut dengan panic buying. Akibat panic buying oleh sejumlah Negara yang terdampak virus, kegiatan tersebut juga mempengaruhi kondisi masyarakat Indonesia akan hal itu. Akibatnya, selain barang pokok yang dibeli, masker dan hand sanitizer ludes seketika di pasaran retail, grosir, maupun pasar modern. Alhasil pasar kelabakan memenuhi kebutuhan utama publik untuk saat ini. Bahkan terdapat oknum yang mengambil kesempatan untuk menimbun barang-barang tersebut. Tidak sedikit dari mereka menjual kembali barang-barang tersebut dengan harga fantastis. Berbagai langkah diambil oleh pemerintah guna menekan kegiatan menimbun kebutuhan tersebut yang semakin langka. Tak hanya itu, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang terdengar asing ditelinga masyarakat Indonesia. Kebijakan tersebut misalnya seperti work from home dan physical distancing. Work from home merupakan kebijakan pemerintah guna menghimbau warga Indonesia yang bekerja dapat melakukan aktivitas pekerjaanya di rumah masing-masing. Begitu pula dengan physical distancing yaitu pembatasan fisik guna menghindari penyebaran virus covid-19, karena virus tersebut dapat menyebar melalui kontak fisik.

Istilah-istilah asing tersebut seketika menjadi familiar dikalangan masyarakat Indonesia. Akan tetapi, beberapa kalangan masyarakat belum paham mengenai makna yang tersemat dalam istilah tersebut. Alhasil Badan Bahasa dibawah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan padanan istilah tersebut dalam bahasa Indonesia. Adapun beberapa padanan-padanan tersebut terdengar sesuai dan sedikit terdengar aneh dikalangan masyarakat Indonesia. Bagaimana bisa istilah-istilah asing tersebut dapat diterjemahkan sedemikian rupa, meskipun tidak ada aturan yang pasti atau hukum yang mengatur akan hal itu. Pada awalnya, bahasa timbul karena konvensi bersama. Misalnya, tempat yang digunakan untuk duduk dalam ruang disebut dengan ‘kursi’ dan jika bentuknya memanjang disebut dengan ‘bangku’ dalam bahasa Indonesia. Tentu saja entitas yang sama dalam bahasa Inggris disebut dengan ‘chair’ dan apabila bentuknya memanjang disebut dengan ‘bench’. Kata-kata yang menyimbolkan entitas tertentu tersebut dilandaskan oleh konvensi bersama dalam warga penuturnya. Tentu saja lembaga bahasa tersebut memiliki pedoman untuk membuat padanan mengenai istilah-istilah tersebut, meskipun sebenarnya suatu bahasa dapat diterima berdasarkan konvensi bersama. Adapun istilah-istilah yang dipadankan oleh Badan Bahasa. Pertama ialah hand sanitizer, hand sanitizer dipadankan dengan penyanitasi tangan. Padanan tersebut diperoleh dari terjemahan dari bahasa Inggris ke Indonesia. Kedua ialah lockdown, lockdown dipadankan dengan karantina wilayah. Ada dua opsi untuk memilih padanan tersebut, yaitu karantina wilayah atau isolasi wilayah. Karantina memiliki makna upaya memisahkan dan membatasi pergerakan orang yang masuk dalam dugaan terpapar penyakit menular lalu memantau kelangsungan kondisinya, sedangkan isolasi adalah upaya memisahkan orang yang terkena penyakit menular dengan orang-orang sehat. Dengan pertimbangan tersebut, maka karantina wilayah yang digunakan untuk padanan lockdown serta undang-undang kita telah menggunakan istilah karantina wilayah. Ketiga ialah work from home yang dipadankan dengan kerja dari rumah. Padanan tersebut juga hanya diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Begitu juga dengan phsycal distancing yang dipadankan dengan pembatasan fisik.

Alih-alih menerjemahkan bahasa Inggris ke bahasa Indonesia, panic buying pun demikian. Padanan panic buying berupa beli panik. Padanan tersebut terdengar aneh di telinga masyarakat kita. Apabila Cambridge Dictionary memaknai panic buying dengan ‘a situation in which many people suddenly buy as much food, fuel, ect. As they can because they are worried about something bad that may happen’ (lihat:Cambridge) yaitu dimana situasi masyarakat membeli kebutuhan pokok dalam jumlah banyak, yang dimana mereka khawatir dengan suatu situasi buruk yang akan terjadi. Apakah padanan tersebut dapat diterima masyarakat? Karena istilah beli panik memiliki makna ambigu yaitu membeli sebuah panik atau membeli dengan kondisi panik? Tentu saja hal ini perlu pertimbangan yang lebih lanjut guna berterima di masyarakat. Adapun istilah lain misalnya scapegoat dalam bahasa Inggris dan dalam bahasa Indonesia memiliki kambing hitam. Tentu saja kambing hitam tidak serta merta diterjemahkan ke bahasa Inggris sebagai blackgoat ataupun blacksheep begitu juga sebaliknya. Mungkin, hal ini dapat menjadi pertimbangan kita bersama sebagai pegiat bahasa untuk memadankan istilah yang dapat diterima dalam masyarakat sebagai suatu konvensi bersama.

(Sumber data padanan istilah: Instagram @badanbahasakemendikbud)

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Felix Ekaristianto

    Google Schoolar ID : Felix Brian Hari Ekaristianto
    Academia Edu ID : Felix Brian Hari Ekaristianto

    View all posts

    Add comment