Maraknya berita yang berhembus di media massa maupun jagat maya bertebaran berita berkaitan dengan masalah yang terjadi di lingkungan sekolah beraneka macam. Kasus bullying, perbedaan agama, kesenjangan social ekonomi, warna kulit, dan rambut. Beberapa contoh yang banyak terjadi adalah kasus bullying atau lebih tepatnya disebut dengan perudungan marak dilakukan para remaja tanpa mereka sadari. Contoh nyata yang sering kita temui ketika ada anak yang sengaja mengejek temannya dengan memanggil nama orang tua sebagai bahan candaan. Bahkan yang lebih parah mereka memilih teman berdasarkan status social dan merendahkan teman yang tidak sepadan sengaja membuat kelompok tertentu sebagai friendship. Selain itu, ada hal lain yang lebih menyakitkan ketika bentuk tubuh, warna kulit, maupun pekerjaan orang tua dijadikan bahan candaan. Hal ini bisa membuat seseorang tidak nyaman dan merasa terganggu. Pada saat tertentu bisa jadi si anak akan sabar dan memaafkan. Namun apabila hal ini diteruskan akan menjadi persoalan bahkan bisa mengakibatkan pertikaian. Menilik permasalahan tersebut sebagai pendidik kita bisa mempelajari perbedakan jenis-jenis bullying atau penindasan. Ada yang disebut dengan penindasan fisik ketika pelaku penindas mencoba menyakiti atau menyiksa seseorang secara fisik, atau bahkan menyentuh seseorang tanpa persetujuannya, kemudian ada yang disebut dengan penindasan verbal hal ini terjadi ketika seseorang mengejek atau menggoda orang lain. Lebih parahnya penindasan psikologis ketika seseorang atau sekelompok orang bergosip tentang orang lain atau mengucilkan mereka dari kelompoknya, hal ini dapat disebut sebagai penindasan psikologis. Terakhir adalah penindasan dunia maya hal ini ketika pelaku intimidasi memanfaatkan media sosial untuk menghina atau menyakiti seseorang. Mereka mungkin melontarkan komentar yang buruk dan merendahkan orang tersebut di forum publik sehingga membuat orang lain merasa malu. Para pelaku intimidasi juga dapat memposting informasi pribadi, gambar atau video di media sosial untuk memperburuk citra publik seseorang.
Berdasarkan laporan UNESCO menyebutkan bahwa 32% siswa menjadi korban perundungan di sekolah di seluruh dunia. Di negara kita juga, penindasan menjadi hal yang lumrah. Sebaliknya, penindasan menjadi masalah besar di seluruh dunia. Telah kita ketahui bahwa intimidasi fisik lazim terjadi di kalangan anak laki-laki dan intimidasi psikologis lazim terjadi di kalangan anak perempuan. Mengapa hal ini bisa terjadi ada apa dengan remaja kita? Kasus bullying rentan terjadi di tempat-tempat aman? Fenomena apa sebenarnya yang perlu kita atasi bersama. Seperti beberapa kasus yang terjadi di sekitar kita ada anak SD di Indramayu yang dibullying oleh temannya dengan cara ditelanjangi dan ditendang kemudian di video . Sungguh miris melihat kejadian demi kejadian yang sangat tidak mendidik dan melanggar norma serta di luar batas kemanusiaan. Sebenarnya cara mengatasi perlu adanya kerjasama antar warga sekolah semuanya. Spega menolak keras kasus bullying, pelecahan seksual, penindasan fisik, dan penindasan dunia maya. Contoh kegiatan positif yang sudah dilaksanakan Spega menanamkan pentingnya pendidikan karakter bagi semua anak. Spega menyikapi hal tersebut dengan sekolah siaga kependudukan SSK. Menolak aksi perudungan atau bullying, pelecehan seksual, stunting,dan pernikahan dini. Setiap kelas membuat Mading anti perudungan. Hari kamis diadakan pembinaan wali kelas untuk memberikan dukungan moral agar semua warga Spega mendukung program SSK. Penanaman pendidikan agama dan karakter setiap hari. Selasa, Rabu, dan Jumat Khusus bulan ramadhan agenda ketaqwan dilaksanakan setiap hari. Agenda ini mewajibkan setiap anak membawa kitab sesuai keyakinannya masing-masing. Kemudian anak bisa menempati ruang agama yang sudah disediakan sesuai agamanya akan dipandu oleh bapak atau ibu guru yang mendampingi. Setiap hari anak ketika waktu sholat Zuhur ibadah bersama yang non juga ibadah bersama di ruang khusus. Hal ini bisa dilakukan setiap hari khusus bulan ramadhan spega menambahkan pendidikan karakter setiap pagi sebelum pelajaran 30 menit untuk mengaji bagi siwa beragama islam sedangkan agama Kristen, katholik, dan hindu juga sama ibadah ditempat yang disediakan. Melihat keberagaman yang indah dan berdampingan tanpa ada perbedaan antar agama sungguh suasana yang nyaman keluarga spega luar biasa. Saling mengasihi, menyanyangi, dan menghormati. Perbedaan tidak membuat permasalahan ada justru berasa lebih berwarna dan menyenangkan.
Selain itu, ketika teman merayakan hari raya nyepi saling mengucapkan di grup , sebaliknya ketika umat Islam melaksanakan ibadah puasa teman yang beragama lain hindu, kristen dan katholik juga memberi semangat dan ucapan. Ibu Dra. Suparyanti,M.Si. mengatakan bahwa,” Spega memberikan dukungan penuh untuk saling menjaga toleransi antar sesama hal ini telah dilakukan seluruh warga Spega dengan penuh suka cita. Setiap hari ibadah sholat dhuhur dan ashar dilaksanakan berjamah. Kesadaran tinggi bagi yang beragama non muslim ketika akan makan dan minum saat puasa bapak/ibu guru mempunyai tempat khusus. Selama bulan ramadhan kantin tutup dan bagi anak-anak yang tidak berpuasa diwajibkan bawa bekal dari rumah.” Waktu istirahat bagi anak –anak yang tidak berpuasa boleh makan minum tapi harus ditempat yang tertutup dan menjaga toleransi bagi teman yang sedang menjalankan ibadah puasa. Contoh menarik saya temukan di dalam kelas 9.4 ketika ada beberapa anak yang non muslim membawakan buah tangan untuk sahabatnya yang beragama islam. Kemudian menunggu temannya yang sedang menjalankan sholat dhuha di masjid sekolah. Betapa indah melihat kebersamaan tanpa ada perbedaan saling mengasihi dan menghormati. Bukan hanya itu, ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung seluruh anak mau berkolaborasi kelompok untuk mempresentasikan tugas yang diberikan tiap kelompok diskusi. Tanpa membedakan mereka semua antusias bekerjasama dan gembira.
Hal lain terlihat jelas kebersamaan keluarga ketika Spega ketempatan pengajian dharma wanita Dinas Pendidikan Surakarta. Tepatnya pada hari Minggu kemarin kebetulan moment ini bersamaan dengan bulan ramadhan umat islam melaksanakan ibadah puasa. Warga spega bergotong royong menyiapkan segala keperluan tanpa ada perbedaan. Mulai dari persiapan sampai pelaksanan berjalan dengan baik. Ada hal unik terjadi ketika pemasangan tenda sampai menjelang waktu buka puasa bapak/ibu guru yang beragama non muslim ternyata antusias mempersiapkan bukber untuk semua bapak ibu /guru yang beragama islam gotong royong dan kekeluargaan terlihat jelas.
Hal unik terjadi dalam minggu ini ada anak yang ingin mengundang bukber kelas kita. Sempat terbersit tanya ketika ada pertanyaan satu anak yang orang tuanya non muslim ingin mengajak atau mengundang bukber dengan teman satu kelas anaknya. Si anak bertanya dengan penuh antusias, “Ibu bolehkah orang tua saya akan mengundang teman-teman satu kelas untuk mengadakan acara bukber?” kemudian sayapun menjawab boleh kita coba bicarakan dan diskusi dulu dengan teman-teman satu kelas untuk mencari kesepakatan apakah semua anak setuju atau tidak. Akhirnya kita semua berdiskusi dan mencapai mufakat untuk melaksanakan bukber
Dalam acara bukber seluruh oang tua wali siswa ikut terlibat menyengkuyung pelaksanaan. Tanpa ada perbedaan semua terlibat dalam acara bukber. Kebetulan ketika acara bukber bertepatan dengan hari besar wafatnya Isa Almasih untuk itu ketika acara dilaksanakan semua ikut memberikan ucapan juga. Perbedaan membuat hidup lebih berwarna. Dengan perbedaan kita semua dapat hidup berdampingan saling menghargai dan menghormati. Pentingnya menjaga toleransi antar umat beragama tanpa membedakan suku, agama, adat istiadat warna kulit, dan status sosial. Spega setiap hari penuh cinta dan rasa nyaman membuat semua warga yang ada disekitar kita ikut merasakan aura positif dari keluarga besar Spega penuh cinta dengan perbedaan yang ada.
NAMA : SURANI,S.Pd.
ASAL SEKOLAH : SMP NEGERI 3 KOTA SURAKARTA
Add comment