Soloensis

Simfoni Perbedaan

IMG_20240331_161329
Kantor Kepala Desa Ngombakan

Simfoni Perbedaan

Oleh

Yasin Shifan Rauf

SMA Negeri 1 Mojolaban

Email : yasinnsipannkuufff777@gmail.com

No Hp 085786447058

 

Jika tidak pernah merasakan perbedaan maka kita tidak akan pernah tahu rasanya bersyukur. Ungkapan bijak itu sangat aku rasakan dalam kehdupanku. Seperti umumnya kehidupan keluarga di Indonesia, aku  tinggal bersama kedua orang tua dan nenek kakekku. Walaupun anak tunggal aku tidak pernah merasakan kesepian karena ada kakek nenek yang menemani ketika orang tuaku bekerja. Apalagi ketika menginjak remaja, aku sudah mulai punya banyak teman dari berbagai latar belakang, agama, pun karakter. Aku tinggal di sebuah desa kecil bernama Ngombakan. Desaku  dikelilingi  area persawahan dengan mayoritas penduduknya adalah petani dan pembuat minuman tradisional. Ada 2 agama yang sangat menonjol di desaku yaitu Islam dan Hindu.  Di desaku ada sebuah Pura yang sering dikunjungi turis asing yaitu Sahasra Adhi Pura. Walaupun dengan 2 dominasi agama yang berbeda, masyarakat Desa Ngombakan hidup berdampingan dengan damai dan saling menghormati

Pada suatu hari ketika aku berusia sekitar 6 tahun, aku lupa kapan tepatnya, ada sebuah acara besar di desaku yang melibatkan perayaan dari 2 agama, yaitu Idul Fitri dan Diwali. Yang kuingat saat itu, masyarakat muslim di desaku merayakan Idul Fitri di masjid, sementara masyarakat Hindu merayakan Diwali di kuil mereka.  Hal yang sangat  menarik adalah ketika mereka saling mengundang satu sama lain untuk bergabung dalam perayaan mereka. Keluarga Muslim dengan senang hati mengunjungi kuil Hindu, dan sebaliknya, keluarga Hindu juga disambut kedatangannya oleh  tetangga mereka yang beragama Islam dengan hangat di masjid. Mereka tidak hanya berbagi makanan tapi juga cerita, dan tawa.  Tampak saling menghargai keunikan dari setiap upacara keagamaan masing-masing.

Untung tak dapat diraih, malang pun tak dapat ditolak. Suatu hari di tahun yang sama, 2016. Ayahku bilang  terjadi kebakaran sekolah di desaku. Rumah-rumah di sekitar sekolah turut hancur,  dan penghuni rumah pun tidak sempat menyelamatkan harta benda mereka yang dilalap si jago merah. Walau peristiwa tersebut hanya melibatkan beberapa rumah, namun tragedi itu semakin memperkokoh ikatan kekeluargaan masyarakat Desa Ngombakan. Tanpa ragu masyarakat saling bahu membahu tanpa memandang agama atau keyakinan. Mereka membantu memadamkan api, memberikan tempat tinggal sementara, dan berbagi makanan dan pakaian dengan penuh kasih sayang.

Dalam keadaan genting seperti itu, perbedaan agama mereka tidak lagi menjadi hal yang dipertimbangkan. Mereka menyadari bahwa mereka semua adalah bagian dari satu komunitas yang sama, dan kekuatan mereka terletak dalam persatuan dan gotong royong.

Dari kejadian tragis itu, para keluarga-keluarga di desa Ngombakan itu belajar bahwa perbedaan agama tidak selalu menjadi penghalang. Sebaliknya, perbedaan itu seperti berbagai nada dalam sebuah simfoni indah; ketika digabungkan bersama, mereka menciptakan harmoni yang mempesona. Dalam kesulitan dan kesenangan, mereka menyadari bahwa kebersamaan dan saling menghormati adalah kunci untuk menjaga perdamaian dan persaudaraan di tengah-tengah perbedaan agama. Dan aku menjadi bagian di dalamnya. Aku muslim dan aku tidak takut dengan perbedaan.

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Add comment