Soloensis

Pengalaman pemahaman baruku tentang keberagaman

images (1)

Nama saya Taka, seorang siswa SMA kelas 10, yang baru saja akan menginjak umur 16 pada bulan april besok. Saya merasa terlalu muda di antara teman-teman saya yang sudah berumur 16 sampai 18. Meskipun teman sebangku saya jauh lebih muda setengah tahun dari saya. Dari segi muka sama warna kulit, awalnya saya mengira dia bukan seorang muslim, ternyata kita tidak bisa melihat agama seseorang dari penampilan luarnya saja. Saya lumayan speechless saat mengetahui dia adalah seorang muslim. 

 

Keberagaman suku, ras, dan terutama agama baru saya rasakan saat menginjak kelas 7 SMP. Dulu waktu SD saya tinggal bersama Uti saya di pedesaan, dan mayoritas penduduk di sana adalah muslim. Keberagaman yang saya jumpai masih minim karena tinggal di pedesaan dan jarang sekali ada individu yang memiliki ciri khas yang berbeda. Semua beretnis Jawa, mayoritas beragama Islam. Hampir tidak ada keberagaman yang berunsur ras, suku, dan agama. Meskipun ada 1 tetangga saya yang beragama Kristen dan itu belum berdampak terhadap mindset saya.

 

Menurut saya waktu itu yang beragama Kristen atau Katolik pasti merupakan orang yang beretnis Tionghoa atau bule. Lalu saat SMP saya sedikit kaget ternyata yang beragama Kristen maupun Katolik tidak semuanya beretnis Tionghoa, saya menemui teman – teman SMP saya yang beragama Kristen merupakan seorang pribumi atau beretnis Jawa. 

 

Wajar saja, saat SD orang yang beragama Kristen yang saya temui kebanyakan beretnis Tionghoa, meskipun secara tidak sengaja bertemu seorang yang beragama Kristen dengan etnis Jawa yang notabene non muslim tidak menggunakan kerudung untuk wanita. Saya hanya beranggapan bahwa itu hanya seorang muslim yang tidak menggunakan kerudung. 

 

Kemudian saya bertanya – tanya, bagaimana dengan etnis Tionghoa yang saya anggap seorang kristen padahal beliau atau mereka adalah seorang muslim? Bahkan waktu SMP saja saya menemui teman saya yang beretnis Tionghoa yang beragama Islam. 

 

Banyak hal yang baru saya pahami saat menginjak jenjang SMP, apalagi saat SD saya hanya seorang no life yang mainnya kurang jauh. Teman saya pada waktu itu hanyalah yang itu itu saja, karena saya adalah seorang yang untuk susah bergaul. Melihat pergaulan di tempat tinggal mayoritas berisikan anak motor dan perguruan pencak silat yang sama sekali tidak cocok dengan diri saya pribadi. 

 

Saat SMP saya kembali tinggal bersama orang tua saya yang berada di Kota Magelang. Saya mencoba untuk lebih terbuka dan tidak no life, karena saya juga berpikir bagaimana saya mendapatkan teman jika terus seperti itu. Meskipun tetap saja tidak memiliki teman yang sangat akrab di sekolah, setidaknya saya punya teman bermain di rumah. 

Orang tua saya tinggal di perumahan TNI, yang notabene Kota Magelang juga merupakan pusat pendidikan TNI Kodam Diponegoro yang mencakup Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Walaupun begitu tetangga tetangga yang berada tinggal disini tidak hanya orang Jawa, orang luar Jawa pun sangat banyak, termasuk Ayah saya yang berasal dari Medan, Sumatera Utara. 

 

Dari sini saya memahami banyak sekali keberagaman yang ada di Indonesia. Ternyata tidak hanya etnis Jawa yang tinggal berada di sini namun banyak yang berasal dari Luar Jawa. Banyak juga yang beragama berbeda-beda. Orang Kristen tidak selalu beretnis Tionghoa, begitupun seorang Tionghoa tidak selalu beragama Kristen.

 

Memang benar kata peribahasa melayu, jangan menjadi kura – kura dalam tempurung. Banyak sekali keberagaman yang ada Di Indonesia, jangan lah menutup diri atas keberagaman yang ada. Keberagaman suku, ras, dan agama yang ada Di Indonesia merupakan suatu ciri khas bangsa Indonesia yang jarang temui di negara lain, dan ini yang patut kita banggakan

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Add comment