Soloensis

LAMPION KAMPUNG RAMADHAN: SIMBOL KEBERAGAMAN DI KOTA SOLO

Lampion
Salah satu lampion dalam Solo Light Festival 2024

LAMPION KAMPUNG RAMADHAN: SIMBOL KEBERAGAMAN

DI KOTA SOLO

Kota Solo, yang terkenal sebagai Spirit of Java, selalu menampilkan keunikan dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Salah satu tradisi yang paling dinantikan adalah pemasangan lampion di sepanjang jalan Jenderal Sudirman atau Kawasan Gladak-Pasar Gede. Tradisi ini bukan hanya indah dipandang, tetapi juga memiliki makna yang mendalam, bahwa hal tersebut sebagai simbol keberagaman di tengah masyarakat Solo. Unik memang, jika mengingat bahwa pemasangan lampion di kawasan Pasar Gede tersebut diinisiasi oleh masyarakat Tionghoa dari Kelenteng Tion Kok Sie dalam rangka merayakan Imlek sekira tahun 2007. Sejak saat itu, tradisi lampion Kampung Ramadhan terus berkembang dan menjadi salah satu ikon Ramadhan di Solo. Setiap tahun, desain lampion selalu berbeda-beda, dengan tema yang selalu mengangkat nilai-nilai budaya dan tradisi lokal.

 

Simbol Keberagaman

Keberagaman merupakan salah satu nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Solo. Lampion berbentuk ketupat, masjid, bintang, kaligrafi, dan berbagai bentuk dan maupun warna memiliki maknanya sendiri. Ketupat misalnya, merupakan simbol makanan khas Ramadhan yang dinikmati oleh semua kalangan, tanpa memandang suku, agama, dan ras. Aneka rupa lampion tersebut menjadi pemersatu masyarakat Kota Solo dari berbagai latar belakang, suku, agama, dan ras. Tradisi lampion Kampung Ramadhan di Solo tidak hanya melibatkan masyarakat umum, tetapi juga berbagai sekolah di kota tersebut. Keterlibatan sekolah dalam tradisi ini memiliki peran penting dalam membentuk keberagaman dan toleransi di kalangan generasi muda. Keterlibatan pihak sekolah ini merupakan wujud kerja sama antara Dinas Pariwisata yang menggandeng Dinas Pendidikan dalam event Ramadhan tahun ini. Gabungan beberapa sekolah diminta membuat lampion untuk menyemerakkan event yang secara resmi bernama Solo Light Festival tersebut.

Toleransi dan keberagaman terpancar pada sekolah-sekolah yang menjadi peserta pembuatan lampion, yang tidak hanya sekolah dengan latar belakang yayasan Islam saja, tetapi juga sekolah negeri maupun sekolah dengan yayasan Kristen ataupun Katolik. Oleh karena itu, selain memeriahkan suasana Ramadhan dan menarik wisatawan, tradisi ini juga dapat meningkatkan toleransi dan rasa persatuan di antara masyarakat. Diharapkan tradisi lampion Kampung Ramadhan dapat terus dilestarikan dan menjadi salah satu ikon Ramadhan di Solo. Tradisi ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa perbedaan bukanlah halangan untuk bersatu dan bersama-sama menyambut bulan suci Ramadhan dengan penuh suka cita.

    Apakah tulisan ini membantu ?