Soloensis

Salahku atau Salahmu?

download (2)

Oleh: Adristi Novisatu Harapan/X-2/SMA Negeri 8 Surakarta

Saya memiliki karakter yang tidak mudah bicara kepada orang lain. Hal ini membuat saya tidak memiliki banyak teman seperti anak sekolah pada umumnya. Hal ini terjadi pada saat saya masuk dan bersekolah di salah satu Sekolah Dasar berbasis agama di kota Solo.

Hal ini dimulai ketika saya mengalami perundungan sewaktu saya duduk di kelas 3 SD, tepatnya pada tahun 2017. Saya mengalami perundungan karena beberapa faktor. Salah satunya karena saya merupakan keturunan Chinese dan Jawa. Hal ini bukan disebabkan karena saya memiliki ras Chinese saja namun, hal ini disebabkan karena perbedaan ekonomi keluarga saya dengan ekonomi keluarga mereka. Banyak teman saya yang berasumsi bahwa anak dari keturunan Chinese merupakan orang yang memiliki kondisi ekonomi diatas keturunan orang Jawa namun, hal ini tidak terjadi di kehidupan saya. Menurut saya, tidak semuanya sama seperti apa yang mereka asumsikan. Pada saat itu, saya tidak bisa berbuat apapun karena faktanya memang banyak orang yang memiliki ras Chinese merupakan orang kaya. Faktor penyebab lainnya merupakan faktor nilai dan bakat. Saat saya bersekolah di Sekolah Dasar, saya mengikuti berbagai ekstrakurikuler seperti animasi, paduan suara, MIPA (Matematika dan IPA), Pramuka, Drumband, Adiwiyata dan Kolintang. Disisi lain, saya juga memiliki pencapaian lain di bidang akademis seperti mendapatkan ranking 6 besar selama 6 tahun bersekolah, mengikuti Olimpiade Matematika, dan FLS2N (Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional) di bidang solo vokal, serta meraih juara di Pesta Siaga, Paduan Suara, Gerak Jalan Bervariasi. Hal ini membuat teman teman saya menjadi lebih sering untuk melakukan perundungan terhadap saya. Seringkali saya mendapatkan kata kata seperti “Miskin!” apalagi kata kata “Caper! Ikut ekskul gitu aja udah banyak gaya!”. Sebenarnya ini salah saya karena terlalu mencari perhatian atau karena mereka yang iri dengan pencapaian saya?

Saya memiliki mental yang lemah, terkadang hanya dengan perkataan seperti itu saja sudah cukup untuk membuat saya menangis sepanjang malam. Saya tidak dapat menyangkal penyataan mereka kalau saya ini orangnya gampang menangis, penakut, dan sok pintar karena memang saya akui jika saya memiliki sifat tersebut. Saya mendapat tuntutan nilai akademis di keluarga karena hampir semua  anggota keluarga besar dari ayah saya memiliki IQ jenius dan nilai akademis yang baik sehingga dapat masuk ke universitas yang bagus serta mendapat julukan cumlaude di kelulusannya. Saya juga mendapat tuntutan menjadi anak perempuan yang kuat dan mandiri. Sejujurnya saya tidak suka orang orang berasumsi bahwa anak perempuan pertama harus seperti itu alias kuat dan mandiri, menurut saya jalan terbaik adalah menjadi diri sendiri. Tentu saja saya memiliki pendapat yang berbanding terbalik dengan teman teman saya, termasuk saat mereka berasumsi jika ras Chinese harus berkulit putih, kaya, harus pintar, bisa bahasa Mandarin begitu juga dengan ras Jawa yang diharuskan bisa berbahasa Jawa dengan lancar.

Sewaktu saya menjadi murid kelas 6 SD tepatnya pada tahun 2020 Pandemi Covid melanda Indonesia yang membuat kita harus bersekolah secara daring. Hal ini menjadi suatu faktor yang mempengaruhi kondisi mental saya karena saya tidak memiliki teman yang bisa diajak untuk membagi cerita sehari hari. Masa Sekolah Dasar berubah menjadi masa Sekolah Menengah Pertama, masih dengan kondisi Pandemi belajar juga secara daring hal ini tidak membuat saya lepas dari memikirkan masa sekolah saya di Sekolah Dasar. Pada waktu saya duduk di kelas 1 SMP saya memiliki ketertarikan dalam bidang menulis, sehingga pada waktu itu saya memilih untuk mengikuti ekstrakurikuler jurnalistik di sekolah saya. Setelah itu saya menjadi sering meluangkan waktu saya untuk menulis berita atau artikel. Dari ekstrakurikuler jurnalistik saya berlajar kalau jurnalistik itu bukan hanya tentang tulis menulis cerita namun tentang cara bersosialisasi dengan orang lain dan menuangkan ide ke dalam bentuk karya sastra yang nantinya akan dibaca dan juga bisa bermanfaat bagi banyak orang.

Detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari, hari berganti bulan, dan bulan berganti tahun pada waktu Pandemi sudah mulai berkurang dan belajar di sekolah sudah secara tatap muka. Hal itu juga membuat saya menjadi aktif dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler jurnalistik. Bagian menariknya adalah ketika saya menyadari banyak penulis sastra fiksi atau non-fiksi didalamnya. Pertanyaannya adalah mengapa mereka berbeda ide, berbeda keahlian dan berbeda karakter bisa menjadi akrab dan bisa bekerja sama satu sama lain? Ternyata mereka memiliki sikap toleransi dan mau bekerja sama dengan orang lain entah apapun perbedaan yang mereka miliki karena mereka berasumsi bahwa karena adanya perbedaan itu, itu akan membuat karya mereka menjadi lebih nyata dan tentunya lebih baik dilihat dari sudut pandang manapun.

Tentu saja, hal ini jauh berbeda dengan yang sebelumnya, perbedaan ini terlihat ketika mereka lebih memilih untuk bekerja sama menyelesaikan suatu masalah untuk mencapai satu tujuan daripada membeda-bedakan perbedaan yang ada. Saat saya mengerjakan liputan di suatu acara pun terlihat bagaimana cara orang lain menghargai perbedaan yang ada. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara saya dengan seorang narasumber yang memiliki agama berbeda dengan saya, beliau juga mengizinkan saya meliput acara ini untuk dibaca di majalah sekolah. Pada acara itu juga terlihat dimana ada banyak orang yang tentu memiliki ciri khas masing masing namun mereka tidak menjelekkan satu sama lainnya.

Saya memiliki kesempatan untuk membuat mading dengan teman teman dari ekstrakurikuler jurnalistik. Waktu saya mendapatkan tugas untuk menuliskan prestasi para siswa dalam 1 tahun terakhir, setelah saya membaca dan melihat prestasi para siswa ternyata mereka juga memiliki keahlian yang berbeda keahlian di bidang akademis ada juga yang dibidang non akademis. Apa yang menjadi semangat mereka dalam melakukan persaingan tersebut, bahkan ada yang sering sekali mendapat piagam tentu saja ia dikenal sebagai siswi tercerdas di sekolah saya pada waktu itu. Kenapa mereka bisa menjadi semangat? Apa penyebab yang membuat mereka menjadi semangat walau mereka mengetahui mereka sangat jauh berbeda diantara orang lain. Ternyata saya mendapati bahwa mereka memiliki semangat berlajar karena ada orang lain yang selalu memberinya semangat atau yang kita kenal sebagai support system. Saat saya naik ke kelas 9, saya memutuskan untuk berhenti menulis sementara. Saya ingin mencoba mengikuti ekstrakurikuler musik yang ada di sekolah saya.

Hati saya berbisik “Cinta saya terhadap dunia permusikan sama dengan cinta saya terhadap dunia jurnalistik.”

Ingin rasanya saya memilih keduanya namun tujuan saya saat itu adalah fokus ujian jadi saya harus merelakan salah satu dari mereka. Hal hal yang mampu menampung dan mengerti segala tangisan dan emosi ini.

Seni, sebuah bentuk pelampiasan yang terlihat indah. Terkesan kasar namun banyak emosi yang dicurahkan seorang musisi di lagunya, banyak penulis yang mengangkat cerita nyata sebagai karyanya. Terkadang saat saya bermain musik saya juga bisa merasakan emosi yang ada di dalam lagu tersebut, saya juga pernah merasakan emosi penulis lewat buku yang diciptakannya. Itulah cara seniman melampiaskan emosi.

Setelah saya berhasil menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Pertama, saya memutuskan untuk bersekolah pada salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri di kota Solo. Tentu saja dari sudut agama, agama kami semua termasuk beragam, seharusnya saat mengetahuinya, hal tersebut menjadi sebuah peluang bagi saya dalam menambah pertemanan namun hal itu tidak sesuai dengan ekspetasi saya, namun sejauh ini saya tidak memiliki konflik dengan teman yang agamanya berbeda dengan saya, hal ini karena mereka lebih menyukai pertemanan daripada pertengkaran karena jika mereka melihat pertemanan dan pertengkaran, pertemanan jauh lebih indah dipandang daripada pertengkaran. Namun sebaliknya hal ini hampir sama dengan masa Sekolah Dasar yang saya alami perbedaannya adalah ketika mereka menganggap saya merupakan orang yang mudah mengambil keputusan untuk mengikuti sesuatu dengan tujuan ingin mencari perhatian orang lain.

Di Sekolah Menengah Atas ini saya mengikuti 4 ekstrakurikuler yaitu Musik, Jurnalistik, Pramuka, dan Kepengurusan Organisasi Agama. Tentu saja saya mengikuti keempat ekstrakurikuler ini karena saya masih mencintai hal hal yang tercipta oleh mereka. Ada beberapa faktor yang menjadi  kesenangan bagi saya adalah mendapat banyak teman, karena seperti yang saya katakan sebelumnya saya memiliki sifat yang menutup pergaulan atau lebih menyukai kesendirian maka dari itu memiliki pertemanan dengan orang lain terutama dengan seseorang yang memiliki perbedaan yang sangat jauh dibanding saya itu merupaan suatu kebanggaan tersendiri bagi saya.

“Jarang jarang ada cewe mau main bass.” Katanya.

“Jarang jarang loh ada yang lihat cewe main bass, biasanya yang main bass itu cenderung lebih ke laki-laki daripada perempuan.” Imbuhnya. Kalimat itu merupakan suatu kebahagiaan yang tidak dapat saya jelaskan secara detail. Bukannya haus akan pujian, namun karena hal tersebut memang terjadi dan bakat itu merupakan suatu mujizat yang datang dari Tuhan, saya bersyukur bisa bermain musik karena saya bisa menghibur diri saya saat saya sedang kesepian.

Saya mempelajari berbagai teknik bermusik dan bagaimana cara untuk memberikan kesan baik kepada audiens yang menyaksikan dari kakak kelas saya.

Selain itu, saya juga diajarkan cara berkarya diatas mading, kreatif dalam membuat mading agar memiliki banyak pembaca oleh tim jurnalistik.

Saya juga diajarkan untuk memiliki jiwa toleransi layaknya kita sebagai manusia yang harus saling menghormati, mau bekerja sama dengan satu sama lain, dan masih banyak lagi.

Saat saya mengikuti kepengurusan organisasi agama, saya diajarkan untuk dapat mengelola sebuah kepercayaan yang ditujukan kepada saya pada event event, dan mampu menanggapi pendapat atau argumen anggota lain dengan baik tanpa adanya pertengkaran.

Terkadang apa yang kita harapkan tidak seperti apa yang kita mau, dan hidup merupakan sebuah pelajaran yang diberikan agar kita bisa tumbuh dewasa secara fisik dan mental. Perjalanan hidup memang terdengar aneh, namun jika kita hidup tanpa cobaan dan pelajaran maka hidup tidak akan menarik. So do you want to upgrade your life? Trust your Jesus, and trust yourself. You can do it, try your best.

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Adristii NovisatuH

    Add comment