Soloensis

Sadranan media kerukunan

IMG-20240330-WA0203

 

Setiap menjelang bulan Ramadhan, masyarakat Jawa biasanya mengadakan satu tradisi yang disebut “sadranan”. Sadranan yaitu tradisi mendoakan leluhur yang sudah meninggal, secara bersama sama. 

Di kabupaten Klaten, tepatnya di Dukuh Banyusri rutin setiap tahunnya melaksanakan tradisi sadranan. Pada tahun ini, tradisi sadranan dilakukan pada tanggal 3 Maret 2024 atau secara tanggalan Jawa yaitu 20 Ruwah. 

Tradisi sadranan ini memiliki beberapa rangkaian acara. Pada malam sebelum sadranan biasanya dilakukan pengajian dan keesokan harinya dilakukan yasin tahlil dan makan bersama sama . Tradisi sadranan selalu dilakukan di bangsal makam dukuh Banyusri.

Pada malam menjelang sadranan, biasanya warga masyarakat datang ke bangsal makam dukuh Banyusri untuk mengikuti pengajian.  Masyarakat yang datang dari kalangan orang tua, remaja, dan anak-anak. Acara pada malam itu biasanya diisi dengan yasin tahlil dan dilanjut pengajian.

Suasana semakin hangat karena lantunan bacaan yasin tahli dari masyarakat. Ketika yasin tahlil selesai, para remaja bergotong royong untuk membagikan makanan sehingga ketika pengajian masyarakat dapat mendengarkan dan sambil menikmati makanan yang dibagikan.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB, dan acara pengajian itu pun selesai. Semua masyarakat kembali pulang. Masyarakat tertib membuang sampah makanan ke tempat yang sudah di sediakan oleh panitia. Masyarakat antusias untuk bergotong-royong menjaga kebersihan lingkungan. Setelah masyarakat kembali kerumah masing-masing, para pemuda bergotong royong untuk membersihkan dan merapikan barang yang sudah digunakan. 

Keesokan harinya, barulah tradisi sadranan dilaksanakan. Pagi yang cerah dengan tawa canda masyarakat membuat acara semakin meriah. Tua, muda, remaja, hingga balita turut hadir di tradisi sadaranan sehingga , membuat bangsal makam dukuh Banyusri itu penuh . Masyarakat hadir tidak dengan tangan kosong melainkan membawa beberapa porsi makanan dan snack pada setiap keluarga yang akan dinikmati bersama nantinya . 

Pada pintu masuk bangsal terdapat panitia sadranan yang siap untuk menerima makanan dan ditukar dengan makanan orang lain. Penukaran makanan ini diambil secara acak agar tidak terjadi kecemburuan dan tidak memandang kasta setiap masyarakat. Ketika sudah selesai untuk menukar makanan, masyarakat masuk ke dalam bangsal untuk duduk di tikar bersama masyarakat lain. Di dukuh Banyusri terdapat dua bangsal, yaitu bangsal besar dan bangsal kecil.

Biasanya di bangsal besar ditempati oleh ibu-ibu dan bangsal kecil yang berada di dalam makam dihuni bapak-bapak untuk memimpin yasin tahlil. Ketika membacakan yasin tahlil, masyarakat kompak untuk melantunkannya. Setelah selesai membaca yasin tahlil di bangsal kecil terdapat ingkung, yaitu seekor ayam jawa utuh yang dimasak dan dibagikan untuk dimakan bersama sama. Sedangkan di bangsal besar disediakan snack yang akan dinikmati Bersama pula.

Suasana semakin ramai dan menambah kerukunan dimasyarakat. Rasa kekeluargaan semakin tercipta ketika semua masyarakat menikmati makanan yang sudah di sediakan. Ketika semua rangakaian acara selesai, masyarakat pulang dengan rasa gembira. Tak lupa mereka tetap bergotong royong untuk menjaga kebersihan bangsal makam. Para remaja juga merapikan dan mengembalikan barang yang sudah dipakai. 

Dari tradisi ini, saya dapat belajar bagaimana selalu rukun, gotong royong dan tidak membeda bedakan antara satu orang dengan orang lain. Karena sejatinya perbedaan diciptakan agar kita berusaha “lebih” dalam mencintai sesama.

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Add comment