Soloensis

HAPUS STEREOTIPE SMK

final-danipendergast-slide-9b4de33cec6eff3cc409964785b0be14f8b128e1-s700-c85

Hapus Stereotipe SMK

 

Sekolah Menengah Kejuruan sering dipandang sebelah mata karena dianggap tidak mengajarkan adab pada siswa-siswinya. Sering terdengar cibiran bahwa “SMK adalah kandang kenakalan” dan “Lulusan SMK merupakan penyumbang pengangguran terbesar”. Namun, faktanya tidak seperti itu, siswa-siswi SMK justru dipersiapkan untuk terjun langsung di DuDi (Dunia usaha Dunia industri) ketika mereka lulus nanti.

Begitu banyak SMK di Kabupaten Klaten, salah satunya SMK Negeri 3 Klaten, yang merupakan sekolah pusat keunggulan (PK). Sekolah yang bergerak di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif ini, menyediakan berbagai fasilitas yang memadai untuk menunjang kegiatan belajar mengajar. Keunggulan lain dari SMKN 3 Klaten, terletak pada bidang kejuruannya, yang menjadi satu-satunya Sekolah Menengah Kejuruan yang memiliki jurusan Tata Kecantikan di tingkat kabupaten.

Namun, tidak semulus narasi di atas, sangat berbanding terbalik dengan stereotipe yang terus berkembang di lingkungan pendidikan maupun masyarakat. Terkhusus pada jurusan kecantikan yang selalu menjadi ikon utama di tengah perbincangan topik kenakalan remaja di ranah masyarakat.

Berdasarkan pengalaman Vina yang merupakan salah satu Guru Bahasa Indonesia di SMKN 3 Klaten, beliau mengalami kejadian yang tidak terduga saat naik taksi online. Vina ditanya oleh supir, apakah benar beliau itu Guru di SMKN 3 Klaten. Supir yang mendengar kebenaran pun tersentak kaget, lalu berkata “Wah Bu.. penyumbang LC terbanyak loh, Bu..” LC merupakan pemandu karaoke, tugasnya biasa memandu para pelanggan yang datang ke tempat tersebut. Vina menanggapi dengan santai dan gelak tawa. “Wah iya toh, Pak? Bagus dong!” timpal Vina yang membuat supir terdiam.

Tidak hanya di lingkungan masyarakat, namun stereotipe SMK terus berkembang di lingkungan pendidikan. Seperti pengalaman Amelia, salah satu siswi SMKN 3 Klaten jurusan kecantikan yang berbagi pengalamannya saat menghadiri acara forum diskusi bersama dengan siswa-siswi SMA/SMK lainnya. Amelia berkenalan dengan salah satu siswi dari sekolah lain. Saat siswi tersebut mengetahui bahwa Amelia merupakan siswi jurusan kecantikan, sontak siswi tersebut berkata “Cuma bedakan saja kok, pakai sekolah segala?” dengan nada bercanda dan menimpali dengan “Ngga loh, bercanda” meskipun siswi tersebut menggunakan embel-embel bercanda, tentu Amelia merasakan bahwa siswi tersebut sedang menyindirnya. Amelia pun menyahuti “Melukis wajah juga ada seninya, bukan sekedar menggores dan memulas.” Siswi tersebut diam dan terlihat kebingungan dengan perkataan yang baru saja dilontarkan oleh Amelia.

Kabar miring dan stereotipe yang terus berkembang dari generasi ke generasi, hal ini bukanlah suatu pencapaian yang patut diacungi jempol. Namun, dalam menanggapi ujaran kebencian tidak diperkenankan untuk menggunakan kekerasan verbal maupun non verbal. Dengan demikian tanggapan yang diberikan hendaknya dapat diterima dengan baik dan lawan bicara dapat memahami value yang sedang disampaikan.

Fakta lain menyebutkan, siswa-siswi lulusan SMK memiliki 3 pilihan ketika lulus dari masa sekolah. Dengan bekal keahlian yang telah dipelajari, tentunya para siswa sudah memiliki bekal untuk melanjutkan di dunia industri atau terjun ke dunia usaha, karena pada saat masa sekolah, selama kurang lebih 6 bulan, siswa akan melaksanakan PKL ( Praktik Kerja Lapangan ) di dunia industri atau dunia usaha sesuai dengan bidang kejuruannya. Namun juga tidak menutup kemungkinan, siswa dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu dunia perkuliahan.

Nama : Amelia Reswara Putri

Kelas : X Kecantikan 1

Sekolah : SMK N 3 KLATEN

Email : amelreswara08@gmail.com

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Add comment