Soloensis

Bersatu, Damai Namun Tidak Melebur

multiracial-group-different-people_23-2148215780
Gambar : freepik

     Pelangi itu indah bukan karena warnanya melebur, akan tetapi pelangi menjadi indah karena masing-masing warna mempertahankan identitas warnanya namun mampu berdampingan secara damai. Begitulah seharusnya kita menjaga keberagaman bangsa ini agar tetap hidup damai dan sejahtera. Ketika saya mendampingi training jurnalisme keberagaman untuk siswa di sekolah saya, saya mendapati fakta yang cukup mengagetkan bagi saya.

      Ketika siswa diminta mengungkapkan pengalaman mereka tentang keberagaman, beberapa siswa menceritakan tentang keluarga mereka. Ternyata dalam keluarga mereka, terdapat perbedaan keyakinan atau agama, antar anggota keluarga. Saya sempat heran, kenapa bisa hal itu terjadi, di negara yang menurut perudang-undangan tidak diperbolehkan menikah beda agama. Keputusan Majelis Ulama Indonesia Nomor 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 Tanggal 28 Juli 2005 dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 40 (c) dan Pasal 44 pun sejalan dengan afirmasi Al Qur’an tersebut, dengan menetapkan bahwa perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.

     Senapas dengan pandangan tersebut, Agama Kristen juga melarang perkawinan beda agama sebagaimana tertera dalam kitab sucinya: “Perkawinan beda agama menurut agama Kristen adalah tidak dikehendaki dalam Perjanjian Lama (PL) karena khawatir kepercayaan kepada Allah Israel akan dipengaruhi ibadah asing dari pasangan yang tidak seiman” (Ezr. 9-10; Neh. 13:23-29; Mal. 2:10).

     Demikian juga larangan Agama Katholik dalam konteks tersebut. Menurut agama Katholik, perkawinan adalah sebuah sakramen atau sesuatu yang kudus dan suci. Salah satu halangan tercapainya tujuan perkawinan adalah adanya perbedaan agama antara suami istri (Kanon 1086).

     Namun setelah mendengar cerita mereka, saya menjadi faham, kenapa hal itu bisa terjadi. Saya sulit membayangkan, bagaimana anak akan menjalani kehidupan bergama yang baik, ketika ayah dan ibu mereka berbeda keyakinan. Yang lebih mengherankan lagi, setelah kami mendengar cerita praktek keagamaan mereka di rumah. Menurut mereka, ketika hari raya idul fitri seluruh keluarga berkumpul (meski mereka bukan muslim) untuk merayakan hari raya idul fitri. Demikian juga ketika tiba perayaan Natal, anggota keluarga yang tidak beragama kristen juga ikut merayakannya.

   Sekilas, hal tersebut adalah suatu kebaikan, karena menunjukan betapa besarnya rasa toleransi antar pemeluk agama yang berbeda. Terlihat betapa orang kristen, menghargai perayaan idul fitri dengan ikut bersama merayakannya. Demikian juga ketika Natal, terlihat betapa besarnya toleransi orang islam dengan ikut kegiatan perayaan Natal. Namun bila kita cermati secara mendalam, ada hal yang perlu kita koreksi dari aplikasi toleransi tersebut.

   Agama adalah hal yang sangat privasi, mendalam dan esensial bagi manusia. Siapapun mereka, agama adalah hal yang sangat mendasar bagi kehidupan mereka. Rasanya akan sulit untuk bisa dimengerti, manakala dalam satu tempat terdapat orang-orang yang berbeda keyakinan, tetapi mereka merayakan hari raya (yang merupakan praktik peribadahan) yang sama. Tentu pelaksanaan perayaan hari besar keagamaan tersebut, bertentangan dengan hati nurani di antara orang yang ada ditempat tersebut.

    Dalam perayaan hari raya idul fitri, tentu ada doa-doa yang dipanjatkan oleh umat islam kepada Allah SWT. Demikian juga dalam perayaan Natal, ada ritual-ritual yang tentu sesuai dengan keyakinan umat kristiani. Betapa tidak nyamannya seorang kristen ketika harus mendengar doa-doa umat islam yang bertentangan dengan batin mereka. Demikian juga dengan yang dirasakan umat islam ketika mendengar doa-doa dalam perayaan Natal.

    Bagaimana seharusnya yang dilakukan? Bagaimana kita mengungkapkan rasa hormat dan sikap toleransi kita kepada pemeluk agama lain secara nyaman dan benar?

    Tentu ini pertanyaan yang akan muncul, setelah mendengar uraian di atas. Sebagai sebuah bangsa yang majemuk dalam berbagai hal, termasuk agama, bangsa indonesia harus bisa mengembangkan sikap toleran dalam keberagaman. Kita harus saling menghormati keyakinan (agama) orang lain yang berbeda dengan kita. Namun sikap penghormatan tersebut, tidak boleh melewati batas-batas keyakinan kita.

    Kita dapat bekerja sama dengan pemeluk agama lain dalam hal sosial kemasyarakatan. Namun kaitannya dengan peribadatan, masing-masing pemeluk agama harus bisa saling menghormati, tidak mencampuri dan tidak mencampur adukan keyakinan. Masing-masing pemeluk agama memiliki tempat ibadah masing-masing. Demikian juga dengan hari raya dan peribadatan lainya. Seharusnya pada tataran ini, masing-masing harus masuk pada “rumah mereka” dan tidak memasuki “rumah orang lain”.

    Akan sangat indah jika hari minggu umat kristiani pergi ke gereja untuk beribadah, sementara hari jum’at umat islam pergi ke masjid untuk melaksanakan salat jum’at. Namun umat islam dan kristen bisa secara bersama-sama gotong royong membersihkan lingkungan atau membangun jembatan. Dan akhirnya, pelangi itu indah karena masing-masing warna mempertahankan identitasnya namun bisa hidup berdampingan secara damai.

 

Penulis :

Hastono Nur Wahyudi, S.PdI

SMP Negeri 10 Surakarta

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Solopos Institute

    Add comment