Iduladha (bahasa Arab: ضحى األ يد ع) adalah sebuah hari raya dalam agama Islam.
Hari ini memperingati peristiwa kurban, yaitu ketika Nabi Ibrahim bersedia
mengorbankan putranya Isma’il sebagai wujud kepatuhan terhadap Allah. Sebelum
Ibrahim mengorbankan putranya, Allah menggantikan Ismail dengan domba. Untuk
memperingati kejadian ini, hewan ternak disembelih sebagai kurban setiap tahun.
Iduladha jatuh pada tanggal 10 bulan Zulhijah atau 70 hari setelah Idulfitri. Hari ini
juga beserta hari-hari Tasyrik merupakan hari yang diharamkan untuk berpuasa bagi
umat Islam. Pada hari Iduladha, umat Islam berkumpul pada pagi hari dan
melakukan salat Id bersama-sama di tanah lapang atau di masjid. Setelah salat,
penyembelihan hewan kurban dilaksanakan. Sepertiga daging hewan dikonsumsi
oleh keluarga yang berkurban, sementara sisanya disedekahkan atau dibagikan
kepada orang lain. Terkadang Iduladha disebut pula
sebagai Idulkurban atau Lebaran Haji.
Latar belakang
Salah satu ujian utama dalam hidup Ibrahim adalah menerima perintah Allah untuk
mengorbankan putra kesayangannya. Perintah ini diterima Ibrahim melalui mimpi
yang terus berulang. Ibrahim tahu bahwa ini adalah perintah dari Allah dan dia
memberi tahu putranya, seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur’an.
“ Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya,
(Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail)
menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah)
kepadamu; insyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar. Selama masa persiapan, setan menggoda Ibrahim dan keluarganya dengan
mencoba menghalangi mereka untuk melaksanakan perintah Allah. Ibrahim
kemudian mengusir setan dengan melemparkan kerikil ke arahnya. Untuk
memperingati penolakan mereka terhadap setan, batu-batu dilemparkan dalam
lontar jumrah dalam ibadah haji.
[3]Ketika melaksanakan penyembelihan, pisau Ibrahim tidak dapat melukai Ismail.
Allah kemudian mengganti Ismail dengan seekor hewan sembelihan.
[4]“
Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim)
membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah
Allah). Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah
membenarkan mimpi itu.” Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar
suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor
sembelihan yang besar.
Iduladha dilaksanakan ketika ibadah haji sedang berlangsung. Pilar dan inti dari
ibadah haji adalah wukuf di Arafah, sedangkan hari pelaksanaan wukuf dikenal
sebagai Hari Arafah, yang dimulai pada tanggal 9 Zulhijah hingga terbit fajar pada
tanggal 10 Zulhijah.
[5]Dalam hadis yang dituturkan oleh Husain bin al-Harits al-Jadali, amir Makkah pernah
menyampaikan khotbah, kemudian berkata:
“ Rasulullah saw. telah berpesan kepada kami agar kami menunaikan ibadah
haji berdasarkan Hisab dan rukyat (hilal Zulhijah). Jika kami tidak bisa
menyaksikannya, kemudian ada dua saksi adil (yang menyaksikannya),
maka kami harus mengerjakan manasik berdasarkan kesaksian mereka.
”
—HR Abu Dawud, al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni. Ad-Daruquthni berkomentar,
“Hadis ini isnadnya bersambung dan sahih.”
Hadis ini menjelaskan bahwa, pertama, pelaksanaan ibadah haji harus didasarkan
pada hasil rukyat hilal 1 Zulhijah sehingga kapan wukuf dan Iduladhanya bisa
ditetapkan. Kedua, pesan nabi kepada amir Makkah, sebagai penguasa wilayah,
tempat di mana perhelatan haji dilaksanakan untuk melakukan rukyat; jika tidak
berhasil, maka rukyat orang lain, yang menyatakan kesaksiannya kepada amir
Makka.
Desa Ngargoyoso, di kaki Gunung Lawu, mungkin bisa menjadi potret toleransi.
Sebab, di desa tersebut, tiga tempat ibadah, yakni masjid, gereja, dan pura berdiri
berdampingan. Komunikasi yang baik dan sikap saling menghormati membuat
seluruh warga desa hidup dalam damai walau berbeda keyakinan.
Masjid Al-Mu’min, Gereja Sidang Jemaat Allah Pancaran Berkat, dan Pura Agra
Bhadra Darma dibangun dengan dana kas Desa Ngargoyoso. Meski sang Kepala Desa, Almarhum Sri Hartono, penggagas berdirinya tiga tempat ibadah tersebut
telah wafat, nilai toleransi yang diwariskannya membekas hingga saat ini.
Saling menjaga dan berpartisipasi dalam perayaan hari besar menjadi kunci
persatuan. Potret toleransi di Desa Ngargoyoso menunjukkan, menjaga kebinekaan
bisa dimulai dari diri sendiri, tentunya dengan menanamkan sikap toleran dan
menghormati perbedaan.
Salah satu contoh saling menjaga dan berpartisipasi dalam perayaan hari besar yakni
adalah bertepatan dengan hari raya Idul Adha pada 10 juli 2022 tepatnya 1 tahun yang
lalu,Pengurus Masjid Al-Mukmin, Desa Ngargoyoso, Kelurahan Ngargoyso Kecamatan
Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah ini menyediakan dan membagikan
daging hewan qurban kepada umat non-Muslim yang berada sekitar lingkungan masjid
setempat. Sebagai contoh keluarga mbak Glory yang tinggal di dalam Gereja yang
berada dalam satu lingkungan masjid Al-Mukmin.
Meskipun demikian, pengurus masjid setempat terlebih dahulu memastikan seluruh
umat Muslim yang tidak mampu sudah menerima daging hewan kurban sebelum
dibagikan ke umat non-Muslim.
Setelah itu, pengurus masjid baru membagikan daging hewan kurban kepada umat
non-Muslim yang termasuk kategori kurang mampu.
daging hewan kurban yang dibagikan kepada umat non-Muslim merupakan bentuk
rasa tali persaudaraan antarumat beragama.
Di sekitar lingkunagn masjid Al-mukmin Ngargoyoso tersebut terdapat beragam tempat
beribadah agama dan kepercayaan yaitu masjid,pure,dan gereja.
Ragam agama dan budaya dalam satu kawasan tidak menjadi hambatan umat Muslim
untuk saling berbagi dengan umat non-Muslim terutama saat Hari Raya Idul Adha.
Ikatan dalam beragama atau toleransi di sini sangat terjaga sejak lama, saling
membantu karena dari dulu kita terus diajarkan oleh orang tua walaupun beda agama.
Add comment