Soloensis

Bullying Tidak Perlu Toleransi Nomor Satu

Toleransi Beragama

Panggil saja aku Zai, umurku 16thn, seorang muslim dan sekarang duduk dibangku SMK. Sekarang aku bersekolah di SMK Negeri 3 Surakarta dan berada di jurusan Akuntansi. Aku ingin bercerita tentang teman dekatku yang berbeda agama waktu SMP dulu. SMPku dulu adalah SMP Negeri 15 Surakarta. Cerita ini dimulai saat aku naik kelas 8 pada tahun 2019 sebelum wabah virus covid melanda. Bagiku, temanku ini special, jadi aku ingin menceritakan lebih banyak tentang dia. 

Pada saat kenaikan kelas, kami mendapat teman baru di kelas kami. Panggil saja dia Ica. Dia seorang Katolik, berkulit putih, memiliki rambut hitam, panjang dan juga lumayan cantik. Waktu itu kukira dia murid pindahan, tapi ternyata dia tidak naik kelas. Dengar-dengar karena dia dulu sering tidak masuk sekolah, entah apa alasannya. Awalnya semua berjalan damai dan baik-baik saja, tapi seiring berjalannya waktu ada sesuatu hal yang tidak mengenakkan terjadi. 

Ica mendapat perlakuan tidak baik oleh teman-teman sekelasnya. Ica sering diejek oleh murid-murid laki-laki di kelas kami. Mereka memang sangat nakal, wali kelas kami saja sampai tidak tahan dengan kelakuan mereka. Mereka mengganggap sikap mereka seakan-akan hanya lelucon belaka. Bullying yang mereka lakukan memang tidak separah bullying difilm, tapi bagiku itu sangat tidak baik dan harus dihentikan. 

Mereka biasanya membully secara verbal. Pernah ada murid laki-laki yang menghina agama Ica. Walaupun berbeda agama aku tidak suka ada yang melakukan hal seperti itu. Sangat tidak bisa diterima. Padahal bisa dibilang Ica itu putih dan cantik, tapi masih ada saja yang membully. Murid-murid perempuan di kelas kami pun hampir semua tidak menyukai Ica. Apa karena dia pernah tidak naik kelas? Atau karena berbeda agama? Aku juga tidak tau. 

Karena penasaran dan kasihan padanya, aku mencoba untuk lebih dekat dengannya. Butuh waktu lama bagiku untuk dekat dengannya, karena aku bukan tipe orang yang mudah bergaul. Saat kami sudah mulai dekat, aku menyadari sesuatu. Ica itu baik kok tapi ternyata dia juga menjengkelkan. Bisa dibilang menjengkelkan karena dia tipe orang yang sulit diberitahu mana yang salah dan mana yang benar. Ternyata butuh kesabaran lebih untuk bisa berteman dengan dia. Aku bahkan pernah bermusuhan dengan dia karena aku sudah tidak tahan lagi. Setelah dipikir-pikir, apa bedanya aku dengan pembully itu jika aku bermusuhan dengannya. Aku yakin pasti ada sisi baik yang Ica miliki, hanya saja belum terlihat.

Kami pun berbaikan dan menjalani hari-hari seperti biasa lagi. Makin lama, semakin aku sadar kalau dia sebenarnya tidak menjengkelkan, hanya saja berbeda pemikiran dan sudut pandang. Ica memiliki pemikiran yang unik dan sudut pandang yang tidak biasa. Walaupun dia tidak disukai oleh teman-teman sekelasnya, tapi dia sangat disayangi oleh keluarganya. 

Lanjut bercerita tentang Ica, dia itu sebenarnya sangat ramah, asik dan suka bercerita. Pernah waktu kami duduk sebangku, dia menceritakan seluruh kisahnya padaku. Aku yang suka mendengar cerita orang lain membuat kami semakin cocok. Dia bahkan menceritakan kisah cintanya, keinginannya, dan hal sepele lainnya. Dia sering melontarkan isi pikirannya dan meminta pendapat padaku. 

Jujur saja, kami pernah sempat berdebat karena hal sepele, tapi tidak sampai bermusuhan lagi. Ica memang keras kepala dan bersiteguh pada pemikirannya, tapi dia juga miliki sifat percaya diri yang tinggi. Sifatnya itu yang membuatku tertarik padanya. Namanya juga manusia, pasti ada kelebihan dan kekurangannya.

Bicara soal percaya diri, Ica pernah tampil ngedance saat ada acara di sekolah. Aku sudah lupa kapan acara itu diselenggarakan, tapi aku masih ingat jelas saat dia tampil waktu itu. Dance yang dia tampilkan lumayan bagus. Aku benar-benar senang dan takjub dengan dirinya yang masih bisa percaya diri seperti itu, padahal dia sering diejek oleh teman-teman sekelasnya. Mentalnya benar-benar kuat. 

Aku selalu berpikir. Mungkin saja didepan dia terlihat baik-baik saja, tapi bagaimana jika dibelakang malah sebaliknya? Dia tidak pantas untuk menerima semua ejekan itu. Mereka belum melihat Ica yang sebenarnya. Aku selalu melindunginya dari bullying, tapi aku malah jadi kena juga. Aku sih tidak peduli dengan itu, mau aku ikut dibully atau tidak yang terpenting Ica masih mempunyai teman disisinya. 

Sayang sekali, waktu kami bersama tidak banyak. Tidak lama kemudian virus covid melanda dan mengharuskan kami belajar di rumah. Kami sempat saling berkomunikasi lewat chat, tapi karena tidak seasyik saat bertemu langsung kami jadi sempat hilang kontak. Wabah virus covid tidak kunjung mereda sampai kami lulus SMP. 

Waktu perpisahan dan pengembalian buku paket, kami tidak sempat bertemu karena aku ada acara mendadak yang sangat penting yang mengharuskanku berangkat lebih awal dan pulang lebih cepat. Semoga suatu saat nanti kita bisa bertemu lagi. Aku berharap di sekolah barunya dia mendapat teman yang lebih baik dan lebih banyak orang yang menghargainya.

Cerita ini aku tujukan untuk semua orang agar bisa saling menjaga, melindungi dan juga menghargai sesama umat beragama. Jangan sampai sifat suka membully dan menghina menjadi sebuah trend di Indonesia. Semua orang itu berharga dan unik dengan ciri khasnya mereka masing-masing. Perbedaan tidak bisa menjadi alasan untuk saling membenci. Cobalah untuk melihat sudut pandang yang benar. Jangan malu atas perbedaan yang kita miliki. 

Salam Toleransi.

Apakah tulisan ini membantu ?

Add comment