Soloensis

Dua Hal Yang Bermakna

22

Aku adalah aku, aku bukan dia dan dia bukan aku. Hehehhe… perkenalkan namaku adalah Anggriawan. Aku lahir di salah satu kota di sebuah daerah istimewa di pantai selatan yang bernama Bantul sekitar 36 tahun yang lalu. Aku sedikit ingin bercerita tentang diriku yang mungkin sedikit “unik” dari dua hal yang kumuliki. Yang pertama adalah salah satu bagian tubuhku yang katanya tidak umum jika dilihat dari jenis suku bangsa yang ada di dalam diriku. Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman yang luar biasa. Dari agama, ras, suku, golongan, makanan khas, pakaian adat, rumah adat dan masih banyak lagi. Suku Jawa merupakan suku yang ada dalam diriku. Pada umumnya ciri fisik suku Jawa adalah kulit sawo matang, rambut agak ikal, badan tidak terlalu tinggi, muka lonjong, dan mata tidak sipit. Nah…semua ciri fisik itu aku memilikinya tapi ada satu bagian tubuhku yang agak “unik” dan sedikit beda dengan orang Jawa pada umumnya atau bahkan orang Indonesia yaitu mata sipit. Aku memiliki mata yang sipit seperti orang keturunan Tionghoa. Jika orang kenal dengan aku pertama kali, mereka mengira pasti aku orang keturunan. Padalah yang aku tahu kalau Bapak dan Ibuku asli orang Indonesia bahkan kadang-kadang aku mencari tahu silsilah kakek buyutku dan aku belum menemukan yang berbau keturunan. Semuanya adalah orang Indonesia asli. Karena aku memiliki mata yang sipit, aku dari kecil sering dipanggil dengan sebutan “Cina”.

Sejak aku bersekolah di SD sampai menempuh bangku perkuliahan, pasti ada saja temanku yang memanggil aku dengan sebutan “Cina” tersebut. Saat aku masih kecil aku hanya tersenyum jika orang-orang memanggil aku seperti itu karena aku tidak tahu maksudnya. Saat aku mulai beranjak dewasa ada sedikit rasa risih dan aneh jika orang-orang memanggilku dengan sebutan itu. Walau begitu aku tidak pernah marah atau mungkin ingin membalas kepada orang yang memanggilku dengan sebutan itu. Bahkan, aku tidak merasa rendah diri karena keunikan yang aku miliki tentang mataku yang sipit itu. Aku tetap menjalani hidup dengan bahagia. Saat aku bersekolah, aku tetap mempunyai banyak teman dan teman-temanku tersebut tidak pernah membeda-bedakan atas hal “unik” dalam diriku tersebut. Hal yang aku lakukan untuk membuat “membalas” orang-orang atau teman-teman yang memnaggilku dengan sebutan itu adalah dengan prestasi yang dalam kegiatan sekolah baik di bidang akademik ataupun nonakamedik. Saat SD sampai SMA aku selalu memiliki waktu belajar sehingga dalam jenjang tersebut aku selalu mendapat ranking yang cukup bagus.

Dalam bidang nonakademik saat masih SD aku juga pernah menjadi runner-up pingpong dalam dalam lomba porseni SD tahun 2000. Dengan melakukan hal-hal yang berguna tersebut membuat aku lebih dapat menghargai keunikan yang aku memiliki dan teman-teman tidak pernah memandang aku bahwa aku berbeda. Saat aku duduk di bangku SMA ada salah satu temanku yang memanggilku dengan sebutan “merem” karena mataku yang sipit ini. Tapi, saya tidak pernah marah dengan sebutan itu. Aku sudah terbiasa mendapat sebutan yang aneh-aneh tersebut.

Hal kedua yang sering kali membuat aku agak kurang percaya diri jika bertemu orang baru saat aku kecil adalah namaku. Namaku Wiwid Anggriawan. Jika, orang baru pertama berkenalan dengan aku dan aku menyebut namaku adalah Wiwid, kebanyakan orang akan berpikir bahwa aku adalah manusia dengan jenis kelamin perempuan atau wanita. Banyak orang dari mulai aku kecil bahkan sampai saat ini jika mendengar namaku adalah Wiwid, sebutan yang aku dapatkan biasa “mbak” kalau tidak “bu”. Hehehehe…aku merasa geli dan lucu saja saat hal itu terjadi.

Aku kadang-kadang berpikir apakah nama “Wiwid” itu identik dengan nama perempuan ya? Padalah dulu waktu SMA, aku pernah mempunyai teman dengan nama yang sama seperti namaku dan dia berjenis kelamin laki-laki sama dengan aku. Aku pernah bertanya pada orang tuaku arti namaku. Kata mereka kata “wiwid” itu dari bahasa Jawa “wiwitane” yang artinya awalan bisa juga diartikan pertama. Ya…aku adalah anak pertama. Sedangkan “anggriawan” kata almarhum ibuku artinya tidak ada ada, kata ibuku, ibuku suka dengan kata itu aja jadi kemudian digabung dengan kata “wiwid” dan jadilah namaku saaat ini. Aku tidak pernah merasa menyesal dan marah kepada orang tuaku karena memberikan nama itu kepadaku. Aku tetap bersyukur atas pemberian nama itu dari orang tuaku.

Dari dua hal tersebut semoga kalian para pembaca dapat mendapatkan hal positif dari dua hal dari diriku yang cukup “unik” tersebut. Pesan yang ingin kusampaikan ada dua. Pertama kepada orang tua dan calon orang tua, pilihlah nama yang baik dan nama itu adalah doa kalian untuk anak-anak Anda suatu saat nanti. Kedua, segala bentuk hal unik yang Tuhan berikan dalam hidup kita jangan pernah kalian sesali atau membuat kalian menjadi orang yang rendah diri.

Aku yakin dan percaya bahwa Tuhan memberikan hal-hal yang unik dalam diri kita baik dari segi fisik, kognitif, warna kulit, bentuk rambut atau hal lain pasti suatu saat nanti akan dapat menjadikan hidup kalian lebih bermakna dan fungsi serta tugas yang Tuhan berikan kepada kalian dari hal unik tersebut pasti akan ada maksudnya. Jalani hidup ini dengan penuh bahagia, ucapan syukur, dan selalu berserah hanya kepada-Nya pasti hidup kita akan menjadi seseorang yang berguna dan bermafaat untuk setiap orang yang kita temui serta setiap orang yang ada di sekitar kita.

 

Nama   : WIWID ANGGRIAWAN, S. Pd.

Sekolah : SMP N 11 SURAKARTA

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Solopos Institute

    Add comment