Soloensis

Ceritaku sebagai Siswa Jurusan Tata Kecantikan (Vina Dwi Pangesti / SMK Negeri 3 Klaten)

35a7db61aaeffe9736f7f5206b546395

Menjadi bagian dari salah satu siswa di Sekolah Menengah Kejuruan bidang Pariwisata jurusan Tata Kecantikan dan Rambut merupakan satu keberuntungan namun banyak tantangan.

Di zaman yang serba modern ini. Kecantikan menjadi hal yang sangat diperhatikan untuk kaum Perempuan. Berbagai upaya dilakukan agar tampil cantik dan menarik. Dengan demikina, mereka akan lebih percaya diri berinteraksi dalam komunitasnya. 

Atas perkembangan trend tersebut, saya memutuskan untuk menempuh Pendidikan di SMK Negeri 3 Klaten jurusan Tata Kecantikan dan Rambut. Menurut saya dan atas dukungan keluarga belajar Tata Kecantikan dapat menjadi bekal berwirausaha.

  Sejak SMP saya memang sudah memikirkan, ketika lulus nanti saya akan memilih jurusan kecantikan karena saya ingin menjadi makeup artist profesional di masa depan. Saya memang memiliki ketertarikan dan merasa memiliki passion di bidang tata rias lebih tepatnya di bagian rambut seperti menyanggul dan pangkas rambut.

Selama saya belajar di SMK Negeri 3 Klaten banyak ilmu tata rias yang saya dapatkan. Butuh kedisiplinan, ketelitian, dan kecermatan ketika melakukan praktik baik kulit maupun rambut. Di sisi lain, ada hal yang kadang menyurutkan semangat saya dan mungkin juga teman-teman karena tanggapan negatif dari masyarakat atau bahkan guru.

Memang secara penampilan kami terlihat urakan, tidak lazim seperti siswa yang duduk di bangku kuliah pada umumnya. Rambut kami berwarna, make up kami tebal, dan kuku kami berhias karena ada pembelajaan nail art.  Saya dan teman-teman menyadari tampilan seperti itu masih tabu di lingkungan Masyarakat. Akan tetapi, ini adalah bagian dari pembelajaran.

Bahkan saking santernya penilaian lingkungan sekitar terhadap siswa kecantikan membuat beberapa siswa justru terbawa arus. Nah, dari ulah beberapa siswa ini kami yang benar-benar ingin menimba ilmu ikut menerima sanksi sosial dari lingkungan. 

Apabila ditanya tidak ada siswa yang ingin rambutnya berubah-ubah warna kalau bukan karena tuntutan pembelajaran. Mendatangkan model dari luar juga tidak mudah. Menggunakan patung mannequin tidak semua siswa mampu untuk membelinya. Jadi, dengan memanfaatkan teman sendiri sebagai model merupakan alternatif agar pembelajaran berjalan dengan lancer.

Saking tidak lazimnya penampilan kami dibandingkan dengan penampilan siswa pada umumnya. Di mata Masyarakat kami sering mendapatkan predikat yang tidak baik. Cerita dari teman-teman ada yang dikatakan pemandu karaoke bahkan ada yang dengan sadar menuduh kalau kami tidak akan lulus karena MBA (Married by Accident).

Jangankan lingkungan masyarakat. Kadang beberapa guru kami juga salah menilai keberadaan kami. Apabila ada siswa yang rambutnya berwarna dan bermakeup tebal pasti dikirinya siswa jurusan kecantikan.  Padahal siswa jurusan lain atau siswa dari sekolah lain yang bonafit pun sebenarnya ada yang lebih heboh dari kami.

Jujur pandangan lingkungan yang tidak pas membuat saya dan sebagian teman merasa sedih dan kecewa. Saya merasa kemampuan saya diremehkan. Padahal, jurusan kecantikan itu juga tidak mudah. Tidak semua anak bisa menjalani prosesnya.

Di jurusan kecantikan semua siswa harus memiliki keterampilan dan kecakapan. Contohnya, ketika sedang praktik pengeritingan,  tidak hanya keterampilan saja yang diandalkan, dibutuhkan katelitian, keuletan, dan kesabaran. Belum lagi bentuk perawatan lain seperti wajah, badan, pewarnaan rambut, dan styling.

Kami sebagai siswa jurusan kecantikan dituntut untuk terus mengikuti perkembangan zaman, berkreativitas, dan berinovasi. Selama pembelajaran praktik semua organ tubuh kami bekerja. Kami berdiri berjam-jam. Tidak hanya sekadar berdiri. Banyak teknik yang harus diperhatikan dan dipraktikkan yang diatur dalam SOP untuk menghindari risiko kerja atau kecelakaan kerja.

Semenjak saya mendapatkan pembelajaran projek penguatan profil pelajar Pancasila dan mengikuti program literasi keberagaman. Saya seolah-olah bercermin. Saya mencari kelebihan dan kekurangan saya. Saya menemukan kekurangan saya, salah satunya mudah terprovokasi dengan kalimat negatif yang dilontarkan orang lain. 

Saya harus berubah. Saya harus menjawab tantangan orang-orang di sekitar saya dengan belajar giat dan rajin berlatih. Saya akan menjadikan olok-olokan tetangga sebagai cambuk bagi saya untuk menggapai kesuksesan. Saya akan tunjukkan kepada guru-guru saya bahwa apa yang telah diajarkan kepada saya dapat mengatarkan saya mencapai cita-cita. Saya akan menerima penilain buruk dari lingkungan dan saya tidak akan menaruh dendam.

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Add comment