Soloensis

Cerita Pengalaman ku– “Gunakan Bahasa Indonesia Ketika Bertemu Dengan Orang yang Berbeda Asalnya”

20240330_215553_0000

Hai, sebelumnya perkenalkan namaku Firiadhil ‘Arofah atau biasa dipanggil sebagai Ria. Aku akan menceritakan pengalamanku menjadi anak pindahan dari kota.

Aku adalah anak pindahan sekolah dari Bekasi. Orang tua ku memang asli keturunan Jawa, tetapi aku lahir dan dibesarkan di Jawa Barat yang notabene nya mempunyai suku yang berbeda yang otomatis pergaulan dan bahasanya juga sangat berbeda jauh. Saat kelulusan SMP, orang tua ku menyuruh untuk sekolah di kampung halaman, aku setuju dan sudah ku pertimbangkan karena beberapa alasan. Sehari sebelum pendaftaran sekolah dibuka, aku mengemasi barang-barangku dan bergegas ke kampung halaman hari itu juga. Usai pendaftaran, hasil pengumuman pun keluar dan Alhamdulillah aku termasuk kedalam peserta didik baru sekolah tersebut. Aku sangat senang karena kupikir ini adalah jalan tepat yang Tuhan berikan.

MPLS telah usai ku jalani dan aku juga masih belum mendapat teman. Hari pertama pembelajaran sekolah pun tiba, saat sebelum bel masuk pembelajaran, aku memberanikan diri untuk membuka pembicaraan ke salah satu murid yang sedang duduk sendiri, “halo, aku boleh duduk di samping kamu nggak?” 

“Halo juga..boleh kok duduk aja” jawabnya.

Perasaan hatiku sangat senang dan bersyukur diperbolehkan untuk duduk di sampingnya. Karena, aku lihat di sekitar banyak murid-murid lain yang sudah mempunyai teman sebangku. Makannya aku sedikit takut kalau aku tidak mempunyai teman.

Aku menaruh tas ku dan duduk kemudian aku mencoba membuka suara lagi “Oh iya, namaku Ria. Nama kamu siapa?” Tanyaku.

“Hai Ria, aku Reva. Salam kenal ya!” Jawabnya sambil mengulurkan tangan sebagai tanda perkenalan dan aku pun membalasnya dengan sangat senang hati. 

Kami sedikit-sedikit mengobrol dan  menanyakan asal sekolah satu sama lain. Disitu aku menjawab kalau aku murid pindahan dari Bekasi, Reva mengangguk paham, dia menggunakan bahasa Indonesia ketika mengobrol denganku.

Reva, dia sekarang adalah teman sebangku ku sekaligus teman pertamaku. Aku bersyukur karena sudah mempunyai satu teman yang awalnya kupikir aku tidak akan mempunyai teman. Pada saat hari ketiga pembelajaran aku mendapat teman baru lagi! Zahra dan Ninda namanya. Mereka berdua teman sebangku dan posisi duduknya berada di depanku. Ketika kami berkomunikasi, aku lebih dulu menjelaskan kepada mereka kalau aku murid pindahan dari Bekasi. Mendengar penjelasanku itu, mereka langsung mengerti, lalu mereka menggunakan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan ku. Aku pikir ini juga memudahkan kita supaya bisa paham apa yang dibicarakan satu sama lain. Rasanya tidak cocok ketika mengobrol aku pakai bahasa Indonesia dan mereka pakai bahasa jawa. 

 

Hari-hari seperti biasa saat sekolah aku jalani dengan senang hati. 

 

Pada saat hari pelajaran Bahasa Jawa, aku benar-benar tidak mengerti karena gurunya menjelaskan menggunakan Bahasa Jawa krama. Aku bertanya pada teman sebangku di depan ku, karena hari itu Reva tidak masuk, “Zahra, aku nggak paham maksud dari Pak guru itu. Kita disuruh ngapain?”

 

Zahra terkekeh pelan, “Katanya kita disuruh bikin percakapan sehari-hari tapi pakai bahasa jawa ngoko dan krama” 

 

“Ohh begitu..”

 

“Iya, Ria. Kamu bikin percakapan sehari-hari pakai bahasa Indonesia aja dulu. Nanti aku bantu terjemahin ke Bahasa Jawa”

“Okee, makasih banyak ya!”

Begitu kata Zahra. Saat pertama mendengar disuruh untuk membuat percakapan pakai Bahasa Jawa, dalam hatiku benar-benar terkejut. Bagaimana bisa aku mengerjakannya?

Tapi untungnya Zahra baik sekali mau membantuku untuk menerjemahkannya. Karena katanya kalau lewat website translate terkadang tidak akurat. 

Banyak kendala untuk aku memahami perkataan orang-orang disekitar ku dan aku bertanya dengan teman-teman ku tentang apa maksud dari perkataannya. Aku banyak belajar dari teman-temanku tentang peraturan yang masih kental di sini juga tentang bahasa. Ketika ada kosakata Bahasa Jawa yang tidak aku mengerti, aku langsung menanyakan pada teman-temanku. Mereka memberitahunya dengan sangat senang hati. Aku sangat senang mempunyai teman-teman seperti mereka.

Di jadwal yang sama, yaitu pelajaran Bahasa Jawa, Pak guru memberikan tugas berkelompok. Aku tidak satu kelompok dengan teman dekatku. Sedikit canggung dan merasa takut, aku tetap memberanikan diri untuk membuka suara,

“Ayo kita kerjain tugasnya. Ini kita bagi ya. Ada yang nulis, cari informasi di internet dan ada yang bikin powerpoint” jelasku.

Aku satu kelompok dengan orang-orang yang memang bahasa Jawanya kental yang digunakan sehari-harinya dan jarang menggunakan bahasa Indonesia. Bahkan mereka kaku untuk menggabungkan bahasa Indonesia.

Mereka saling berbisik sambil tertawa kecil seolah mengejek melirik ke arah ku.

Ternyata, mereka tidak paham dengan perkataan ku barusan karena aku menggunakan bahasa Indonesia. Ya, itu nyata benar adanya mereka seperti itu.

Salah satu siswi yang juga satu kelompok dengan ku membuka suara seolah menerjemahkan dalam bahasa Jawa supaya mereka paham. Setelah mereka paham, kami mengerjakan tugasnya dan aku tetap menggunakan bahasa Indonesia untuk menyampaikan pendapat.

Reva, dia sekarang adalah teman sebangku ku sekaligus teman pertamaku. Aku bersyukur karena sudah mempunyai satu teman yang awalnya kupikir aku tidak akan mempunyai teman. Pada saat hari ketiga pembelajaran aku mendapat teman baru lagi! Zahra dan Ninda namanya. Mereka berdua teman sebangku dan posisi duduknya berada di depanku. Ketika kami berkomunikasi, aku lebih dulu menjelaskan kepada mereka kalau aku murid pindahan dari Bekasi. Mendengar penjelasanku itu, mereka langsung mengerti, lalu mereka menggunakan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan ku. Aku pikir ini juga memudahkan kita supaya bisa paham apa yang dibicarakan satu sama lain. Rasanya tidak cocok ketika mengobrol aku pakai bahasa Indonesia dan mereka pakai bahasa jawa. 

Hari-hari seperti biasa saat sekolah aku jalani dengan senang hati. 

Pada saat hari pelajaran Bahasa Jawa, aku benar-benar tidak mengerti karena gurunya menjelaskan menggunakan Bahasa Jawa krama. Aku bertanya pada teman sebangku di depan ku, karena hari itu Reva tidak masuk, “Zahra, aku nggak paham maksud dari Pak guru itu. Kita disuruh ngapain?”

Zahra terkekeh pelan, “Katanya kita disuruh bikin percakapan sehari-hari tapi pakai bahasa jawa ngoko dan krama” 

“Ohh begitu..”

“Iya, Ria. Kamu bikin percakapan sehari-hari pakai bahasa Indonesia aja dulu. Nanti aku bantu terjemahin ke Bahasa Jawa”

“Okee, makasih banyak ya!”

Begitu kata Zahra. Saat pertama mendengar disuruh untuk membuat percakapan pakai Bahasa Jawa, dalam hatiku benar-benar terkejut. Bagaimana bisa aku mengerjakannya?

Tapi untungnya Zahra baik sekali mau membantuku untuk menerjemahkannya. Karena katanya kalau lewat website translate terkadang tidak akurat. 

Banyak kendala untuk aku memahami perkataan orang-orang disekitar ku dan aku bertanya dengan teman-teman ku tentang apa maksud dari perkataannya. Aku banyak belajar dari teman-temanku tentang peraturan yang masih kental di sini juga tentang bahasa. Ketika ada kosakata Bahasa Jawa yang tidak aku mengerti, aku langsung menanyakan pada teman-temanku. Mereka memberitahunya dengan sangat senang hati. Aku sangat senang mempunyai teman-teman seperti mereka.

Di jadwal yang sama, yaitu pelajaran Bahasa Jawa, Pak guru memberikan tugas berkelompok. Aku tidak satu kelompok dengan teman dekatku. Sedikit canggung dan merasa takut, aku tetap memberanikan diri untuk membuka suara,

“Ayo kita kerjain tugasnya. Ini kita bagi ya. Ada yang nulis, cari informasi di internet dan ada yang bikin powerpoint” jelasku.

Aku satu kelompok dengan orang-orang yang memang bahasa Jawanya kental yang digunakan sehari-harinya dan jarang menggunakan bahasa Indonesia. Bahkan mereka kaku untuk menggabungkan bahasa Indonesia.

Mereka saling berbisik sambil tertawa kecil seolah mengejek melirik ke arah ku.

Ternyata, mereka tidak paham dengan perkataan ku barusan karena aku menggunakan bahasa Indonesia. Ya, itu nyata benar adanya mereka seperti itu.

Salah satu siswi yang juga satu kelompok dengan ku membuka suara seolah menerjemahkan dalam bahasa Jawa supaya mereka paham. Setelah mereka paham, kami mengerjakan tugasnya dan aku tetap menggunakan bahasa Indonesia untuk menyampaikan pendapat.

Menurutku, mereka seperti itu tidak hanya satu kali, tetapi saat aku berbicara menggunakan bahasa Indonesia mereka langsung berbisik seolah mengejek dan aku paham apa yang mereka bicarakan.

Awalnya aku menghiraukan nya. Tetapi lama kelamaan mereka membuatku tidak nyaman mengapa mereka harus seperti itu. Terkesan lebay, tapi memang itu yang aku rasakan.

Dalam hatiku, memangnya di sini bukan negara Indonesia? Bahasa Indonesia itu bahasa nasional sebagai alat pemersatu bangsa untuk memudahkan kita berbicara dengan orang yang berbeda-beda asalnya. 

Walaupun begitu aku mewajarkannya karena memang seharusnya aku yang berusaha banyak beradaptasi dengan lingkungan sekitarku.

Seiring berjalannya waktu, aku sudah mulai bisa menyesuaikan dengan lingkungan sekitar dan lingkungan teman-teman ku. Banyak sekali culture shock perbedaan dengan lingkungan ku yang dulu, seperti tradisi jawa yang unik, tingkatan serta aturan bahasa jawa seperti ngoko dan krama, orang yang menunjukkan jalan menggunakan arah mata angin, aturan-aturan yang masih sangat kental dan masih banyak lagi yang membuat aku terkejut. 

Perbedaan bahasa bukanlah hal yang asing. Jangan membeda-bedakan bahasa yang satu dengan yang lainnya. Kita bisa menggunakan Bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa. 

Begitulah pengalamanku pindah sekolah. Terima kasih sudah membaca~

Salam.

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Add comment