Soloensis

Pengalaman belajar daring saat pandemi

IMG_16807677663266370

Pengalaman belajar daring saat pandemi

 

 

Saya menjadi siswa di SMP N 1 NGARGOYOSO, kegiatan pembelajaran dilaksanakan di rumah masing-masing akibat adanya pandemi COVID-19. Betapa inginnya diriku mengenakan seragam dan belajar di sekolah bersama teman-teman baruku. Bahkan liburan akhir tahun pelajaran pun, aku tidak bisa kemana-mana 

 

Tiba-tiba handphoneku berdering. Aku berteriak kegirangan setelah mengeceknya, lantaran dalam pesan singkat tersebut berisikan informasi bahwa pembelajaran tatap muka akan dilaksanakan di bulan Agustus mendatang dengan syarat harus mematuhi protokol kesehatan dan mendapat persetujuan dari orang tua/wali.

 

Hari yang paling aku nanti-natikan, Selasa (10/08/2021) adalah hari pertamaku mengikuti proses pembelajaran tatap muka di sekolah walau terbatas. Sesampaiku di sekolah, aku disambut oleh guruku di gerbang sekolah dan diarahkan untuk mencuci tangan serta dicek suhu badanku dengan menggunakan thermogun. Jika pada thermogun menunjukkan angka di atas 37 derajat Celsius, maka harus masuk ke ruangan isolasi yang disediakan sekolah dan tidak dapat mengikut proses pembelajaran tatap muka di kelas.  Untungnya, suhu badanku 36,2 derajat Celsius. Aku pun bergegas menuju ruang kelas. Saat aku berdiri di depan pintu kelas, aku disapa oleh teman-temanku yang duduk saling berjauhan. Kamipun berkenalan lebih lanjut dan saling berbagi pengalaman selama pandemi COVID-19. Ada yang harus membantu orang tuanya terlebih dahulu kemudian mengikuti proses pembelajaran secara daring, ada pula yang harus berbagi waktu menggunakan handphone dengan adik-adiknya untuk belajar, terkadang ada materi yang sangat sulit dipahami padahal sudah mencari beberapa penjelasan di berbagai sumber dan juga sudah bertanya via whatsapp dengan guru mata pelajaran yang bersangkutan, bahkan adapula yang tidak mengikuti pembelajaran dengan alasan kuotanya habis. Berbagai kendala yang dialami selama pembelajaran daring yang membuat beberapa diantara kami menganggap bahwa pembelajaran daring ini membosankan dan hanya cocok untuk siswa(i) yang kemampuan ekonomi keluarganya menengah ke atas.

 

Hari yang paling aku nanti-natikan, Selasa (10/08/2021) adalah hari pertamaku mengikuti proses pembelajaran tatap muka di sekolah walau terbatas. Sesampaiku di sekolah, aku disambut oleh guruku di gerbang sekolah dan diarahkan untuk mencuci tangan serta dicek suhu badanku dengan menggunakan thermogun. Jika pada thermogun menunjukkan angka di atas 37 derajat Celsius, maka harus masuk ke ruangan isolasi yang disediakan sekolah dan tidak dapat mengikut proses pembelajaran tatap muka di kelas.  Untungnya, suhu badanku 36,2 derajat Celsius. Aku pun bergegas menuju ruang kelas. Saat aku berdiri di depan pintu kelas, aku disapa oleh teman-temanku yang duduk saling berjauhan. Kamipun berkenalan lebih lanjut dan saling berbagi pengalaman selama pandemi COVID-19. Ada yang harus membantu orang tuanya terlebih dahulu kemudian mengikuti proses pembelajaran secara daring, ada pula yang harus berbagi waktu menggunakan handphone dengan adik-adiknya untuk belajar, terkadang ada materi yang sangat sulit dipahami padahal sudah mencari beberapa penjelasan di berbagai sumber dan juga sudah bertanya via whatsapp dengan guru mata pelajaran yang bersangkutan, bahkan adapula yang tidak mengikuti pembelajaran dengan alasan kuotanya habis. Berbagai kendala yang dialami selama pembelajaran daring yang membuat beberapa diantara kami menganggap bahwa pembelajaran daring ini membosankan dan hanya cocok untuk siswa(i) yang kemampuan ekonomi keluarganya menengah ke atas.

 

Tiba-tiba bel berbunyi yang berarti proses pembelajaran hari ini telah selesai. Kami diarahkan untuk langsung kembali ke rumah masing-masing dan diperingatkan untuk selalu menjaga protokol kesehatan serta tidak mampir kemana-man

 

 

 

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Add comment