Soloensis

Tak Masalah Cari Duit Beda Agama

WhatsApp Image 2023-04-08 at 04.38.04

Aisyah adalah nama panggilanku dari teman-teman tempat aku bekerja dulu. Di Kelurahan Telukan itu terdapat salah satu pabrik garmen yang sudah terkenal sejak aku masih kecil bahkan sebelum aku lahir. Para tetangga maupun saudaraku banyak yang bekerja disana. Terlebih lagi muncul stereotipe bahwa orang dikampungku kalau bekerja pasti di panrama.

 

Dulu aku tinggal di Ngunut, Kelurahan Sonorejo, Kecamatan Sukoharjo. Sebelum bekerja di pabrik garmen itu, aku bekerja membantu Om dan Tanteku yang tinggal di dekat rumahku. Di rumah itulah aku mulai mengenal dunia konveksi yang menurutku masih ragu untuk bisa bekerja disana. Akan tetapi, justru di tempat itulah aku belajar tentang dunia konveksi. Meskipun aku termasuk yang paling muda, pemilik dan rekan kerjaku tak mendiskriminasikan diriku. Aku tetap diajari berbagai hal mulai dari menata kain jarik untuk dipotong sampai jadi pakaian siap paking.

 

Setelah memutuskan bekerja di pabrik itu yang mana terkenal dengan mangkat muleh ra ngerti srengenge (berangkat dan pulang bekerja tidak tahu matahari terbit dan terbenam). Dimana berangkat kalau lembur atau belum target harus berangkat dari rumah jam 5 dan pulangpun pasti molor waktunya bahkan sampai malam. Akupun tetap bertahan disana hingga tiga tahunan. Di tempat itu aku mulai mengenal berbagai mesin berkecepatan tinggi sampai setrika uap besar.

 

Bekerja di garmen terkenal satu orang menguasai satu mesin. Aku tidak demikian, aku mempunyai keinginan untuk bisa mengoperasikan semua mesin disana. Mulai dari mesin jahit, obras, overdeck, neci, jeglok krah sampai setrika uap yang terdapat uap air sangat panas. Oleh karena itu tidak menutup kemungkinan menjadikan aku bekerja ‘lembur’. Selain itu, supervisor menjadikan aku sebagai andalan jika ada teman dari timku yang tidak masuk kerja maupun yang butuh bantuan untuk menyelesaikan pekerjaan target itu. Teman-teman saling menghargai walaupun aku masih junior disana. 

 

Seiring berjalannya waktu, akupun memutuskan untuk keluar dari tempat bekerjaku itu. Aku memulai hal baru bersama pasangan hidupku tersayang. Ya, suamiku yang mejadi rekan kerja serta berbagi suka duka selama ini. Mulai dari pekerjaan baru sampai bekerja dengan timku sendiri yang masih berhubungan dengan dunia konveksi. Disinilah aku lebih belajar tentang toleransi seagama denganku.

 

Tak jarang aku selama ini bekerja dengan teman seagama islam yang tentunya lebih memahami persamaan keyakinan itu. Setelah menikah, aku dihadapkan dengan rekan kerjaku yang beragama Kristen. Awalnya aku ragu, seperti kurang ‘sreg’ ketika kerjasama dengan beda agama. Pekerjaan ini masih berhubungan dengan dunia konveksi yaitu jahit menjahit.

 

Aku mulai mendapat orderan pertamakali dari beda agama saat itu. Beliau beragam Kristen dan aku beragama Islam. Tentu saja aku bingung awalnya, nanti begini begitu, pasti ini pasti itu. Harus segera kirimlah, harus kerja lemburlah tanpa ada kesempatan beribadah. Itulah perasaanku saat pertama bekerjasama dengan beliau. Meskipun usahaku masih kecil-kecilan, tentu harus ada target jahitan yang harus disetor. Itu berarti harus ada waktu lebih untuk memenuhi target tersebut. Disini aku sudah mempunyai rekan kerja sebagai orang yang membantu dalam memenuhi target itu.

 

Orderan pertama pun mulai aku terima dibantu rekan kerjaku kak Ani, kak Triyani, kak Emi, kak Ning dan kak Minem. Mereka semua beragama islam sama denganku. Tentunya mempunyai kesamaan dalam urusan ibadah. Akan tetapi saat itu aku terima orderan dari orang beragama Kristen. Kak Atmiarti namanya, beliau bersama suaminya sudah lebih dulu menggeluti pekerjaan ini selama 7 tahunan. Akupun sedikit minder mengetahui jam terbang belian dibandingkan denganku yang baru seumur jagung.

 

Orderan pertamapun berjalan, aku mulai membagikannya dengan rekan kerjaku. Seperti kebiasaan umum yang mana orderan pertama harus sesuai target karena menjadi tolak ukur untuk terus bekerjasama atau tidak. Bersyukur saat itu sesuai target, akhirnya kita lanjut bekerjasama.

 

Orderan selanjutnya yang sudah masuk mengharuskan sesuai target juga. Itu berarti harus membagikan orderan ke rekan kerjaku lebih maksimal lagi. Disini rekan kerjaku menjahit dan mengobras di rumahnya masing-masing. Ini memungkinkan untuk mereka bisa mengatur waktu sholat sampai kegiatan ibadah yang lain seperti pengajian maupun ibadah yang lainnya.

 

Seiring berjalannya waktu, akupun mulai terkendala dengan kak Atmi ini. Mulai dari waktu setoran sampai waktu pengambilan orderan yang bertabrakan dengan dengan kegiatan ibadahku. Akupun sedikit takut saat itu, jika tidak bisa menyesuaikan jadwal dengan kak Atmi yang mana jadwalnya ibadah tentu berbeda.

 

Tak disangka-sangka ternyata kak Atmi memaklumi jadwal kegiatan ibadahku. Beliau menyadari bahwa aku yang beragama islam juga memberi kesempatan beribadah selain bekerjasama denganku. Akupun bersikap demikian, saat aku setor dan ambil jahitan juga tidak pada waktu beliau sedang beribadah maupun saat beliau mengajar anak-anak latihan di rumahnya. Kami mulai membiasakan diri dalam waktu ibadah agama Islam maupun Kristen.

 

Yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga, uang hasil kerjapun didapat. Itu berjalan selama berbulan-bulan bahkan sampai dua tahunan kerjasama kami. Agama Islam dan agama Kristen juga bisa saling menguntungkan untuk mendapatkan rejeki bersama. Tak masalah cari duit beda agama, yang penting kita bisa saling toleransi dan tidak membandingkan agama satu dengan yang lain. Tidak perlu kita permasalahkan walau rekan kerja kita dari berbeda agama.

 

Saat tulisan ini aku buat, beliau kak Atmi sudah tenang di alam sana. Aku bangga bisa bekerjasama dengan beliau dan suaminya. Terimakasih kak Atmi dan suaminya yang telah mau berbagi pengalaman serta rejeki denganku.

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Add comment