Soloensis

Hikmah dari keterlambatan

Cerita ini bermula ketika di masa perkuliahan saya kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta di Surakarta. Hari itu terakhir ujian semester yang berselang satu minggu, ujian dimulai pada pukul 08.00 pagi berangkat dari rumah sekitar pukul 07.30, jarak tujuan kurang lebih ± 25 km’ saya pun bergegas berangkat tanpa mengingat jika hari ini ada operasi simpatik (gabungan) dari kepolisian Surakarta. Kecepatan motor ± 100 km/jam tiba di lampu merah, saya pun sadar hari ini ada operasi dan saya lupa tidak membawa SIM dan STNK, saya pun segera tidak berfikir panjang untuk menarik gas motor, dan akhirnya kejar-kejaran pun terjadi dengan polisi. Beberapa belokan dan tikungan tajam saya lalui dengan panik dan takut, setelah berselang waktu saya tiba di terminal bus kota, ternyata motor yang saya tunggangi kehabisan bensin dan terpaksa motor saya masukkan ke selokan dan membuang helm, jaket dan task e kebun warga. Kebetulan ada penjual koran dengan panic dan tegangnya, saya pun pura-pura membaca koran, saya tidak sadar ternyata polisi tersebut berjarak 3 meter, keringat dinginpun bercucuran dari kening dan doa-doa pun tidak habis keluar dari mulut. Polisi pun mengitari tempat tersebut kemudian dia menerima panggilan telepon dari atasan untuk segera kembali ke pos, Alhamdulillah saya merasa lega nyawa saya seolah kembali lagi, meski motor dan perlengkapan kotor saya merasa bersyukur tidak tertangkap, karena saya merasa berhutang budi terhadap penjual Koran tersebut dengan sukarela saya putuskan untuk membantu menjajakan Koran itu sampai malam hari.saya mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan nasehat yang diberikan. Dari peristiwa itu saya memperoleh pelajaran yang sangat berharga terutama dari penjual Koran, beliau menjajakan Koran dari siang sampai malam hari, semata-mata untuk membahagiakan keluarga kecilnya dirumah. Beliau mempunyai keinginan dan impian besar untuk menyekolahkan anaknya sampai jenjang yang tinggi agar nasibnya beruntung tidak seperti dirinya, keinginan yang mulia dari seorang penjual Koran yang sederhana. Hari selanjutnya saya dipanggil dosen pembimbing saya untuk dimintai keterangan sehubungan ketidakhadiran mengikuti ujian, raut wajah merah dan marah terpancar dari suara dan muramnya, kemudian saya jelaskan kronologi kejadian yang saya alami kemudian beliau merenung dan terasa hilang marahnya, beliau menceritakan masa perjuangan di waktu muda semasa SMA, demi sekolah dia rela menjual Koran tanpa sepengetahuan orang tuanya, akhirnya sayapun melihat senyum lebar dari wajahnya, meski saya mendapat peringatan dan tugas tambahan sekaligus harus mengikuti ujian semester susulan, saya tidak berat hati, beberapa hal yang saya petik dari pembelajaran yang sangat berharga yaitu untuk selalu menghargai waktu dan menghargai perjuangan orang tua demi keluarganya. Saya pun mempunyai cita-cita untuk menjadi guru yang terpuji dan memberikan cerita ini kepada murid saya.

Apakah tulisan ini membantu ?

DENY

Saya orang yang sederhana dan pekerja keras.

View all posts

1 comment