Soloensis

Kasultanan Pajang Tak Pernah Lekang

Di Kota Surakarta tepatnya di Kelurahan Pajang menyimpan cerita sejarah di dalamnya. Terdapat petilasan Keraton Pajang yang masih berdiri hingga saat ini. Kasultanan Pajang atau Kerajaan Pajang merupakan Kerajaan Islam yang berdiri sebagai penerus Kerajaan Demak.

Kini kerajaan Pajang hanya tersisa batas – batas fondasinya saja yang terletak di perbatasan Sukoharjo dan Surakarta. Kerajaan Pajang dipimpin oleh raja pertama yang bernama Mas Karebet yang berasal dari Pengging, desa di lereng gunung merapi sebelah tenggara. Mas Karebet adalah anak dari penguasa Pengging terakhir Handayaningrat. Mas Karebet memiliki nama lain, yakni Jaka Tingkir. Nama Tingkir sendiri ialah tempat dimana Mas Karebet dibesarkan. Sebagai Raja Pajang, Jaka Tingkir bergelar Sultan Hadiwijaya. Gelar itu disahkan oleh Sunan Giri.

Dahulu Kasultanan Pajang memiliki wilayah yang sangat luas, namun kini hanya tersisa petilasannya saja. Hal ini disebabkan karena Kasultanan Pajang sudah lama berdiri dan kini wilayahnya sudah menjadi perkampungan. Namun ada juga yang berpendapat bahwa hilangnya Kerajaan Pajang disebabkan karena terbakar.

Dan walaupun tempatnya berada di pedalaman namun masih ada orang – orang yang berminat mendatangi petilasan Keraton Pajang, ada yang berniat untuk mengadakan ritual maupun hanya berkunjung saja. “Ya kalau malam Jumat ada tamu – tamu, kebanyakan ada orang yang ritualan, berdoa ya minta sama Gusti Allah, sini cuma jadi perantara saja.” Tutur Slamet Rahayu, Juru kunci Kasultanan Pajang.

Tamu – tamu yang datang berkunjung ke Petilasan Keraton Pajang juga berasal dari berbagai daerah, hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Ibu Slamet Rahayu. “Kalau malam Jumat pasti ada tamu – tamu, ya dari lain – lain daerah, ada Semarang, Jogja, Jakarta” ungkap beliau.

Tidak hanya itu Kasultanan Pajang juga memiliki agenda rutin yang dilaksanakan setiap tanggal 1 Suro. “Ya kalau 1 Suro itu ada acara ganti payung, dikirabkan. Kemarin itu malam 1 suro mulai jam 4 sore sini sudah rame – rame, orang 500-an kurang lebih.” Ungkap Slamet Rahayu.

Apabila pada tanggal tersebut masih ada orang yang ingin memberi dana / menyumbangkan dana, maka diadakan grebeg desa, wayangan. Selain malam 1 Suro, masih ada kegiatan lain yang dilaksanakan disana, diantaranya menggelar acara Maulid Nabi Muhammad.

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Alifah Ayuthia G

    Mahasiswa IAIN Surakarta

    View all posts

    Add comment