Soloensis

Mempertanyakan Kemandirian Daerah pasca Otonomi Daerah

Sudah lebih hampir 15 tahun pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia telah berjalan. Hal ini seiring dengan perkembangan jaman serta tuntutan daerah agar pemerintah pusat memberikan lebih porsi hak pengelolaan atas potensi daerah sekaligus mengatur secara lebih mandiri tata kelola pemerintahan di daerahnya masing-masing.

Pemerintah menindaklanjuti dengan mengeluarkan paket UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah sebagaimana telah direvisi dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004 dan terakhir direvisi dengan UU Nomor 23 Tahun 2014. Secara umum haluan kebijakan pemerintah berubah drastis dari sistem sentralistik menjadi desentralistik, dan oleh sebagian pengamat dunia perubahan kebijakan di Indonesia ini disebut sebagai big bang kebijakan nasional.

Dengan dikeluarkannya 2 paket Undang-Undang tersebut memberikan implikasi yang sangat besar dalam kancah penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Sebagaian besar kewenangan pemerintah pusat diserahkan kepada pemerintah daerah, dengan menyisakan 6 penyelenggaraan pemerintahan yang masih dikendalikan oleh pusat yaitu hubungan luar negeri, agama, fiskal/moneter, yustisi, pertahanan dan keamanan.

Sebagai konsekuensi penyerahan kewenangan penyelenggaraan pemerintahan tersebut, pemerintah juga menyerahkan sebagian hak pengelolaan keuangannya yng dibagi dalam bentuk penyerahan sebagian hak pungut masuk dalam ranah PAD, pengembalian penerimaan pemerintah kepada daerah melalui mekanisme dana transfer dan dana desa, serta penyerahan sejumlah aset pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Dalam lingkup tujuan yang diharapkan oleh para founding fathers penggagas otonomi daerah ini adalah secara bertahap pemerintah daerah mulai mampu menyelenggarakan pemerintahan daerah secara efektif sekaligus mampu membiayai penyelenggaraan pemerintahan dengan jalan mengoptimalkan penerimaan daerah melalui efektivitas dan efisiensi pemungutan perpajakan daerah ataupun optimalisasi pengelolaan aset dan kekayaan daerah.

Revieu sementara penyelenggaraan otonomi daerah sampai dengan tahun ke 15 ini masih dirasa jauh dari harapan dan tujuan mulia sebagaimana dimaksud diatas, dimana masih banyak daerah yang statusnya daerah otonom namun dalam penyelenggaraan pemerintahannya masih sangat tergantung dari pendanaan pemerintah pusat. Harapan agar pajak daerah dan pengelolaan kekayaan daerah dapat dioptimalkan sebagai pendukung pembiayaan daerah masih sangat minim daya dukungnya.

Otonomi Daerah yang kebablasan, itulah yang sering menjadi “sindiran” sebagian orang atas semakin merebaknya pemerkaran daerah namun tidak didukung dengan kesiapan daerah tersebut dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan. Beban belanja pegawai yang menggerus APBD menjadi salah satu penyebab masih tingginya ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Diharapkan kedepan pemerintah daerah agar mampu mengerem jumlah atau laju pertumbuhan belanja pegawai dengan jalan melakukan perekrutan yang selektif dan efisien dan memperbesar belanja modal untuk penggerak pertumbuhan ekonomi di daerah.

Saat ini sudah tepat rasanya untuk mulai melakukan pembenahan lebih mendalam terutama dalam meluruskan niat awal founding fathers otonomi daerah yang menitikberatkan kepada kemandirian daerah baik dalam penyelenggaraan pemerintahannya sekaligus kemandirian dalam pembiayaan atas penyelenggaraan pemerintahan. Melakukan reviue terhadap pemekaran daerah agar lebih ketat dan selektif dengan harapan daerah yang lolos sebagai daerah otonom baru adalah daerah yang benar-benar siap baik secara kelembagaan maupun secara kemampuan finansial. dan yang terakhir perlu adanya penggabungan atau peleburan atas daerah yang gagal, sehingga tidak menjadi beban pendanaan secara nasional.

Apakah tulisan ini membantu ?

Aditya Nur Yuslam

jika senyum itu adalah ibadah, maka teruslah tersenyum kepada semua orang agar dunia selalu dibaluti dengan kegembiraan dan kebahagiaan

View all posts

Add comment