Soloensis

5 Polemik Kartu Prakerja (Tepat Sasaran Atau Tidak?)

Anaktoraja.com – Sejak pertama kali dibuka pendaftarannya pada 11 April 2020 (Gelombang Pertama), Program Kartu Prakerja menuai berbagai polemik di masyarakat. Pertanyaan yang paling utama adalah: “Apakah Program Kartu Prakerja sudah tepat sasaran?

Berikut ini 5 polemik Program Kartu Prakerja di tengah masyarakat.

1. Kartu Prakerja Dipaksakan?

Tidak sedikit yang mencibir kalau realisasi dari Program Kartu Prakerja dipaksakan hanya sebagai wujud untuk memenuhi janji Kampanye.

Seperti diketahui, Jokowi Widodo dalam kampanye Pilpres 2019 menjanjikan beberapa “Kartu Sakti”. Salah satu andalannya adalah Program Kartu Prakerja yang katanya bisa menjadi solusi pengangguran.

Tidak salah jika Program Kartu Prakerja dikatakan tidak tepat sasaran. Namun juga tidak bisa dikatakan kalau Kartu Prakerja sama sekali tidak bermanfaat.

Entah Kartu Prakerja dipaksakan atau tidak, setidaknya Program ini manfaatnya bisa dirasakan oleh hampir seluruh masyarakat di Indonesia. Meskipun demikian, memang juga tidak salah jika ada pendapat bahwa Program Kartu Prakerja belum matang.

2. Anggaran Program Rp20 Triliun Untungkan Mitra Starup?

Polemik Program Kartu Prakerja yang paling pertama menjadi perbincangan tentu saja anggaran. Seperti diketahui Pemerintah mengeluarkan anggaran Rp20 triliun untuk pelaksanaan Program ini yang menyasar 5,6 juta peserta.

Dalam Program ini, setiap peserta mula-mula mendapatkan insentif sebesar Rp 1 juta yang digunakan untuk membeli pelatihan online dari mitra yang menyediakan pelatihan.

Setelah itu, peserta akan mendapatkan total Rp 2,4 juta, dengan rincian Rp600.000 selama 4 bulan. Ditambah dengan Rp50.000 sebagai insentif jika mengikuti survei dimana ada 3 survei sehingga totalnya Rp150.000.

Jadi, total yang akan didapatkan peserta yang telah menyelesaikan pelatihan adalah Rp2.550.000. Dana ini bisa digunakan untuk keperluan pribadi peserta.

Ada 8 platform online yang bekerja sama dengan Pemerintah dalam menyediakan Program Pelatihan. Artinya Rp 5,6 peserta x Rp1 juta sama dengan Rp5,6 Triliun untuk membeli Program Pelatihan dari platform-platform tersebut. Jika dibagi rata, Rp700 Miliar untuk setiap platform penyedia pelatihan.

Namun pendapat tersebut dibantah Project Management Office Kartu Prakerja. Karena yang menerima bantuan adalah para peserta. Peserta beli pelatihan dari lembaga pelatihan dan bukan platform digital.

3. Harga Pelatihan Terlalu Mahal?

Jenis pelatihan maupun harga pelatihan sepenuhnya ditetapkan oleh mitra penyelenggara Kartu Prakerja. Seperti diketahui ada ribuan jenis pelatihan Kartu Prakerja yang disediakan oleh lebih dari 200 lembaga pelatihan melalui 8 mitra platform digital.

8 Mitra platform digital tersebut adalah Tokopedia, Skill Academy by Ruangguru, Maubelajarapa, Bukalapak, Pintaria, Sekolahmu, Kemnaker, dan Pijarmahir.

Setiap penyedia layanan bersaing untuk memberikan layanan dan produk dengan harga terbaik. Para peserta bebas memilih jenis pelatihan.

Saya sendiri sependapat dengan harga pelatihan yang terlalu mahal. Terlebih kontennya yang juga cukup umum dan bisa ditemukan secara gratis di Youtube dan website-website lainnya.

Hanya saja, memang pelatihannya diadakan oleh profesional dan materi kontennya juga disusun dengan sedemikian rupa sehingga lebih mudah dipelajari. Hal ini sesuai dengan tujuan Program ini untuk meningkatkan kompetensi dan skill peserta.

4. Pelatihan Tidak Relevan?

Tujuan Program Kartu Prakerja adalah untuk mengembangkan kompetensi angkatan kerja, meningkatkan produktivitas dan daya saing angkatan kerja.

Prioritas Program ini adalah untuk pekerja usia muda. Namun sebagai respon terhadap dampak Covid-19, untuk sementara waktu Kartu Prakerja akan diprioritaskan bagi pekerja maupun usaha mikro/kecil yang terdampak.

Salah satu yang membuat saya setuju bahwa Kartu Prakerja belum matang adalah jika dilihat dari tujuannya.

Sekarang ini orang ikut Kartu Prakerja dengan tujuan untuk mendapatkan insentif Rp600 ribu per bulan. Namun itu pun tidak semua, ada juga yang benar-benar fokus mengikuti pelatihan.

5. Momentum Program Kartu Prakerja Tidak Tepat?

Pendapat ini setuju dengan adanya Program Kartu Prakerja. Hanya saja, mempersoalnya tentang momentumnya tidak tepat.

Namun saya sendiri berpikir bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk melaksanakan Program Kartu Prakerja. Mengapa?

Karena di masa pandemi ini banyak pekerja yang sulit mendapatkan penghasilan karena harus Work From Home (WFH), terutama untuk pekerja harian, pelaku UMKM dan juga karyawan yang dirumahkan.

Apakah Kartu Prakerja Tidak Tepat Sasaran?

Tepat sasaran atau tidaknya Program Kartu Prakerja dapat dilihat dari tujuannya. Tujuannya adalah untuk WNI usia 18 tahun ke atas yang tidak sedang sekolah/kuliah.

Dengan demikian, Kartu Prakerja telah tepat sasaran. Hanya saja, dalam pelaksanaannya ini memang cukup sulit (baca belum matang).

Ini karena seleksi peserta yang kurang ketat. Pasalnya, tidak sedikit yang seharusnya bukan kategori bisa lolos Kartu Prakerja. Jangankan pengusaha kecil-kecilan, CEO media online yang daftar juga ada yang bisa diterima.

Hanya saja, ini kembali lagi ke pribadi masing-masing. Ada juga teman saya yang seorang pengusaha diterima Kartu Prakerja. Namun karena sadar ia tidak layak menerima bantuan ini, ia berikan kepada yang lebih membutuhkan.

Jadi, pada intinya, tepat sasarannya Kartu Prakerja tergantung pribadi masing-masing, apakah saya layak dibantu atau tidak. Kecuali untuk pekerja yang diPHK di masa pandemi ini memang sebaiknya dicarikan solusi agar mereka benar-benar bisa menjadi peserta dan mendapatkan insentif.

Entah Program Kartu Prakerja tepat sasaran atau tidak, terkesan dipaksakan, untungkan mitra, harga pelatihan mahal, tidak relevan, momentumnya kurang tepat, namun satu hal yang pasti, setidaknya manfaat Kartu Prakerja sangat besar bagi peserta. Bagi mereka yang daftar dan mendapatkan, tentu sangat bermanfaat.

Bagi peserta Kartu Prakerja yang adalah pengangguran, korban PHK, pelaku UMKM, pekerja yang ingin meningkatkan skill, tentu saja memiliki bermanfaat. Mereka akan menerima insentif Rp600.000 per bulan selama 4 bulan.

Terlebih di masa pandemi Covid-19 yang hampir seluruh masyarakat Indonesia terdampak, insentif dari Kartu Prakerja tentu sangat dibutuhkan.

Bukan hanya itu, kampanye WFH (Work From Home) juga didukung dengan pelatihan online dari Program Kartu Prakerja. Dengan bekerja di rumah, termasuk mengikuti pelatihan online ini, aktivitas di luar rumah semakin berkurang dan membuat peserta tetap produktif.

Jujur, sebagai peserta yang menerima manfaat dari Program Kartu Prakerja, tentu kita sangat bersyukur. Setidaknya kita benar-benar merasakan Program Pemerintah ini.

Saya tidak peduli apakah ini tidak tepat sasaran karena banyak yang butuh yang bisa mendapatkan.

Saya juga tidak peduli kalau mitra banyak diuntungkan dari Program Kartu Prakerja karena para peserta juga merasa beruntung bisa ikut pelatihan sekaligus mendapatkan insentif.

Namun masalah tidak tepat sasaran harus tetap menjadi perhatian Pemerintah sekaligus sebagai ajang membentuk mental dan karakter Indonesia.

Masalah mitra startup yang bekerjasama juga harus menjadi perhatian Pemerintah agar harga pelatihan “tidak masuk akal” dapat diatasi. Terlebih jika memungkinkan untuk menambah peserta pelatihan dengan mengurangi harga pelatihan. Kan mungkin tidak perlu sampai Rp 1 juta kan per peserta?

Pada akhirnya, in hanyalah pendapat pribadi penulis. Selalu ada pro dan kontra. Jika manfaatnya bisa dirasakan, ya memang bagus. Tapi kalau bisa Programnya lebih didesain sedemikian rupa, misalnya saja menambah kuota dan mengurangi biaya pelatihan, mungkin lebih bagus lagi.  

 
Quote:
 
“Tidak semudah yang dibayangkan dan tidak sesulit yang terpikirkan.”

    Apakah tulisan ini membantu ?

    Weldy Simon

    Belajar gitar di waktu luang, tapi mentok saat belajar cara genjreng gitar. :')

    View all posts

    Add comment