Soloensis

Yakinlah, Orang Baik Belum Punah

Hari ini terik mentari menyapa dunia. Panas, sepanas pikiran para mahasiswa seusai mengerjakan soal Ujian Akhir Semester 3. Ku lihat jam yang melekat ditanganku, waktu menujukkan pukul 10.20. Ingin rasanya aku melepas penat dihari terakhir UAS itu.
Tiba-tiba dua sahabatku yang mempunyai nama mirip dengan namaku menghampiriku, Yuyun dan Nita. “Jenk Yunita, ayo main yuk. Masih jam segini, g afdol kalau pulang, hehe…,” kata Nita. “iya jenk, waktu yang pas untuk jalan-jalan menikmati pemandangan alam sekitar. Refreshinglah,” sahut Yuyun. Dengan semangat aku berkata, “ayo, tapi kemana?” “Ke rumahmu aja jenk. Di Boyolali ada tempat pariwisatanya kan?” kata Yuyun. “Ada sih, air terjun didaerah Ampel. Tapi aku g tau tepatnya dimana. Gampanglah nanti tanya orang, orang baik belum punah,” kataku memantapkan tujuan. Jadilah keputusan pergi jalan-jalan bertiga kearah Boyolali.
Dengan mengendarai motor, aku dan 2 orang sahabatku meluncur ke air terjun semuncar yang berada di kawasan gunung Merbabu. Walaupun tak tau jalan, dengan modal bertanya ke orang-orang yang kami temui di sepanjang jalan, kami pun terus berjalan menuju tempat tujuan.
Jalanan yang terjal dan naik, dengan kondisi jalan yang masih berupa tatanan batu, tak mengurungkan niat kami untuk mencapai tujuan. Namun ketika berada di jalan yang terlalu naik dan begitu panjang, motor yang dikendarai Nita tidak kuat naik. Sehingga Yuyun harus turun dari motor dan kemudian dia jalan kaki sendirian. Sedangkan aku dan Nita dengan mengendarai motor tetap melanjutkan perjalanan. Setelah sampai pada jalan yang agak datar, Nita dan aku berhenti dan menunggu Yuyun. Tak lama kemudian Yuyun pun datang, dan kami pun melanjutkan perjalanan. Walaupun sedikit-sedikit berhenti untuk bertanya kepada orang yang kami temui, akhirnya kami pun sampai di sebuah rumah tempat persinggahan yang berada di desa terakhir.
Eh, baru mau belok kerumah persinggahan, motorku dan motornya Nita tergelincir bersamaan. Maklumlah kondisi jalan yang amat licin. Orang-orang sekitar yang mengetahui kronologi tergelincirnya motorku dan motor temanku langsung membantu dengan senang hati. Kemudian salah satu dari mereka menawarkan untuk singgah kerumahnya. Kami bertigapun mengiyakan.
Di rumah kecil berdinding papan, berlantai tanah, layaknya sebuah gubug, kami di jamu dengan air putih dan ketela rebus. Jujur, ketika melihat gelasnya, dalam hati aku berkata, “mungkin tak pernah dicuci”. Kamipun tak enak hati memakannya karena seakan dia mengharuskan kami untuk memakannya saking tulusnya memberikan jamuan kepada kami.
Kemudian, kami pun izin meminta air untuk wudhu dan meminjam tempat untuk solat. Pemilik rumah kemudian mengantarkan kami ke pancuran air dari bambu. Subhanallah, dingin sekali airnya layaknya es yang baru keluar dari kulkas.
Usai wudhu, kami bertiga bergegas menuju rumah kembali untuk melakukan solat. Diantara kami bertiga tak ada yang membawa mukenah. Pemilik rumahpun juga tak mempunyainya. Dia hanya menyediakan satu tikar kusut yang sudah sobek dengan debu tebal yang menempel di permukaannya. Dengan agak ragu dan mencoba untuk tetap memantapkan niat untuk menjalankan kewajiban. kami bertiga solat dengan mengenakan celana jeans, jaket, serta kaos tangan dan kaos kaki untuk menyempurnakan penutupan aurat.
Setelah solat, kami bertanya-tanya lewat mana jika hendak pergi ke air terjun. Kami pun mendapat penjelasan yang mudah dipahami. Namun ketika kami pamit beranjak diri melanjutkan perjalanan dengan mengucap banyak terimakasih, dia dengan senang hati menawarkan diri mengantarkan kami ke tempat tujuan. Walaupun kami bertiga sempat menolak karena takut merepotkan, dia tetap bersikukuh mengantar karena takutnya nanti kesasar. Kami pun mengiyakan dan berjalan kaki menuju air terjun.
Alhasil, kami diantar dengan selamat sampai tujuan. Aku dan 2 sahabatku bisa menikmati indahnya pemandangan air terjun Semuncar. Begitu bahagianya. Susah payah sampai disini terbayar puas dengan pemandangan alam yang indah. Mumpung sepi, kami pun berfoto untuk menyimpan kenangan bahwa kami sudah sampai di sana.
Setelah puas foto-foto, kami berempat beranjak kembali ke tempat persinggahan tanpa tersesat. Akhirnya , diujung pertemuan itu kami berniat untuk memberi imbalan akan kebaikan orang yang mengantarkan kami dengan suka cita. Sempat dia berisi keras menolaknya, namun dengan berbagai rayuan yang kami bertiga lakukan, akhirnya dia menerimanya.
Bahagiaku bukan karena uang, namun cukup dengan kebersamaan bersama teman dan menikmati pemandangan alam yang indah. Sehingga kelak nanti, aku punya pengalaman untuk diceritakan kepada anak cucu. Mebayangkan aku bisa membagi cerita saja aku sudah merasa bahagia. Bahagiaku bukan juga karena materi yang berlimpah, bisa menemui orang-orang baikpun sudah cukup membuatku bahagia. Setidaknya masih ada orang baik di dunia ini. Mereka belum punah.

Apakah tulisan ini membantu ?

Yunita

Sesosok yang Dulunya pemalu. Sejak SD sampai SMP jarang sekali tetangga yang mengenalinya. Bahkan ketika ada tetangga yang lewat depan rumah, dia lari menuju pintu masuk rumah.Namun layaknya turning point, ia mampu mengubah dirinya ketika duduk di bangku SMK. Dia mulai berani menunjukkan keberanian dengan mengikuti seleksi senior ekstra Pasukan Pengibar Bendera (PBB), di SMK N 1 Boyolali. Alhasil, dia berhasil menjabat sebagai seksi kegiatan di organisasi ekstrakulikuler tersebut. Setelah lulus dari SMK, dia bekerja sebagai operator sewing di sebuah perusahaan di Boyolali. Merasa tidak puas dengan apa yang dimiliki, dia keluar dari pekerjaannya dan melanjutkan studinya. Sekarang dia masih belajar di Institut Agama Islam Negeri Salatiga jurusan Tadris Bahasa Inggris. Berusaha menggapai impiian ke luar negeri dan menjadi seorang penulis.

View all posts

Add comment