Soloensis

Tulisan Mengubah Duniaku

Cita-citamu ingin jadi apa? Pernahkah mendengar pertanyaan seperti ini. Pertanyaan yang kerap kali ditujukan kepada anak-anak, biasanya seusia SD atau TK. Suatu ketika, aku pernah mendapatkan tugas menuliskan biodata, yang salah satu isinya adalah menuliskan cita-cita. Waktu itu umurku enam tahun, tepat kelas 1 SD. Waktu itu juga sosok yang patut dijadikan panutan menurutku adalah guru agama. Dengan tanpa ragu-ragu kutuliskan CITA-CITA : GURU AGAMA.
Namanya juga anak-anak, sekarang bilang apa, mungkin belum ada satu bulan sudah berubah. Eeee ternyata benar, lucu memang, belum ada satu tahun cita-cita kedua muncul. Gara-gara asyik mempelajari biologi, keinginan untuk menjadi astronot pun sempat melintas di pikiran. Sempat juga tertulis di buku diary, keinginan untuk melanglang buana di bulan. Hanya saja malu-malu untuk mengakui. Yeaah … itulah masa kanak-kanak.
Masa SD telah terlampaui, bertemulah dengan masa SMP. Kalau dulu sekedar biodata, kalau sekarang questioner. Di sana tertuliskan bakat dan minat. Jujur saja, aku tak tahu apa bakat yang kumiliki. Kata guru sewaktu SMP, untuk mengetahui bakat dan minat kita, caranya gampang, cukup mengingat-ingat kegiatan atau aktivitas kita yang sekiranya membuat kita enjoy dan saat melakukan aktivitas itu kita senang, dan tentunya kita mampu untuk melakukannya (kurang lebih begitu).
Kupikir-pikir, menulis menjadi hal yang membuat aku nyaman, senang bahkan bisa menghilangkan stress. Dengan sedikit ragu, kutuliskan hobi : menulis, bakat dan minat tulis menulis.
Waktu terus berlalu, dan ternyata kesenanganku pada tulis menulis masih berlanjut. Suatu ketika pingin sekali mengirimkan karya, apapun itu. Mau cerita, puisi ataupun apa lah yang bisa dipampang di koran atau majalah. Ceritanya nekad nih, karena suka baca majalah anak-anak, dengan keyakinan yang membara aku coba menuliskan sebuah puisi. Dengan malu-malu kutitipkan pada ibu yang akan berangkat ke kantor. “Bu, nitip ini ya, nanti pos-kan ke alamat ini”.
Dimuat atau enggak, sebenarnya tidak menjadi masalah. Yang penting bisa ngirim ke kantor pos hehe. Sebulan, dua bulan terlewati. Emang tidak ada kabar. ‘Yaaaahhh… hangus’, nggak apa apa deh.
Ternyata tekad ini tidak melempem begitu saja. Semakin tambah umur semakin suka aktivitas ini. Sewaktu menginjakkan kaki di Kota Solo, setidaknya aku punya tambahan pengalaman. Dulu sewaktu masih SMP tidak berani main-main ke toko buku. Beli koran atau majalah pun masih pikir-pikir. Takut uang jajan habis. Kini, setelah menjadi mahasiswa harus bisa meluangkan waktu ke toko buku (walaupun cuma baca-baca saja hehee). Setidaknya sekarang punya uang jajan yang bisa disisihkan untuk beli buku atau koran.
Waa… kalau di Solo mau kemana-mana enak, ke toko buku dekat, ke kantor pos nggak perlu nitip ibu, mau ngetik dan ngeprint pun rental dimana-mana. Maklum anak kos dan belum punya uang buat beli laptop plus perangkatnya.
Usut punya usut, ada ide muncul dari koran ternama di Kota Solo ini. So-Lo-Pos. Baca judul demi judul, selembar demi selembar. Kok ada rubrik yang ‘aku’ banget. Rubrik hikayat pada kolom Khasanah Keluarga ternyata mampu menarik hatiku. Bolehlah dicoba. Dicoba satu kali kirim, tak ada hasil. Kemudian kirim lagi sampe entah berapa kali. Tak ada hasil juga. Akhirnya memang sedikit (harus) berputus asa. Akhirnya tulisan itupun kalah dengan tugas kuliah yang kian menumpuk.
Suatu ketika, keluarga yang ada di rumah menelpon. Memberi kabar, kalau ada wesel ke rumah atas namaku. ‘Waahh wesel nyasar ini’ kataku dalam hati. Setelah diberi info lebih jauh, ternyata wesel itu dari Solopos dan ada judul ceritaku. Sip sip sip… tanpa pikir panjang segera kucari file-file cerita yang pernah kukirim ke ‘Hikayat’. Ternyata zonk… ternyata sudah takkusimpan, entah tertumpuk atau terbuang dimana :’( ya sudahlah. Tapi aku jadi semangat lagi untuk menulis dan mengirimkannya ke Solopos.
Tanpa sengaja di siang hari yang panas, teman kuliah plus teman ‘nongkrong’ di kampus memberi kabar mengejutkan.
“Kamu nulis di Solopos ya?”
“Kata siapa?” kataku sedikit mengelak.
“Aku tadi beli pecel, dibungkus pakai kertas koran, eee di korannya ada tulisan yang ditulis ‘….’ (menyebutkan namaku lengkap) dimuat pada hari Jumat, tanggal sekian sekian dan sekian (lupa).
Weittsss….. ternyata aku masih berjodoh dengan tulisanku. Walaupun sudah jadi bungkus pecel. Hihihi. Segera aku lari ke perpustakaan untuk mengais koran dan membacanya satu demi satu sesuai tanggal yang diinfokan tadi. Alhamdulilah… ketemuuu dan segera ku fotokopi.
Akhirnya setelah kejadian itu, tulisan kedua ketiga keempat sampai aku lulus masih bisa dipampang di Solopos. Terimakasih Solo, Terimakasih Solopos. #Soloensis

Apakah tulisan ini membantu ?

irma

Harus menjadi lebih baikkkkkkk

View all posts

2 comments