Soloensis

Mak, Ajari Aku Buat PR Kimia!

Mak, Ajari Aku Buat PR Kimia!
Oleh : Noer Ima Kaltsum

Beberapa waktu yang lalu di Kabupaten Karanganyar, dunia pendidikan disibukkan dengan UTS dari jenjang SD/MI hingga SLTA. Tentu saja tujuannya adalah mengukur kemampuan/daya serap siswa terhadap materi yang telah dipelajari selama tiga bulan ini.

Setelah UTS selesai dilanjutkan dengan kegiatan jeda. Bagi sebagian siswa dan orang tua, hasil dari UTS sangat diharapkan dan dirindukan. Akan tetapi bagi sebagian lainnya terutama untuk siswa yang tidak siap dengan UTS, hasil UTS sangat membebani.

Benar juga, ketika hasil UTS berupa laporan seperti raport dibagikan, ada yang menyambut dengan suka cita tapi juga ada yang cemberut menghadapi nilai yang mungkin amburadul atau tidak memuaskan. Ada juga orang tua yang memilih sikap tidak mau tahu atau terserah anaknya mau nilai baik atau kurang.

Ada 2 orang Ibu yang saya temui, dengan 2 macam ekspresi dan tanggapan yang berbeda menghadapi anaknya yang nilainya kurang memuaskan.
“Aku tidak mudeng prestasi anak-anakku. Aku, sebagai emaknya tidak tahu tentang pelajaran anak-anak. Tugasku cari uang untuk biaya sekolah. Kalau disuruh ngajari anak-anak pas belajar, aku nggak bisa.” Ini kata seorang Ibu yang sukses berdagang daging ayam potong di pasar. Kesibukan seorang Ibu dari dini hari sampai sore hari, menjadikan Ibu tak bisa menunggui anak-anaknya belajar.

Lain lagi dengan seorang Ibu yang lain, yang anaknya prestasinya kurang baik. Sang Ibu menyadari kalau anaknya jarang belajar, lebih banyak waktunya main game online atau sekedar buka-buka internet yang tidak bermanfaat. Ketika hasil UTS yang diterima tidak baik, sang Ibu baru beraksi. Hape anaknya disita, sebagai sanksi karena prestasinya tidak baik.
00000

Sebenarnya Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Konon kabarnya, jaman sekarang seorang Ibu harus multitalenta. Seorang Ibu adalah chef handal, ahli keuangan, ahli kesehatan, ahli gizi, seorang guru, menguasai bidang laundry, dan masih banyak lagi karena peran seorang Ibu sangat penting di rumah. Tapi bukan berarti seorang Ibu harus menjadi sarjana di segala bidang, cukup Sarjana Rumah Tangga.

Saya tidak perlu menjabarkan panjang lebar. Kita kembali pada pokok bahasan, yaitu kebutuhan anak akan sekolah. Ibu tidak perlu pandai/menguasai 20 mata pelajaran yang dipelajari anaknya. Cukup beberapa pelajaran yang dikuasai, selebihnya serahkan pada buku-buku referensi. Lo kok begitu? Tentu saja begitu!

Tugas Ibu hanya mendampingi putra-putrinya ketika belajar. Sekiranya ada pertanyaan yang sulit dipecahkan, Ibu bisa menjadi “guru dadakan” yang bisa membuka mbah Google atau bertanya pada teman yang lebih tahu (bertanya lewat sms atau ke group WA, seru banget barangkali soalnya temannya yang pandai banyak).

Kalau anak didampingi ketika belajar, maka anak tidak akan belajar sambil main hape atau main game (karena sungkan, sambil melirik-lirik Ibunya). Anak juga merasa diperhatikan atau malah anak terpaksa belajar karena diawasi Ibu. Yang terakhir saya sebutkan tak apalah, yang penting anak sudah membuka buku. Tentu saja orang tua tidak boleh membebani anak-anaknya untuk pintar di semua mata pelajaran.

Saya sendiri memiliki anak yang sekarang duduk di bangku kelas X. Sejak anak saya SD, saya tidak pernah menuntut harus rangking teratas. Bagi saya usahanya dalam belajar tiap malam merupakan prestasi yang luar biasa. Kalau kemudian hanya masuk 10 besar. Saya tidak merasa kecewa. Saya memaklumi itu.

Anak saya memang paling malas kalau disuruh membaca. Sampai sekarang kalau pelajarannya berupa teori, saya masih sering disuruh membacakan materinya. Saya harus konsekuen, mau mendampingi anak saya belajar. Terutama untuk mata pelajaran fisika, kimia dan matematika, saya harus menerangkan secara runtut PR-nya.

Untuk fisika dan matematika, saya tidak perlu menghapalkan rumusnya. Asal soalnya ada, referensinya juga cukup maka saya akan menjadi guru fisika dan matematika dadakan. Tapi kalau mata pelajaran kimia, saya tinggal menerangkan tanpa membuka buku, mengalir begitu saja. Kalau anak saya bilang,”Mak, ajari aku buat PR kimia.” Saya akan mengatakan/menerangkan dengan urut/runtut dan bahasanya mudah dimengerti.

Selama ini saya selalu mendampingi anak saya dalam belajar. Saya memang tidak tahu banyak hal, tapi saya bisa membantu anak saya memecahkan masalah dengan cepat. Kadang-kadang kepandaian kita tidak diperlukan, tapi kehadiran kita selalu ditunggu-tunggu.

Kebetulan di rumah saya tidak tersedia televisi. Dengan demikian untuk menggiring anak supaya belajar saya tidak mengalami kesulitan. Mengapa di rumah saya tidak ada televisi? Simpel saja, supaya saya dan suami bisa memperhatikan anak-anak tanpa diganggu acara TV.

Sekali lagi, mendampingi anak-anak belajar tidak harus kita menguasai banyak mata pelajaran. Toh anak juga akan tahu kalau kita arahkan. Ibu, mulailah dari sekarang untuk menaruh perhatian besar pada anak-anak kita, terutama pendidikan mereka. Karena pendidikan anak sebenarnya tanggung jawab kita sebagai Ibu.

Kalau ada anak yang minta dibuatkan PR lalu bilang,”Mak, ajari aku buat PR kimia.” Kita jangan panic dan berkecil hati. Kita bisa bertanya pada kenalan kita yang jago MIPA lo. Semoga bermanfaat. Menulislah dengan hati dan menulis dengan niat berbagi. (SELESAI)

Noer Ima Kaltsum, S.Pd. Guru Kimia SMK Tunas Muda Karanganyar

Apakah tulisan ini membantu ?

Noer Ima Kaltsum

Ibu Rumah Tangga, Ibu dari 2 anak. www.noerimakaltsum.com

View all posts

Add comment