Soloensis

MRT – LRT? Solo juga perlu!

MRT? LRT? Solo juga perlu!

Saya seorang yang lahir di Kota Solo sudah mulai merasakan kemacetan yang mulai terjadi beberapa tahun terakhir terutama pada saat hari Raya. Menurut saya, kota Solo memiliki potensi menjadi kota metropolitan sekelas Jogjakarta, Bandung, Semarang atau Surabaya di dalam kurun waktu 5 tahun kedepan. Sehingga sangat dibutuhkan pembangunan jalur transportasi alternatif yang efektif dan efisien untuk mengatasi kemacetan seperti underpass, dsb. Namun, kita seharusnya menilik dan mempertimbangkan segala sesuatu (dalam hal ini ‘pembangunan’) untuk jangka panjang.

Sebelum melangkah lebih jauh, pertama-tama mungkin bagi masyarakat kota Solo yang belum pernah bepergian ke luar negeri masih bingung untuk istilah MRT dan LRT. MRT (Mass Rapid Transit) adalah sistem transportasi kereta api di kota-kota besar yang telah dikembangkan di seluruh dunia atau biasa disebut subway (kereta bawah tanah). Sedangkan LRT (Light Rail Transit) ialah sistem transportasi kereta ringan yang hampir sama seperti monorail namun biasanya sudah bersistem canggih (otomatis) dilengkapi penggunaan sensor sehingga bisa dioperasikan tanpa masinis. Karena disebut kereta ringan, memang bentuk kereta LRT biasanya antara 2 gerbong atau tidak melebihi 4gerbong, karena hanya untuk angkutan ringan dalam satu kota saja.

Saya mengusulkan pembangunan LRT dan MRT di Solo Raya (karesidenan Surakarta)
— Solo~Sragen~Boyolali~Karanganyar~Sukoharjo~Klaten~Wonogiri– karena memperhatikan beberapa manfaat berikut :

1. LRT~MRT merupakan moda transportasi yang bermanfaat dalam penggunaan jangka panjang hingga 50 tahun kedepan.
Jika dibangun mulai dari sekarang, ibarat sedia payung sebelum hujan kita juga melakukan upaya prefentif untuk 50 tahun kedepan. Termasuk menghemat biaya kan? Karena membangun fasilitas LRT~MRT semakin lama semakin mahal, belum lagi pembebasan lahan, dsb. Hal ini juga berarti sebenarnya penghematan. Sehingga, LRT dan MRT merupakan moda transportasi yang menjadi kebutuhan primer yang harus segera di realisasikan.

2. Solusi kemacetan
Jika dilihat memang kota Solo tidak terlalu luas, namun di negara-negara maju, pembangunan LRT biasanya di dalam kota (dari pusat kota menuju Bandara, stasiun kereta ekspress jarak jauh, pusat perbelanjaan, tempat pendidikan, dsb). Lain halnya dengan MRT yang mampu mengangkut beban lebih banyak dan beroperasi dengan jarak yang lebih jauh dari LRT, sehingga sistem pengoperasian MRT biasanya diintegrasikan dengan kota-kota/kabupaten di sekitarnya. Dalam kasus kota Solo bisa diintegrasikan pembangunan MRT dari~hingga ke wilayah karesidenan Surakarta (Boyolali~Bandara Adisumarmo~Pusat Kota). Sehingga suatu saat nanti orang-orang tidak perlu macet menggunakan kendaraan pribadinya kalau hendak menghilangkan stress ke Tawangmangu pada akhir pekan, akhir tahun, liburan, dan bahkan setiap haripun bisa menggunakannya, efisien, cepat dan aman. Dengan MRT kita tidak perlu mengkhawatirkan hal-hal spele seperti supir bus yang ugal-ugalan di Tawangmangu.
Menurut saya, dengan tingkat kemacetan yang 70% hampir selalu saya temui di kota Solo beberapa tahun terakhir (terutama pada hari raya besar) sangat diperlukan sekali untuk segera membangun jaringan kereta modern ini (paling tidak untuk jangka pendek ini, bisa dibangun segera LRT dari Palur~Stasiun Balapan~ hingga Bandara Adi Sumarmo). Apa perlu kota Solo menunggu macet dulu baru di bangun MRT seperti Jakarta saat ini?

https://www.kereta-api.co.id/index.php/images/content/media/document/company_profile_2010.pdf?_it8tnz=Mg==&_8dnts=ZGV0YWls&_4zph=MTA=&_24nd=NzY5

Melihat berita diatas mengenai rencana pembangunan kereta Bandara yang telah direncanakan oleh PT.KAI bekerja-sama dengan pemerintah kota setempat, saya pikir daripada membangun kereta bandara yang jaraknya memutar dari Bandara Adisumarmo ke utara~timur laut menuju Selokaton dulu, sangatlah tidak efisien dari segi waktu. Memang di lain sisi, biaya yang di keluarkan lebih murah, namun seperti yang telah saya ungkapkan sebelumnya, bahwa dalam membangun dan merancang tata kota, diperlukan pemikiran jangka panjang mengenai fungsi pengadaan suatu fasilitas tersebut.
Saya prediksikan bandara Adi Sumarmo kota Solo telah menjadi bandara internasional saat ini karena ada penerbangan langsung menuju KL~Singapore direct flight~ Bali. Namun dalam pantauan saya 10~15tahun kedepan setelah diadakan pembangunan LRT dan MRT otomatis berimbas pada kemajuan pariwisata di karesidenan Surakarta. Wisatawan asing dari mancanegara berpotensi besar untuk mengunjungi karesidenan Surakata. Sehingga daripada membangun kereta bandara melalui jalur Selokaton, lebih baik membangun LRT yang terpancang tiang menuju pusat kota Solo semisal jalur Bandara~Kantor Imigrasi kota Solo~Stadion Manahan~Stasiun Balapan~UNS~Palur Plaza.

Dengan melalui kantor Imigrasi kota Solo, Stadion Manahan~UNS dsb. Saya bisa membayangkan UNS menjadi kampus terkemuka di seluruh Indonesia bahkan ASEAN dan menjadi tujuan studi bagi masyarakat internasional. Tidak perlu di pertanyakan lagi, mereka (calon mahasiswa asing) membutuhkan akses transportasi yang cepat dan terjamin aman dan efisien dari bandara Adisumarmo menuju UNS kan? Untuk kepengurusan izin tinggal, dokumen keimigrasian, dsb juga diperlukan akses dari bandara~terhubung menuju kantor Imigrasi~Stasiun Solo Balapan dsb. LRT adalah Solusinya.

3. Perkembangan moda transportasi = Pembangunan suatu Wilayah = Kemajuan Ekonomi
Ketiga hal diatas sangat erat berkaitan. Memang jika melihat daerah-daerah di pinggiran kota Solo masih belum terlalu padat penduduk dan cenderung tidak membutuhkan moda transportasi semacam LRT atau MRT untuk 1~2 tahun ini.
Namun, melihat dari pengalaman dan kondisi yang telah terjadi di beberapa negara lain seperti Korea Selatan (tempat saya tinggal sekarang) daerah yang 5 tahun lalu belum memiliki jaringan transportasi MRT~LRT di lahan kosong (hanya sawah/ladang) dalam 5~10 tahun ini bisa menjadi area perumahan, pemukiman baru, pusat perbelanjaan, kampus, tempat pendidikan, dsb. Ini berarti ada keterkaitan antara pembangunan moda transportasi dan perkembangan wilayah serta kemajuan ekonomi suatu wilayah. Ujung-ujungnya, nilai positif untuk memajukan wilayah lahan kosong seperti daerah pinggiran kota Solo.

4. Pemerataan pemukiman penduduk dan pengurangan penggunaan kendaraan pribadi
Dengan adanya LRT~MRT penggunaan kendaraan pribadi berkurang hingga 50%, bahkan penduduk bisa bermukim hingga luar pusat kota sekalipun. Dengan adanya LRT atau MRT penduduk yang tinggal di pinggiran kota semisal tinggal di Boyolali dapat menggunakan MRT untuk pergi ke kampus atau ke tempat kerja yang berada di Solo. Sehingga tidak perlu menggunakan rumah kos yang berarti menghemat biaya pengeluaran para mahasiswa hingga 25% dibanding tinggal di kos. Hal yang sama yang juga bermanfaat adalah menjadi terkenalnya suatu kampus karena nama stasiun biasanya di integrasikan dengan nama Universitas. Misalnya, kampus Universitas Boyolali ketika ada stasiun MRT yang berada 50 meter tidak jauh dari lokasi kampus bisa dinamai stasiun Universitas Boyolali. Orang-orang yang naik MRT tersebut akan mendapat efek advertisi jikalau naik MRT setiap hari di jalur Boyolali~Solo tersebut. Sehingga universitas-universitas dan kampus-kampus yang kurang begitu terkenal lama-kelamaan akan menjadi terkenal dan memiliki banyak mahasiswa. Selain itu, potensi munculnya rumah kos baru di sekitar stasiun LRT atau MRT lebih pesat. ini adalah hal yang wajar terjadi di negara maju seperti Korea Selatan, Taiwan, Jepang, Singapura yang memiliki lahan sempit namun padat penduduk.

5. Mendukung gerakan pengurangan pemanasan global.
Suhu Bumi di 5 tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang drastis antara 2~hingga 5 derajat Celcius. Dari sejak saya lahir hingga tahun ini, saya belum pernah merasakan kondisi yang sangat panas di kota Solo yang mencatat suhu tertinggi 35 derajat Celcius hingga membuat retaknya tanah lapangan (berrumput) di depan halaman rumah kami. MRT dan LRT adalah teknologi transportasi modern yang ramah lingkungan. Tentu pembangunannya memerlukan biaya yang tidak sedikit belum lagi masalah beberapa lahan yang harus dibebaskan. Namun, jika dibandingkan dengan menunggu suatu wilayah itu macet terlebih dahulu. Segera membangun LRT dan MRT di karesidenan Surakarta adalah hal yang sangat emergency. Dengan MRT dan LRT penggunaan kendaraan pribadi berkurang, penggunaan kendaraan bermotor (termasuk angkutan umum) berkurang, ini berarti asap kendaraan bermotor juga berkurang kan? sehingga pemanasan global juga berkurang.

6. Peremajaan transportasi lain
Dengan dibangunnya LRT~MRT yang melalui jalur pusat perkotaan, pusat perbelanjaan, kantor pemerintahan, kantor imigrasi, stasiun, terminal bus, dan fasilitas pendidikan, hingga tempat wisata seperti kraton Surakarta.
Bagaimana nasib TransBatik Solo, Bus Damri dan sbg?
TransBatik Solo menjangkau daerah-daerah di ujung dan pinggiran kota Solo yang tidak terjangkau stasiun LRT atau MRT dan harus terintegrasi di pemberhetian bus stop salah satu stasiun kereta Subway (MRT) atau LRT. Hal ini adalah hal yang wajar yang telah terjadi di kota-kota besar di seluruh negara di dunia yang memiliki jalur MRT dan LRT. Justru dengan adanya MRT dan LRT, bus mini seperti TransBatikSolo atau Damri armadanya semakin banyak dan jalurnya semakin jauh hingga ke pelosok kota.
Kedepannya, jalur angkot (mikrolet) harus digantikan dengan angkutan yang lebih besar seperti Bus Damri, Batik Solo trans, dsb. mau tidak mau, angkot akan tidak berfungsi 15 tahun kedepan karena kota Solo menjadi kota metropolitan. Beberapa orang asing yang mengunjungi Indonesia bahkan sempat mengeluhkan mengenai angkot (mikrolet) yang masih menjadi transportasi umum di kota-kota besar di Indonesia.
Bukan berarti angkot tidak bisa difungsikan, angkot masih bisa difungsikan dengan mengalihkan area operasionalnya menuju daerah yang sangat pelosok di pinggiran kota dan pedesaan.

7. Pengembangan potensi daerah wisata
Bercermin dari pengalaman negara maju seperti Korea Selatan, Taiwan, Singapura, China, Malaysia, Thailand, Jepang, dengan dibangunnya LRT~MRT yang melalui beberapa stasiiun pemberhentian bahkan hingga daerah terpencil di stasiun ujung akan menciptakan potensi pariwisata turis dari masyarakat sekitar bahkan seluruh wilayah nusantara hingga wisatawan asing.
Fakta membuktikan, wisatawan asing yang bepergian backpaker travel cenderung lebih memilih wisata mandirinya di negara dan kota yang memiliki area transportasi LRT atau MRT, karena dirasa lebih aman dan nyaman, serta kemandirian mereka terrealisasi untuk bepergian ke tempat-tempat wisata tanpa harus bingung menanyakan jalur bus untuk tujuan wisata ke tempat tersebut.
Sayapun merasa lebih nyaman bepergian ke Hongkong, Tokyo, Bangkok, KL, Singapura meskipun baru pertama kali mengunjungi negara / kota tersebut seorang diri daripada bepergian ke Makassar, Papua atau Manado yang meskipun saya merupakan warga negara asli, bisa berbahasanya namun kesulitan di masalah transportasi untuk menjangkau tempat-tempat wisata tersebut seorang diri.

Sekian, harapan saya kemajuan kota Solo di bidang transportasi bisa menginspirasi pemerintah kota Solo bahkan menjadi sumbangsih kemajuan bangsa Indonesia.
Saya menantikan tanggapan dari pemerintah kota Solo yang mungkin dalam waktu dekat akan segera membangun jalur MRT atau LRT yang bekerjasama dengan pemerintah atau pihak perusahaan kereta bawah tanah (MRT) atau LRT dari Korea Selatan.

Saya berharap artikel ini tidak hanya di muat di koran atau surat kabar, namun bisa disampaikan kepada pihak pemerintah kota Surakarta.

================================================
Yoseph Setiawan
Silla Universtity – Korean Language Student
Dongyang Mirae University – Information Electronic Eng.
yosepjin@gmail.com
================================================

Apakah tulisan ini membantu ?

Add comment