Soloensis

Nongkrong sembari Makan di Sudut Mangkunegaran

Ini bukan tentang restoran atau rumah makan ber-AC. Bukan pula tentang kafe-kafe wedangan yang makin marak di Kota Bengawan. Ini tentang warung makan yang terletak di sudut kompleks Pura Mangkunegaran Solo. Warung Bu Hadi namanya. Bagi yang terbiasa ke Mangkunegaran, pasti sudah tidak asing lagi dengan warung makan yang satu ini.

Lokasinya pun tak sulit ditemukan. Warung Bu Hadi bisa terlihat dari Jl. Ronggowarsito, tepatnya di pertigaan Ngarsopura atau di depan Pasar Triwindu. Dari pintu gerbang Pura Mangkunegaran, lurus saja sekitar 100 meter menuju pintu masuk tempat para wisatawan yang berkunjung ke museum di Mangkunegaran. Nah, warung Bu Hadi persis terletak di samping kanan pintu masuk Mangkunegaran, dibatasi oleh tembok dan pagar BRC.

Warungnya tak seberapa besar. Berukuran sekitar 3,5 meter x 7,5 meter. Di depan warung ini berdiri kokoh pohon kleco yang rimbun dan menjadi peneduh warung. Buah pohon ini, yang berwarna oranye dan berbentuk seperti apel namun lebih kecil, bergantungan di pohon dan sebagiannya berserakan di tanah. Di depannya lagi, hamparan lapangan rumput Pura Mangkunegaran yang luas itu.

Si penjual, yang kerap disapa Mbak Ruth, perempuan berusia 40-an tahun, sosok yang ramah kepada setiap pengunjung. Nyaris semua pembeli yang mampir ke warungnya, kenal dekat dengan Mbak Ruth. Di warung ini, tersedia beraneka ragam masakan jawa lengkap dengan lauk pauknya. Ada sayur lombok ijo, lodeh, sambel tumpang, sayur asem, jangan loncom (sayur bayem), pecel, dan gudangan. Soal lauk, di warung ini tersedia ikan asin, telur dadar, telur ceplok, ayam goreng, tahu dan tempe bacem serta goreng, rempeyek, karak, rambak, dan masih banyak lagi.

Nah, yang khas dari warung Bu Hadi ini adalah minumannya. Bagi Anda penggemar jejamuan, di sinilah tempatnya. Ada wedang beras kencur, asem, kunir asem, hingga paitan alias brotowali yang superpahit itu. Tentu saja juga ada teh dan jeruk. Semua disajikan tergantung pilihan, mau dingin atau hangat. Soal harga tak jadi masalah. Dengan membawa uang Rp20.000, Anda makan pun masih ada kembalian.

Bagi saya, nongkrong di warung ini selalu menyenangkan, dan menenangkan. Semilir angin dari pohon yang rindang benar-benar membuat saya malas beranjak dan betah berlama-lama di sana. Selain itu, di sini juga sering kali saya mendapat pelajaran baru dari para pembeli. Seperti yang saya katakan di atas, keramahan sang penjual membuat suasana di warung ini terasa hangat.

Kelebihan warung ini dibandingkan dengan tempat lain adalah para pembeli bisa saling berinteraksi, ngobrol satu sama lain meski tidak saling kenal. Sangat egaliter. Tema-tema obrolan pun beragam. Mulai politik tingkat lokal, sepakbola nasional, pembangunan kota, budaya, hingga pariwisata. Tak aneh pariwisata kerap menjadi tema obrolan karena para pembeli di warung ini juga banyak dari kalangan biro wisata yang mengantar tamu mereka berkunjung ke Mangkunegaran. Sebagian besar membawa turis-turis asing. Menurut mereka—kalangan biro wisata—biasanya selain Mangkunegaran, turis-turis itu minta diantar ke Sangiran di Sragen maupun Candi Cetho dan Sukuh di Karanganyar. Mereka juga selalu menyempatkan diri jalan kaki menuju pasar barang antic di Ngarsopuro. Tak jarang, ada turis yang ikut mencicipi masakan di warung ini.

Di warung ini juga mudah dijumpai seniman maupun pekerja seni yang nongkrong sambil makan di tempat Mbak Ruth. Tak ada jarak antara sopir bus wisata, pelajar, pekerja seni, maupun pegawai Mangkunegaran di warung ini. semua bisa ngobrol dan saling menimpali. Seru dan dapat ilmu, itu kesan saya. Anda tertarik mencobanya?

Apakah tulisan ini membantu ?

yonantha.chandra

Add comment