Soloensis

Sebutir Cinta untuk Sebutir Nasi

Sebutir Cinta untuk Sebutir Nasi

Aku telah memasuki tahun ketiga lebih tepatnya tahun terakhir di SMA Pangudi Luhur Van Lith Berasrama. Aku masuk bersama angkatan 23, yang pasti ini kehendak Tuhan dan dukungan dari keluarga, saudara, dan teman yang menuntunku sampai saat ini. SMA Pangudi Luhur Van Lith atau sering disebut SMA Van Lith oleh masyarakat berlokasi di Muntilan, Kabupaten Magelang. Siswanya juga berasal dari berbagai daerah layaknya Indonesia Mini seperti Jakarta, Bandung, Purwokerto, Solo, Jogja, Surabaya, ada pula yang berasal dari luar pulau jawa seperti Merauke, Palembang, Padang, Balikpapan dan masih banyak lagi. Van lith telah memberiku cerita, Apa saja ceritanya? pastinya beragam baik itu suka dan duka.

“Sebutir Cinta untuk Sebutir Nasi”, sering aku menjumpai pepatah dari banyak orang “ kalau kamu ingin menghargai hidup, belajarlah dulu mulai dari menghargai sebutir nasi.” Memang, beberapa orang terdekatku sering berkata demikian begitu pula Kakekku, sopir orang tuaku, pernah berkata demikian. Terutama ketika aku pertama kali masuk sekolah ini SMA Van Lith. Pada waktu itu tanggal 8 Juli 2013 Orientasi Asrama dan Sekolah atau sering disingkat OASE. Panitia Oase sering menekankan untuk menghargai sebutir nasi setiap kali makan. Pertamanya sedikit tersentak dan merenung sejenak mendengar pepatah itu, tetapi setelah berpikir dan merenung memang ada benarnya.

Terlihat berbeda, sebelum aku masuk di Asrama ini kerap kali aku menyisakan dan tidak mempedulikan butiran nasi di piring makanku. Mungkin makanan yang tersisa itu sangat berarti untuk orang yang menderita kelaparan. Mungkin juga tidak hanya aku saja yang berpikir demikian. Sebutir nasi itu kecil dan hanya sepele, kadang kita merasa hal itu tidak berharga. Tetapi jika kita membuang sebutir nasi berarti kita juga membuang rezeki, dan rezeki itu juga berasal dari Tuhan. Jika dibuat perhitungan kira-kira dalam sehari di asrama Van Lith lebih tepatnya Asrama Putra yang saya tinggali, dapat menghabiskan sekitar 3600 butir nasi bahkan lebih, dan itu cukup untuk makan setidaknya 3 orang. Aku mengibaratkan sebutir nasi adalah cinta. Maka dari itu kita harus menghargai hidup kita sendiri, menghargai perjuangan yang telah kita lalui entah itu gagal atau berhasil. seperti kita juga menghargai sebutir nasi setiap kali kita makan. Bersyukur, kadang hal yang sehari-hari tidak aku sadari, pernah juga aku mengeluh mendapatkan sesuatu, misalnya saja ketika makanan di Asrama yang tidak aku sukai dan aku mengeluh, tetapi ketika aku mengeluh itu bisa saja keluhanku adalah yang diharapkan orang lain yang sangat membutuhkannya.

Aku sangat senang dan beruntung bisa sekolah dan tinggal di SMA Pangudi Luhur Van Lith, apalagi sampai menginjak tahun terakhir ini. Karena di Van Lith inilah aku tidak hanya belajar akademik tetapi aku juga belajar nilai hidup. Meskipun hidup di Van Lith ini banyak hambatan, tugas-tugas yang menumpuk, ulangan, dan berbagai perasaan yang muncul tetapi dari situlah aku mengerti dan belajar sabar, rendah hati, tanggung jawab, dan yang terpenting adalah bersyukur. Karena di dunia terutama di asrama ini hidup bersama adalah hal terpenting tetapi ada dua sisi yang berbeda, saling bertolak belakang, saling mencemburui, saling berkompetisi, dan yang harus kita lakukan adalah saling ekstra keras untuk saling melengkapi satu sama lain.

Apakah tulisan ini membantu ?

Romualdus_romy

Pelajar SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan

View all posts

Add comment