Soloensis

Wisata Kuliner di Solo

Perkenalkan, nama saya Alam. Saya akan sedikit berbagi pengalaman saya mengunjungi Solo sekitar satu tahun yang lalu. Perjalanan saya ke Solo benar-benar untuk liburan. Hasil pemikiran random saya dan Fathy untuk berkeliling Jawa membuahkan keputusan kongkret untuk berjalan-jalan ke Jogja, Solo, dan Cepu. Pada tulisan ini, saya akan menceritakan bagian ketika kami (saya dan Fathy) mengunjungi teman kami yang bernama Hafidz yang tinggal di Solo.

***

Siang menjelang sore, kami pergi ke Solo menggunakan kereta Sriwedari, kereta lokal yang relatif bersih dan nyaman. Setelah sekitar satu jam perjalanan, alhamdulillah kami sampai juga di Stasiun Purwosari, Solo.

Setelah kami menunggu beberapa saat, Hafidz dan adiknya datang menjemput dengan motor. Kami pun berangkat menuju rumah Hafidz. Di sepanjang perjalanan menuju rumahnya, Hafidz selalu mempromosikan bahwa Solo adalah kota. Dia selalu mencoba meyakinkan saya dengan menunjukkan banyaknya mall dan hotel di berbagai tempat di Solo. Menurut Hafidz, Solo ini nama lain dari Surakarta, sedangkan Surakarta adalah nama official-nya.

Kami pun sampai di rumah Hafidz, istirahat sejenak dan memperhatikan isi rumah Hafidz yang relatif ramai oleh saudara-saudaranya yang banyak. Setelah cukup istirahat, kami bersama Hafidz dan adiknya menuju tempat makan bernama “Mie Ayam Pocong”, sebetulnya nama aslinya bukan itu. Tapi masyarakat Solo sudah awam dengan nama tersebut. Bagaimana bisa diberi nama “Mie Ayam Pocong”? Hal ini berkaitan dengan mitos setempat. Sepertinya tidak perlu saya ceritakan agar pembaca penasaran. Hehe. Hal yang menarik dari mie ayam ini adalah penempatan daun bawang yang dipisah dalam wadah tersendiri seperti halnya sambal atau saos. Bahkan menurut Hafidz, ada orang yang suka menghabiskan daun bawang sampai setengah wadah. Unik bukan?

***

Setelah cukup kenyang makan mie ayam, kami pun kembali ke rumah Hafidz. Istirahat lagi hingga malam hari. Setelah isya, kami bersama Hafidz dan adiknya mengunjungi Monumen Slamet Riyadhi, Masjid Ageng Solo, dan alun-alun untuk sekedar berfoto.

Dari alun-alun, kami menuju food court di Jalan Galabo. Di Galabo, kami mencoba Nasi Liwet khas Solo yang berbeda dari Nasi Liwet yang umum kami temui di Bandung. Di Solo, nasi liwetnya menggunakan ayam kampung, santan yang padat, dan sayuran yang saya sendiri tidak tahu namanya. Ada pula minuman jahe dengan berbagai varian, dari jahe rempah sampai jahe uwuh (sampah). Menarik bukan?

Setelahnya kami pun kembali ke rumah Hafidz, istirahat untuk menyiapkan perjalanan hari esok.

***

Malam terlewati, pagi telah menyambut. Tak banyak rencana kami untuk mengelilingi Solo di hari itu karena kami harus segera pergi ke Cepu. Namun, sebelum kami meluncur ke Cepu, Hafidz mengajak kami untuk sarapan terlebih dahulu di suatu tempat makan yang katanya cukup terkenal. “Soto Segeer” namanya. Menu yang tak terlalu besar porsinya, tapi memiliki rasa khas yang berbeda. Rasa apa itu? Tentu saja rasa Segeer. Hehe.

***

Perjalanan kami pun di Solo harus berakhir. Kami harus melanjutkan perjalanan ke Cepu. Walaupun hanya sebentar di Solo, tapi perjalanan di Solo begitu berkesan. Bagi para pembaca yang akan ke Solo, tidak ada salahnya untuk mengunjungi tempat-tempat yang sudah saya ceritakan.

Semoga bermanfaat.

Apakah tulisan ini membantu ?

1 comment